Diketahui, Soeharto mempunyai banyak sekali pusaka. Konon, sebanyak 2000 pusaka dimilikinya. Mulai dari keris Keluk Kemukus yang membuat pemiliknya bisa menghilang (Majalah Misteri, 1998).
Malah, ia juga memboyong topeng Gajah Mada dari Bali, gong keramat dan sejumlah keris pusaka Keraton Surakarta yang terpaksa dikembalikan karena Surakarta dilanda banjir bandang. (Arwan Tuti Artha, Dunia Spiritual Soeharto).
Pergunjingan soal sisi mistis Soeharto mendadak mencuat seusai sang istri, Siti Hartinah atau Ibu Tien meninggal dunia.
Kepergian Ibu Tien pada 28 April 1996 itu, konon, meredupkan aura kekuasaan Soeharto.
Saat tampil di depan publik pun, ia tampak tak bercahaya dan begitu renta.
Kalangan spiritualis memprediksi, wahyu keprabon telah pergi darinya.
Sempat juga muncul rumor di kalangan masyarakat. Satu hari sebelum Ibu Tien meninggal, ada yang melihat seberkas cahaya hijau berbentuk ular naga melesat terbang dari Keraton Mangkunegaran Solo.
Tak masuk akal memang, menghubungkan hal itu dengan karier seorang presiden. Namun, langkah politik Soeharto, setelah kepergian istrinya, sungguh di luar kendali.
Cara melibas lawan politiknya terkesan vulgar dan transparan. Padahal, sebelumnya, Soeharto dikenal pandai mengendalikan diri. Senyumnya menyembunyikan isi hatinya.
Suatu hari di tahun 1990, saat nasib baik masih memihak Soeharto, presiden yang memimpin Indonesia selama 32 tahun itu berkunjung ke Bali.
Baca Juga:
Apakah Karena Turun Tahta Raja Malaysia Sultan Muhammad V Cerai Oksana Voevodina Ratu Kecantikan?
Biar Merasakan Berkeringat Seperti Petani Karet di Jambi, Sandiaga Uno Ikut Nyadap Pohon Karet
Mulai 1 Januari 2019, Pengguna 27 Ponsel Jenis Ini Tak Bisa Gunakan Aplikasi WhatsApp!
Bupati Tanjung Jabung Barat Safrial Sambut dan Jamu Plt Gubernur Jambi Fachrori Umar
Tujuannya tidak lain untuk memperingati ulang tahun pernikahannya dengan Ibu Tien.
Kisah itu dijelaskan seorang pemilik warung kecil Hj Baiq Hartini yang diminta memasak untuk Soeharto dan keluarga.
“Pada 1990, ada utusan dari Istana Tampaksiring meminta saya memasak untuk acara di Istana,” ujarnya.
Tentu saja Hj Hartini merasa tersanjung mendapat kepercayaan tersebut.
“Maklum, saya kan orang kampung, tukang warung pinggir jalan, kok bisa ketemu langsung dengan presiden,” ujarnya.
Sebelum Soeharto menyantap makanan, pemeriksaan ketat pun dilakukan.
Selain petugas keamanan, intel, petugas kesehatan meneliti bahan makanan, dan sesudah makanan matang ada tim dokter dan petugas lab mencicipi masakan tradisional Lombok yang digelar prasmanan itu.
Ia melihat, pada jamuan makan saat itu, piring Pak Harto hanya berisi tahu dan tempe, agaknya berpantang kangkung. Sedang Ibu Tien berpantang tauge.
Begitu juga saat makan malam, Hj Hartini diminta kembali menyiapkan makanan.
Ia dan para juru masak lain melihat Soeharto tampil sederhana hanya memakai kaus oblong putih dan sarung putih kotak-kotak cokelat, juga memakai selop Jawa.
Suatu sore hari, Soeharto pernah turun langsung mengurusi cucunya yang enggan beranjak dari kolam renang.
Sebelumnya cucu-cucu tersebut sudah diminta para ajudan untuk naik dari kolam. Namun hal itu tidak dipedulikan.
Muncul dari balik pintu, Soeharto memanggi cucu-cucunya dan mengatakan hari akan hujan sambil menunjuk ke atas langit.
“Eh, tak ada semenit, hujan benar-benar turun. Kami para juru masak saling berpandangan, Pak Harto sakti kali ya! Kami saling berbisik,” ujar Hj Hartini.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK: