ILC Tadi Malam - Selain Andi Faisal Bakti Menang Pemilihan Rektor, Mudjia Rahardjo Juga Tak Dilantik

Penulis: Suci Rahayu PK
Editor: Suci Rahayu PK
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Di ILC Mahfud MD beberkan kecurangan di Kementrian Agama

ILC Tadi Malam - Selain Andi Faisal yang Dua Kali Menang Pemilihan Rektor Tapi Tak Dilantik, Mudjia Rahardjo Sudah Bawa Keluarga Batal Dilantik Juga

TRIBUNJAMBI.COM - Sosok guru besar UIN Jakarta, Andi Faisal Bakti menjadi perbincangan di ILC (Indonesia Lawyers Club) pada Selasa (19/3).

Andi Faisal Bakti disebut Mahfud MD, dalam paparan di akhir acara ILC yang dipandu Karni Ilyas.

Mahfud MD menyebut Andi Faisal Bakti gagal dilantik menjadi rektor dua kali.

Baca: Siapakah Andi Faisal Bakti? Mahfud MD Beberkan Gagal Dilantik Dua Kali Jadi Rektor UIN Jakarta

Baca: Datangi Rumah Atalarik Syach, Tsania Marwa Malah Dikeroyok? gue keroyok mati lu

Baca: Besar Putih, 4 Lelaki Pengungsi Afganistan Ketahuan Selingkuhi Istri Warga Pekanbaru, Dilabrak

Bahkan setelah gugatannya menang di pengadilan tetap gagal dilantik menjadi rektor.

Pernyataan Mahfud MD ini berawal saat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi MK) Mahfud MD mengungkapkan bahwa dirinya tahu dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dijejaknya nama Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy.

Mahfud mengaku pada 18 Agustus 2015, dirinya mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.

Prof Andi Faisal Bakti menggelar jumpa pers usai rapat senat di gedung rektorat UIN Alauddin, Gowa, Kamis (7/8). Calon rektor nomor urut satu itu memenangkan pemilihan rektor UIN Alauddin Makassar dengan meraih 25 suara sedangkan 1 suara batal (Tribun Timur)

Isinya, mengadukan sejumlah kasus korupsi dan amburadulnya hukum di Indonesia.

"Surat saya kepada presiden itu oleh Istana didisposisi ke KPK. Di situlah saya diundang ke KPK," kata Mahfud.

Ternyata, sambungnya, banyak sekali orang yang menerima uang suap.

KPK bukan membocorkan kasus, tetapi menjelaskan atas surat yang dikirimkan oleh Mahfud kepada presiden.

Kemudian, masalah jual beli jabatan melalui cara tak wajar. Mahfud FD mencontohkan kasus di Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar.

Baca: ILC TV One Tanpa Rocky Gerung - Nusron Wahid & Fadli Zon Berbalas Pantun, Karni Ilyas Hanya Senyum

Baca: Review Aplikasi - Cara Mengetahui Orang yang Mengintip Profil WhatsApp

"Profesor Andi Faisal Bakti, dua kali menang pemilihan rektor di UI, tidak diangkat," kata dia.

Dari penuturan Mahfud MD, Prof Andi Faisal Bakti pertama kali menang pemilihan Rektor di UIN Makassar namun tidak dilantik.

Pemilihan kedua, Prof Andi Faisal bakti menang pemilihan Reltor di UIN Ciputat.

Ketika Andi terpilih dan menang, kemudian dibuat aturan calon rektor harus tinggal di UIN Makassar minimal 6 bulan. Masalahnya, Andi sebagai dosen UIN Makassar telah pindah ke Jakarta setelah dirinya kembali dari Kanada.

Aturan itu dibuat sesudah Andi menang. Bahkan, aturan itu dibuat tengah malam. Sehingga, Andi tak pernah dilantik menjadi rektor UIN Makassar.

Mahfud kemudian mengajak ke pengadilan hingga Andi menang. Putusan pengadilan memutuskan agar Andi dilantik.

Akan tetapi, Andi tidak kunjung dilantik. Justru, orang lain yang menjadi rektor UIN Makassar.

Tahun lalu, Andi kembali mengikuti pemilihan rektor di UIN Ciputat, Jakarta.

Dia kembali menang dan tak dilantik lagi menjadi rektor UIN Ciputat, Jakarta.

"Andi bahkan didatangi oleh orang dimintai Rp5 miliar kalau mau jadi rektor. Saya dengar dari orang, saya sebut namanya biar enggak jadi gosip," urainya.

"Menang pemilihan UIN Ciputat lagi, namun tidak dilantik," bebernya.

Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini - Pisces Atur Waktumu, Capricorn Kesempatan Istimewa, Scorpio Penuh Emosi

Baca: VIRAL Ketahuan, Pengemis Tua Pulang Bawa Mobil Sendiri, Satpol PP Melongo Melihatnya

Prof Mudjia Rahardjo Sudah Bawa Keluarga Tapi Tak Jadi Dilantik

Profesor Mudjia Rahardjo Guru Besar UIN Malang menceritakan dirinya saat tak jadi dilantik untuk menempati posisi di Kementerian, pada hari pelantikan.

Hal ini diungkapkan saat menghadiri Indonesia Lawyers Club (ILC), yang mengangkat tema "OTT Romy, Ketua Umum PPP: Dagang Jabatan di Kementrian Agama?", Selasa (19/3/2019), dikutip dari TV One.

Sebelumnya ia menuturkan ingin membagi apa yang dialaminya agar ada perbaikan pada sistem pengangkatan maupun pemberhentian pejabat di Kementerian Agama.

"Sebetulnya kehadiran saya ikut nyumbang pemikiran agar terjadi perbaikan sistem pengangkatan dan pemberhentian pejabat di Kementerian Agama," ujar Mudjia.

Ia lalu menuturkan pada tahun 2013 hingga 2017 telah menjadi rektor di UIN Malang.

"Saya awali dulu secara kronologis, saya menjadi rektor, tahun 2013 hingga 2017, di lantik oleh pak surya Darma Ali, pak Yasin saat itu jadi Dirjen," ujarnya.

"Nah empat tahun masa kepemimpinan saya, saya gunakan dengan baik."

Ia menuturkan sejumlah pretasi yang dicapainya bersama timnya, hingga mengubah universitas yang kala itu dipimpinnya dari berakreditasi B menjadi A.

"Saya berhasil meningkatkan akreditasi universitas dari B ke A, itu tidak mudah Bang Karni, BAN-PT itu institusi yang amat independen dan profesional, pada saat itu di kementerian hanya tiga, UIN Jakarta, UIN Malang, dan UIN Jogja," ujarnya.

Ia juga menyebutkan prestasi lain yang diperoleh kampus di bawah kepemimpinannya.

Mudjia kemudian mengatakan ia kemudian mendapat dukungan senat untuk maju mencalonkan diri sebagai pejabat Kemenag.

Akan tetapi saat itu ia mengatakan ada sejumlah penilaian yang remang-remang.

"Hanya ada penilaian yang agak remang-remang, ada penilaian namanya penilaian subjektif, apa itu? Moralitas, manajerial, kerjasama, dan kompetensi."

"Nah beberapa aspek ini, orang dalam tidak bisa menilai orang luar. Bagaimana kita bisa menilai orang yang tidak pernah di kampus. Paling ya kompetensi, atau kualifikasi."'

Baca: Gempa Mengguncang Padang Pariaman pada Pagi Hari, Ini Lokasinya Menurut BMKG

Baca: Elektabilitas Jokowi-Maruf vs Prabowo-Sandiaga Versi Litbang Kompas pada Gen Z hingga Silent Gen

Profesor Mudjia Rahardjo Guru Besar UIN Malang menceritakan dirinya saat tak jadi dilantik untuk menempati posisi di Kementerian, pada hari pelantikan. (Capture TV One) ()


Bersama dengan dua calon lain, yakni dari UIN Surabaya dan IAIN Jember akhirnya dilakukan sejumlah penilaian.

Ia kemudia lolos menjadi calon terbaik di antara ketiga calon tersebut.

"Setelah itu masuklah kami dibawa ke pansel (Panitia Seleksi) yang dibentuk oleh Menteri Agama sendiri."

"Pertanyaan pansel kurang lebih sama tentang internal kampus, bisa diduga bahwa calon dari luar juga mengalami kesulitan."

Ia pun menjadi calon yang digadang akan memenangkan jabatan di Kemenag tersebut.

"Nah sehingga di akhir pansel, saya diberi ucapan selamat oleh semua, bahkan oleh pegawai yang menemani 'bahwa andalah yang direkomendasi', secara lisan memang," kisahnya.

Bahkan ia dianjurkan segera memboyong keluarganya menhadiri pelantikan jabatan yang saat itu disebut akan berlangsung hari Kamis.

"Untuk apa bapak pulang? Lebih baik keluarga diajak ke sini," ujarnya menirukan saat diminta segera mengajak keluarganya.

"Makanya anak istri saya ajak, untuk nunggu saya."

Ia melanjutkan, saat itu pelantikan diundur pada Jumat, namun ia tak mendapati jawaban pasti hingga akhirnya bukan dirinya yang dilantik

"Kamis tidak jadi pelantikan, jadinya jumat. Jumat saat itu saya telepon (kantor), enggak diangkat, akhirnya ada pegawai yang menjawab 'ya mungkin nanti pak tunggu aja nanti ada pelantikan'."

"Singkat cerita saya tidak jadi dilantik, dan tidak diundang," jelasnya.

"Maka betapa malunya, saya guru besar mendapat perlakuan seperti itu," kata Mudjia.

Permasalahan Inti

Ia menegaskan, persoalan inti yang ingin disampaikan, ada pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015.

"Saya ingin menyumbang persoalan inti ini adalah PMA 68, PMA 68 ini tidak memberikan kekuasaan kepada senat sebagai institusi tertinggi di setiap perguruan tinggi."

"Senat itu anggotanya guru besar, dan kita tahu guru besar ini tidak mudah diperoleh, jadi guru besar ini tak ada artinya."

Ia pun menjelaskan saat adanya PMA 68, sempat ada penolakan darinya namun keputusan itu tetap terlaksana dengan rayuan bahwa suara tetaplah kampus yang memegang.

Tetapi ternyata hal itu tak berlaku.

"Jadi sesungguhnya rapat senat tidak ada gunanya, rapat pansel tidak ada gunanya, maka kita 4 bulan itu sia-sia."

Ia juga mengatakan menyadari perubahan pada Kemenag saat itu yakni Lukman Hakim.

"Karena itu saya usul pada Pak menteri agama, karena setahu saya pak menteri agama itu mudah diajak bicara ya."

"Tetapi ketika masuk PMA 68 ini begitu sulit ya, saya ingin sekali persoalan ini segera selesai, kita membahas persoalan yang lebih substansif ya, untuk bangsa dan negara," pungkasnya. (Tribunjambi.com/Suci)

Sumber : TribunWow, Sumber Lain, Youtube

Berita Terkini