Surat Terbuka Kepada Adikku Gustika Yusuf Hatta
Oleh Miftah N. Sabri
Selamat Malam Gustika sayang, perkenalkan namaku Miftah Sabri. Aku juga cucu dari Drs. Muhammad Hatta, Proklamator Republik Indonesia. Meskipun kita sama-sama cucu, tapi kita belum pernah bertemu.
Gustika jangan kaget bahwa aku cucu dari anak Bung Hatta yang mana. Karena anak beliau itu ada banyak, bukan hanya Ibumu Halida Hatta, atau Tantemu Gemala dan Mutia. Banyak anak-anak Bung Hatta yang lain. Tidak berbilang jumlahnya.
Tak perlu kujelaskan aku putera dari anak Bung Hatta yang mana. Pun tak pula kulekatkan nama Hatta di belakang namaku. Karena Datuk selalu ada di dalam hatiku. Sebab nanti engkau akan mengerti sendiri seiring dengan berjalannya waktu. Di saat tubuhmu disapa usia dan engkau semakin dewasa dengan pengalaman hidup.
Apalah arti sebuah nama. Jika mawar itu bukan mawar namanya, dia tetap juga setangkai bunga.
Tapi tidak mengapa. Tuhan selalu menciptakan sebab untuk sebuah pertemuan. Mudah-mudahan kita bisa bertemu setelah tulisan ini. Bertemunya dua orang cucu dari satu datuk yang sama setelah tidak pernah saling mengenal sebelumnya.
Biar sedikit lebih enak, ada baiknya kita berkenalan dulu. Kata orang di kampung kita di Bukitinggi sana. Tak kenal maka tak sayang tak sayang maka tak cinta.
Mungkin yang Gustika sayang tahu, anak Datuk kita cuma tiga. Ibumu dan dua tantemu. Ada sejarah yang hilang yang Gustika mungkin perlu selusuri lagi. Bahwa, jauh sebelum menikah dengan Ibunya Ibumu. Bung Hatta sudah terlebih dahulu mengikat janji setia dengan perempuan lain. Dialah Nenekku. Ibu pertiwi namanya.
Setelah Ibu pertiwi ini merdeka, barulah datukmu yang juga datukku itu menikah dengan Eyang Rahmi di Megamendung. Jadi Eyang Rahmi adalah perempuan kedua dalam hidup Datuk kita.
Bahkan pernikahan dengan Eyang Rahmi didahului "Sumpah Hatta", sebuah ikrar bahwa tak akan menikah sebelum Ibu Pertiwi merdeka. Sumpah itu dilaksanakannya. Datuk menikahi nenekmu, cinta keduanya.
Sementara Nenekku, adalah cinta pertamanya. Tapi tidak mengapa. Itu memang takdir yang harus kita jalani. Jodoh. Rejeki. Maut ada di tangan Tuhan.
Saking banyaknya anak Datuk dari Ibu pertiwi ini, kita sampai sampai tak bisa lagi kenal satu sama lain. Semoga kita bisa ketemu suatu saat dan salong berbincang. Membagi kenangan kita masing-masing tentang Datuk yang kita cintai. Apa saja cerita ibumu tentang Datuk dan apa pula cerita Ibuku tentang Datuk.
***
Gustika Sayang, baiklah, aku perkenalkan diriku. Supaya engkau bisa menyayangiku. Tak kenal maka tak sayang dan tak sayang maka tak cinta, kata orang di kampung kita.
Jika sudah kenal dan sayang, mungkin engkau akan rileks membacanya. Sehingga jika ada kritik engkau bisa menerimanya dan tidak marah padaku. Bukankah kritik adalah vitamin kemajuan. Dengan menulis surat ini aku ingin mengkritikmu. Memberimu vitamin sehingga engkau maju.