Belum sempat mengetahui apa yang sedang terjadi di situ, tiba-tiba dia dikejutkan teriakan tentara berseragam loreng dan berbaret merah yang berusaha mencegatnya.
"Turun! Lempar senjata dan angkat tangan!"
Sukitman, yang waktu itu baru berusia 22 tahun, kaget dan lemas. Dia segera melakukan apa yang diperintahkan tanpa bisa menolak.
Di bawah ancaman senjata di kiri-kanan, Sukitman kemudian diseret. Dia dilemparkan ke dalam truk dalam keadaan tangan terikat dan mata tertutup.
"Tapi, saya tetap masih belum bisa menduga apa yang terjadi," katanya, mengenang peristiwa menakutkan itu.
Menurut perasaannya, dalam truk itu Sukitman ditempatkan di samping sopir.
Dengan mengandalkan daya ingatan, Sukitman berusaha mencari tahu ke mana dia akan dibawa. Begitu dari Cawang belok ke kanan, Sukitman mulai kehilangan orientasi. Berbagai perasaan berkecamuk di dadanya.
"Pokoknya, saya pasrah kepada Tuhan sambil berdoa," katanya.
Menjadi saksi
Entah di mana, akhirnya kendaraan yang membawa Sukitman berhenti. Dia diturunkan dan tutup matanya dibuka.
"Tentu saja saya jalangjang-jalongjong, karena dari keadaan gelap saya langsung dihadapkan kepada terang," tuturnya.
Pada waktu itu, dia mendengar orang bicara.
"Yani wis dipateni" yang dalam Bahasa Indonesia artinya "Yani sudah dibunuh"
Tak lama kemudian, seorang tentara yang menghampiri Sukitman. Dia mengetahui bahwa sanderanya itu seorang polisi dan segera menyeret Sukitman ke dalam tenda.
Baca: KPU Kota Jambi sudah Terima Klarifikasi dari PKB, Keputusan untuk 2 Bacaleg
Tentara tersebut segera melapor kepada atasannya. "Pengawal Jenderal Panjaitan ditawan."