Misteri yang belum terjawab selain keberadaan naskah asli atau beda interpretasi Soekarno dan Soeharto tentang Supersemar. Satu di antaranya Supertasmar, Surat Perintah Tiga Belas Maret.
TRIBUNJAMBI.COM - Perbedaan Supersemar dan Supertasmar, banyak orang tak mengetahui fakta sejarah ini.
Polemik Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar selama ini lebih tertuju pada peristiwa yang terjadi di Istana Bogor.
Ketika itu, Presiden Soekarno memberi Supersemar kepada Menteri Panglima Angkatan Darat, Letjen Soeharto, melalui tiga jenderal, yakni Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Muhammad Jusuf, dan Brigjen Amirmachmud.
Namun, ada sejumlah misteri yang belum terjawab selain keberadaan naskah asli atau beda interpretasi antara Soekarno dan Soeharto tentang Supersemar.
Salah satunya adalah Supertasmar, Surat Perintah Tiga Belas Maret.
Ini merupakan surat perintah yang dikeluarkan Soekarno untuk mengoreksi Supersemar.
Keberadaan Supertasmar ini diungkap kali pertama oleh AM Hanafi dalam buku Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998).
Baca Juga
Hasil Liga Spanyol Real Madrid vs Real Valladolid Skor 4-1, Sepakan Luka Modric Lengkapi Kemenangan
Mulai Ketoprak hingga Cimol, Ini 6 Jajanan Khas Indonesia yang Ternyata Singkatan, Kesukaan Kalian?
Malam Pertama Pasangan Pengantin Ini Berubah Jadi Malam Berkabung, Padahal Sudah Menunggu 9 Tahun
Hasil Liga Inggris Arsenal vs Machester United Skor 2-0, MU Terpental dari Zona Liga Champions
Mahaguru Pelempar Pisau Kopassus Berlatih, Pohon di Pusdikpassus sampai Ambruk
Jenderal TNI Beri Teguran Maut Presiden hingga Dicopot, 20 Tahun Kemudian Soeharto Mengakuinya
AM Hanafi merupakan mantan Duta Besar RI untuk Kuba pada era Soekarno.
Kelahiran Supertasmar disebut berawal ketika Soekarno marah mendengar kabar bahwa Partai Komunis Indonesia dibubarkan oleh Soeharto.
Soekarno menganggap Soeharto melampaui wewenangnya sebagai pengemban Supersemar.
Kekeliruan langkah Soeharto dalam menginterpretasi Supersemar itulah yang memicu Soekarno mengeluarkan Supertasmar.
AM Hanafi menjelaskan, Supertasmar itu berisi pengumuman bahwa Supersemar bersifat administratif/teknis, dan tidak politik. Soeharto juga diminta untuk segera memberikan laporan kepada Presiden.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, mengatakan, Soekarno berusaha menyebarkan isi Supertasmar ke publik. Namun, upaya itu gagal.