Ia berkeyakinan bahwa dengan mandi darah seorang gadis perawan, maka penuaan tidak akan terjadi pada dirinya.
Agar tidak terlihat mencurigakan, Elizabeth akan memakamkan para korban dengan prosesi pemakaman dengan pendekatan agama.
Namun, hal ini tidak bertahan lama karena jumlah korban semakin banyak.
Pendeta menolak untuk melakukan tugasnya karena gadis-gadis yang meninggal ini tidak diketahui penyebab kematiannya.
Elizabeth mengancamnya agar ia tidak menyebarkan berita tentang kebiasaannya.
Mulai kehabisan alasan, Elizabeth tidak lagi mengubur jasad para korban, melainkan membuangnya secara asal ke beberapa lokasi seperti, sebuah ladang, sungai yang mengalir di belakang kastel, kebun sayur, dan lainnya.
Salah satu korban sempat melarikan diri dan menceritakannya kepada pihak berwenang tentang apa yang terjadi di kastel tersebut.
Baca: Harga Rumah Subsidi Naik Mulai Bulan Februari 2019, Daftar Daerah Dengan Usulan Kenaikan Tinggi
Baca: Disebut Kode Keras! Terungkap Maksud Rombongan Dubes Uni Eropa Kunjungi Markas BPN Prabowo Sandi
Raja Mátyás dari Hongaria pun memerintahkan sepupu Elizabeth sendiri, György Thurzo, Gubernur Provinsi untuk menyelidiki laporan tersebut.
Pada 30 Desember 1610, mereka mendatangi kastil dan melihat pemandangan yang mengerikan.
Di ruang utama, mereka menemukan seorang gadis yang telah mati dalam kondisi kehabisan darah.
Sedangkan yang masih hidup, pada tubuhnya terdapat lubang tusukan benda tajam.
Di ruang bawah tanah, mereka juga menemukan beberapa gadis yang masih hidup, dan beberapa di antaranya telah ditikam beberapa kali.
Sedangkan di bawah kastil, mereka menemukan sekitar 50 gadis yang telah meninggal.
Elizabeth mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah dan menolak untuk muncul dalam persidangan.
Dalam sidang tersebut, Johannes Ujvary, major-domo, bersaksi bahwa sekitar 37 gadis yang belum menikah telah terbunuh, sedangkan enam di antaranya secara pribadi direkrut untuk bekerja di kastel.