Teroris Tewas Bersandar di Pundak Pramugari, Benny Siapkan 17 Peti Mati, Kopassus Berhasil

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Operasi Woyla oleh Kopassus. (kolase/ist)

TRIBUNJAMBI.COM - Begitu Letnan Satu Achmad Kirang menyergap masuk ke pesawat, pembajak bernama Mahrizal melepaskan tembakan pistol. Peluru bersarang di bagian perut yang tak terlindung rompi anti peluru. Peristiwa itu terjadi saat Kopassus melakukan operasi pembebasan sandera di Pesawat Garuda Woyla, pada Maret 1981.

Letnan Satu Anumerta Achmad Kirang gugur saat operasi pembebasan sandera.

Achmad Kirang merupakan di antara cikal bakal berdirinya Detasemen 81 Kopassus, pasukan 'Super' untuk penangguilangan teror.

Tribunjambi.com mengutip dari berbagai sumber, Achmad Kirang meninggal dunia setelah peluru menembus peluru di perut bagian bawah.

Kirang yang saat itu pangkatnya calon perwira, termasuk satu di antara 35 pasukan Kopassandha (sekarang Kopassus) yang diberangkatkan dari Jakarta menuju bandara Don Muang di Thailand.

Penerbangan 206

Kisah berawal saat pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206, DC-9 Woyla dari Jakarta tujuan Medan dibajak dan dibawa ke Thailand. Para teroris berencana membawa pesawat tersebut ke Libya.

Baca: Secepat Kilat, Operasi Pembebasan Sandera Pembajakan Pesawat oleh Kopassus Buat Media Asing Kagum

Baca: Punya Kemampuan Setara Dengan SAS, Paskhas TNI AU Bungkam Arogansi Pasukan Australia

Baca: Legenda Hantu Putih Kopassus di Kongo 1962, Bikin 3.000 Pemberontak Bersenjata Menyerah

Teroris menuntut uang tebusan dan pembebasan kawan-kawan mereka yang telah tertangkap.

Saat penyerbuan ke dalam pesawat, Achmad Kirang berada di tim hijau. Kirang diikuti Pembantu Letnan Dua Pontas Lumban Tobing.

Tim hijau itu mendobrak pintu pesawat DC-9 Garuda Woyla dan menyergap masuk melalui pintu belakang.

Dua orang yang belum bisa membedakan mana pembajak dan mana penumpang itu dengan gagah berani menyergap masuk.

Penyergapan itu berisiko, karena pembajak sudah siap menghamburkan pelurunya kepada penerobos yang akan membebaskan sandera.

Setelah penyergapan dari pintu utama dilakukan dan anggota teroris satu per satu dilumpuhkan, seorang bintara yang berdiri di atas tangga lipat menekan tombol tangga hidrolik. Tangga itu untuk menurunkan tangga pintu belakang pesawat secara elektrik.

Proses turunnya tangga belakang pesawat yang memakan waktu, memberi kesempatan bagi pembajak yang duduk di bagian belakang kanan pesawat untuk bersiap menembak.

Begitu tangga turun, Achmad Kirang selaku Penyergap-1, diikuti Penyergap-2 Pembantu Letnan Dua Pontas Lumban Tobing, bergerak cepat menaiki anak tangga pesawat untuk menyerbu masuk.

Ketika Achmad Kirang muncul di dalam kabin pesawat, pembajak yang belakangan diketahui bernama Mahrizal melepaskan tembakan pistol ke arahnya.

Kirang terkena tembakan pistol pada bagian perut di atas kemaluan. Bagian itu tidak terlindungi rompi anti peluru.

Prajurit Kopassandha yang penuh pengalaman tempur dan Pemegang Sabuk Hitam Karateka Dan-I itu langsung jatuh tersungkur.

Rompi anti peluru yang dikenakan Kirang bukan yang versi militer, sehingga hanya melindungi bagian badan sampai ke pinggang.

Operasi Woyla oleh Kopassus (ist)

Tak berhenti menembak Kirang, Mahrizal juga menghamburkan peluru untuk Pontas.

Akibatnya, penyergap-2 yang menyusul dibelakang Capa Kirang juga terkena tembakan di dada. Tetapi tembakan itu hanya mengenai rompi anti peluru yang dikenakan.

Pontas hanya mengalami memar di balik rompi anti pelurunya.

Kemudian, Pontas membalas tembakan pembajak yang berada di dekat pramugari itu menggunakan tembakan semi-otomatik H&K MP5 SD-2.

Tembakan itu langsung melumpuhkan teroris.

Teroris itu tersungkur bersandar pada bahu pramugari yang membeku ketakutan di sampingnya.

Baca: Gelar Coffee Morning, Kapolsek Bangko: Polisi dan Wartawan Adalah Mitra

Dalam waktu singkat, pasukan lain yang berada di luar pesawat melakukan evakuasi medik terhadap Kirang yang masih sadar, namun mengalami luka-luka tembak menuju Dearah Persiapan 1.

Pesan Sintong

Dalam briefing terakhir kepada Capa Kirang, Sintong memerintahkan, “Kirang, setelah ketiga pintu terbuka, kamu masuk terakhir. Kalau pembajak ke situ, kamu ndak usah tergesa-gesa.”

Menurut evaluasi Sintong, Kirang terlalu cepat berlari menaiki tangga. Hal itu disebabkan sifat prajurit Komando yang penuh pengalaman tempur itu, sangat agresif.

Ketika masuk, Kirang langsung berhadapan dengan pembajak yang berada di belakang dengan sikap siap menembak.

Firasat gugurnya Achmad Kirang sudah dirasakan rekannya.

Mereka menceritakan Ahmad Kirang sempat menukar rompi antipeluru dengan yang lebih pendek, karena merasa tidak nyaman.

Barangkali, memang sudah menjadi takdirnya gugur di medan laga menjalankan tugas.

Nama Achmad Kirang menjadi pahlawan bagi Kopassus.

Di kampung halamannya, di jantung Kota Mamuju, Sulbar, dibuat Monumen Ahmad Kirang. Ahmad Kirang merupakan prajurit TNI kelahiran Mamuju, kebanggaan Sulbar.

Nama Ahcmad Kirang juga diabadikan menjadi lapangan tempat latihan Sat-81 Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur.

Kronologi proses pembebeasan

Pada 29 Maret, 35 anggota Kopassandha meninggalkan Indonesia menggunakan pesawat DC-10 yang disewa. Tujuan mereka ke Bandara Don Muag di Thailand.

Pasukan itu mengemban misi khusus untuk melumpuhkan para teroris yang menyandera 36 penumpang pesawat DC-9 Woyla.

Para anggota pasukan elite TNI ini hanya mengenakan pakaian sipil.

Tujuan penggunaan pesawat DC-10 karena terdapat kemungkinan bahwa pelaku akan menerbangkan pesawat tersebut sampai ke Libya.

Sampai di Thailand persiapan dilakukan.

Latihan terakhir telah usai.

Ketua tim Operasi Letkol Sintong Panjaitan sempat "menipu" anak buahnya sebelum operasi digelar.

Berpura-pura operasi gagal, Sintong meminta semua anak buahnya tidur.

Ini semata-mata dilakukannya agar anak buahnya cukup istirahat dan segar saat melakukan operasi berbahaya ini.

Dan waktunya tiba. Pada tengah malam, 31 Maret sekira pukul 02.30, seluruh pasukan dibangunkan.

Prajurit bersenjata itu mendekati pesawat.

Berpakaian loreng dan mengenakan baret merah kebanggaan Kopassus, mereka telah siap tempur.

Sebagian pasukan menyandang senapan serbu H&K MP5 SD-2 kaliber 9 Mm. Para tentara Kopassus ini siap menyergap teroris.

Pelaku penyanderaan telah teridentifikasi, ada enam orang.

Belakangan, identitas mereka diketahui. Yaitu Abdullah Mulyono, Wendy Mohammad Zein, Zulfikar, Mahrizal dan Abu Sofyan. Kelimanya tewas ditembak mati saat operasi.

Tim telah dibagi. Ada tim merah, tim biru dan tim hijau.

Mereka merencanakan agar Tim Merah dan Tim Biru memanjat ke sayap pesawat dan menunggu di pintu samping.

Tim Hijau akan masuk lewat pintu belakang.

Semua tim akan masuk ketika kode diberikan.

Lettu Anumerta Achmad Kirang, Prajurit Kopassandha yang gugur pada Operasi Woyla (intisari)

Pada pukul 02.43, tim Komando Angkatan Udara Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu di landasan agar tidak ada teroris yang lolos.

Kode untuk masuk diberikan, ketiga tim masuk, dengan Tim Hijau

Mahrizal menembak dan mengenai Achmad Kirang, seorang anggota Tim Hijau.

Sepertinya, Mahrizal merupakan teroris yang paling keras memberikan perlawanan. Selain menembak Achmad Kirang. Tembakan Mahrizal juga mengenai rekan Ahmad Kirang.

Pasukan Komando segera membalas. Mahrizal tewas di dekat pramugari.

Aksi tim biru dan tim merah juga mendapat perlawanan.

Di dalam pesawat tim bertemu dengan Zulfikar, teroris yang sempat melemparkan granat. Beruntung, granat tersebut tak meledak karena saat dilemparkan pin pemicunya belum dibuka secara sempurna.

Lalu anggota tim menembak dan melukainya sebelum dia sempat keluar.

Sementara itu, Abdullah Mulyono sempat berusaha merebut senjata anggota Kopassus.

Namun upaya tersebut tidak berhasil, pelaku teror ini ditendang keluar pesawat dan lansung disambut rentetan peluru pasukan Komando yang telah disiagakan di luar pesawat.

Nasib serupa, tertembus peluru, juga dialami Wendy Mohammad Zein. Dia berhasil dilumpuhkan ditembak di dekat pintu darurat.

Para penumpang kemudian disuruh keluar.

Namun, satu diantara pelaku yang bernama Abu Sofyan juga turut turun dengan berpura-pura sebagai penumpang.

Abu Sofyan teridentifikasi setelah penumpang yang mengenalinya memberikan kode kepada pasukan Komando yang berada di landasan.

Abu Sofyan yang berlari menjauhi pesawat langsung ditembak.

Imran bin Muhammad Zein, pimpinan teroris, selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut. Dia ditangkap Kopassus.

Tim medis kemudian datang untuk menyelamatkan pilot pesawat DC-9 Woyla, Kapten Herman Rante, yang ditembak teroris dalam serangan tersebut.

Dalam aksi kilat tiga menit tersebut, Calon Perwira Achmad Kirang juga mesti gugur mengorbankan nyawanya demi keselamatan para penumpang.

Sedangkan pilot pesawat Garuda Kapten Herman Rante meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah kejadian tersebut.

Kedua korban peristiwa terorisme ini kemudian dimakamkan di TMP Kalibata.

Usai operasi yang mencengangkan dunia tersebut, para anggota yang terlibat dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat. Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi terebut dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara anumerta.

Operasi pembebasan sandera DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia. Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini. Lima orang pembajak berhasil ditembak mati.

Operasi pada 31 Maret 1981 itu hanya berlangsung tiga menit.

Keberhasilan ini membuat dunia tercengang karena tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.

17 peti mati

Belakangan terungkap, tak cuma negara lain yang ragu dengan peluang keberhasilan operasi.

Kepala Operasi, Letjen Benny Moerdani, pun memperkirakan keberhasilan timnya hanya 50:50.

Benny ternyata menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu.

Sniper SAS dan Benny Moerdani (Kolase/Ist)

Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.

Perkiraan ternyata meleset, karena usai operasi hanya dibutuhkan lima peti jenazah, itupun diperuntukkan bagi para pelaku teror.

Tulisan ini dikutip dari buku Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, penulis Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009.

Baca: Misi Top Secret Seorang Anggota Kopassus, Pernah Diminta Sembunyikan Istri Panglima Musuh

Baca: 5 Anggota Kopassus Nekat Vs Ratusan Pemberontak di Pekanbaru, Benny Tipu Pakai Radio dan Mustang

Baca: Pasukan Belanda Pilih Mundur, Kopaska Bawa Alat Kontrasepsi saat Operasi Trikora

Berita Terkini