Ornamen menyerupai salib di titik nol kilometer depan Balai Kota Solo itu dicat lagi. Sebelumnya, itu menuai protes sekelompok orang.
TRIBUNJAMBI.COM, SOLO - Ornamen yang dinilai menyerupai salib di jalan protokol depan Balai Kota Solo akhirnya diubah.
Pemerintah Kota Solo mengubah mosaik nol kilometer di Jalan Jenderal Sudirman Solo, setelah aksi protes dari beberapa elemen umat Islam pada Jumat (18/1/2019).
Ornamen menyerupai salib di titik nol kilometer itu dicat lagi.
"Semua masukan saya terima dan nanti saya sampaikan ke Wali Kota dan akan ada rapat untuk membahas ini," kata Wakil Wali Kota Solo, Achmad Purnomo, Jumat (18/1/2019).
Wawali menyatakan mediasi yang difasilitasi oleh FKUB dan MUI sudah dilakukan sejak kemarin.
"Dari pertemuan sudah dijelaskan bahwa sejak awal tidak ada maksud bahwa ini adalah salib, karena menurut pendesain ini adalah gambar delapan mata angin," kata dia.
Wawali menegaskan Pemkot Solo siap mengubah mosaik depan Balai Kota Solo.
"Solusinya kan mudah yakni dengan mengganti warna merah, sudah selesai, jadi seperti bunga," terangnya.
Baca Juga:
Skor Hasil Debat Capres 2019, Ini Data Statistik yang Bikin Prabowo Ungguli Jokowi
Abu Bakar Baasyir Bebas, Begini Pernyataan Pertamanya, Ini yang Akan Ia Lakukan Setelah Keluar
Pasca Debat Pilpres 2019, Jokowi Sebut Anaknya Tak Lulus CPNS, Ternyata Segini Nilai Kahiyang Ayu
Daftar Lowongan Kerja BUMN yang Buka Pendaftaran Januari 2019, Ini Link dan Syaratnya
Disinggung mengenai perubahan desain, Achmad Purnomo mengatakan menunggu hasil koordinasi lanjutan.
"Sementara dicat dulu, itu sudah menghilangkan kesan salib, jadi kaya bunga kok," kata dia.
"Oleh perencana, meskipun belum ada keputusan resmi, untuk sementara simbol yang dianggap seperti salib itu dihilangkan dengan cara dicat," kata Wakil Wali Kota Surakarta Achmad Purnomo usai menemui para pendemo tolak salibisasi Kota Solo di lokasi tersebut.
Ia mengatakan anggapan para pendemo mengenai salibisasi tersebut salah, apalagi jika hal itu dihubungkan dengan sikap Pemerintah Kota Surakarta.
"Ini murni direncanakan oleh perencana yang teken kontrak. Bahkan Wali Kota (F.X. Hadi Rudyatmo) mengatakan kalau ini merupakan simbol salib maka yang seharusnya marah pertama kali itu dia, simbol yang saya agung-agungkan diinjak dan dikotori setiap hari', itu yang dia katakan," kata Purnomo.