'Pawai Bisu' Keliling Benteng Kuno Yogyakarta, Tulisan P Swantoro tentang PKI

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

P Swantoro. (capture Penerbit KPG)

TRIBUNJAMBI.COM - Pada 12 April 1985, di rumah Judopawiro di Madukidul, daerah Boyolali, 12 orang tokoh PKI Jawa Tengah menggelar rapat rahasia.

Berikut ini tulisan P Swantoro, penulis, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1966, dengan judul asli Kilasan Kenangan dari Jogja: Seandainja Muljono Tjepat Bertindak…

Hasil kesimpulannya, PKI akan mendesak Presiden untuk mengadakan open-war dengan Malaysia dan kemudian PKI akan melakukan pengacauan dari dalam. Selain itu didesakkan pula, agar buruh tani dipersenjatai dan supaya Indonesia makin merapat dengan RRC. Lagi pula Komunsme supaya disebarluaskan untuk mengubur Pancasila.

Bukan hanya sekali itu tokoh-tokoh PKI mengadakan rapat rahasia. Yang jelas, pada tanggal 17 Mei di rumah Hardjosutomo, lurah Mojosari juga diadakan rapat gelap.

Tetapi betapapun rahasianya, namun ada juga orang luar yang dapat mengetahuinya. Antara Iain polisi Sujoto, yang telah melaporkannya ke Jakarta dalam bulan Mei. Akan tetapi tak terlihat adanya tanggapan. Sebaliknya suasana masyarakat terasa makin memanas.

Baca: Hari-hari Jelang G30S/PKI, Meja-meja Istana Melimpah dengan Segala Macam Hidangan yang Enak

Baca: Letkol Untung dan Persaingannya dengan Benny Moerdani, Terhenti saat G 30S

Baca: Hasil Visum Para Jenderal yang Diculik G 30S/PKI, Tak Ada Cukil Mata atau Potong Kemaluan

Ganyang-mengganyang antara orpol-orpol, ormas-ormas makin menjadi-jadi, persaingan makin meningkat, aks-aksi sepihak dengan segala akibatnya semakin memuncak, kerusuhan makin hebat, khususnya di kota besar seperti Jakarta.

Di awal bulan Agustus 1965 terjadilah peristiwa yang menggemparkan di Jln. Surabaya, yang dikatakan soal perampokan dan mengakibatkan gugurnya pejabat keamanan kepolisian Drs. Fadillah.

Ini bukan peristiwa yang kebetulan, akan tetapi direncanakan. Drs. Fadillah sebagai tokoh pimpinan security dipandang “mengelahui terlalu banyak", sehingga harus diienyapkan. Mungkinkah almarhum juga mengetahui laporan dari Boyolali?

Orang biasa cuma dapat merasa tegangnya suasana. Akan terjadikah sesuatu yang menggocangkan?

Dalam suasana semacam itu, banyak orang prihatin. Di Yogya, orang kalangan “dalam” menanggapinya dengan mengadakan pawai mengelilingi beteng (tembok kuno yang mengelilingi istana).

Tidak dengan drumband sebagaimana umumnya pawai orpol-ormas ditengah-tengah suasana panas itu, melainkan justru dengan tutup-mulut tidak bicara sepatah katapun. Tidak di siang hari, melainkan di malam hari.

Jam 22.00 pawai bergerak istimewanya, justru banyak puteri yang Ikut serta. Dan kita yang menyaksikan turut terdiam.

Penumpasan Gestapu (intisari)

Hingga kini banyak orang yang percaya, bahwa pawai doa mohon selamat dari bencana dengan keliling beteng itulah yang menyebabkan tidak banyak pembunuhan terjadi di kota dan di wilayah Yogya pada zaman Gestapu.

Padahal kalau pemimpin Gestapu Yogya, bekas Major Mulyono, cepat bertindak, ia dan kawan-kawannya pasti dapat menghabisi siapa saja yang dipandang sebagai lawannya. Karena Yogya khususnya dan Jawa Tengah umumnya memang dalam keadaan tidak siaga pada hari-hari sekitar pembentukan “Dewan Revolusi".

Justru keadaan inilah antara lain yang memungkinkan Mulyono dapat mengumumkan pembentukan “Derev". Tanggal 2 Oktober, tanggal mendaratnya DN Aidit di Yogyakarta (ia bertolak dari lapangan terbang Halim jam 1.30 malam dan tiba di Yogya jam 3.00 pagi).

Halaman
12

Berita Terkini