TRIBUNJAMBI.COM - Selain pasukan khusus angkatan daratnya, Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga miliki satuan khusus dari TNI angkatan lautnya.
Mereka adalah Komando Pasukan Katak (Kopaska).
Aksi Komando Pasukan Katak atau Kopaska saat Operasi Trikora untuk merebut Irian Barat (Papua) dari tangan Belanda, cukup beragam.
Saat itu, pasukan khusus Indonesia, seperti Komando Pasukan Gerak Tjepat AURI, RPKAD (TNI AD) dan Kopaska (TNI AL) dikerahkan.
Pasukan khusus itu melakukan misi penyusupan, sabotase, intelijen, dan melancarkan perang secara gerilya.
Ada cerita menarik tentang usaha peledakan yang dilakukan Kopaska, seperti dituliskan di buku Kopaska Spesialis Pertempuran Laut Khusus, TNI AL, 2012).
Peristiwa itu terjadi pada 1962, ketika pemerintah RI melancarkan operasi militer bersandi Operasi Trikora.
Saat itu, semua kekuatan militer yang dimiliki oleh Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI/TNI) dikerahkan.
Baca: Beda Jumlah Barang Bukti dan Peran, Beda Tuntutan Terhadap Empat Terdakwa Narkotika Ini
Baca: Kisah TNI Bujuk Idjon Djanbi, Tentara Belanda yang Jadi Sosok Pembentuk Kopassus TNI yang Sangar
Baca: Persempit Defisit Transaksi Berjalan, Ini Paket yang Disiapkan Pemerintah dan BI
Pasukan Kopaska, meski menjadi ujung tombak dalam pertempuran di laut ternyata, menjadi pasukan yang paling akhir dikirimkan ketika APRI akan melancarkan serangan besar-besaran. Operasi militer itu bersandi Jayawijaya.
Pasukan Kopaska yang diberangkatkan dari Jakarta ke Surabaya melalui misi sangat rahasia kemudian menuju ke gudang senjata PAL (Penataran Angkatan Laut) untuk mengambil senjata dan bahan peledak serta peralatan khusus lainnya.
Tapi mereka terkejut, karena hampir semua senjata telah digunakan oleh pasukan lain dan sukarelawan, demi melaksanakan operasi tempur Jayawijaya.
Pasukan Kopaska yang memiliki motto Tan Hana Wighna Tan Sirna (Tidak Ada Rintangan yang Tidak Dapat Diatasi) tetap memiliki semangat tempur, tinggi meski hanya berbekal persenjataan yang tersisa.
Persenjataan itu, antara lain senapan laras panjang yang hanya efektif untuk keperluan pertempuran jarak dekat. Seperti Madsen M-50 buatan Denmark.
Baca: Jelang Pemilu 2019, Sekda Bungo: ASN Harus Netral, Jangan Ikut yang Dilarang
Baca: Tak Terdampak Kemarau, Sistem Irigasi Selamatkan Padi Petani Tanjab Timur
Baca: Deddy Mizwar Jadi Jubir Jokowi-Maruf, Demokrat Tak Mempermasalahkan
Padahal idealnya, personel Kopaska bersenjata senapan serbu AK-47 buatan Rusia.
Mengingat demi mendukung Operasi Trikora, APRI telah membeli senapan AK-47 dalam jumlah besar.
Semula personel Kopaska juga kesulitan menemukan alat pemicu bahan peledak di gudang PT PAL, karena telah dibawa oleh pasukan lain.
Tapi beruntung, mereka masih menemukan beberapa gulung kabel firecord yang merupakan kabel berisi bahan peledak berkekuatan tinggi. Itu bisa difungsikan sebagai pemicu bahan peledak.
Dalam misi tempurnya, pasukan Kopaska juga selalu dibekali kondom dalam jumlah banyak.
Apa guna kondom itu?
Ternyata, kondom itu untuk kepentingan membungkus bahan peledak atau detonator yang akan digunakan untuk operasi bawah air (underwater demolition).
Baca: Serbuan 5 Anggota Kopassus Buat Pemberontak Kocar-kacir ke Hutan yang Jumlahnya Capai Ratusan
Baca: Fasha Sampaikan Langsung Kepedulian Warga Jambi untuk Masyarakat Lombok
Baca: Proses Pelaku Perdagangan Kulit Harimau, Polres Merangin Tunggu Intruksi Jaksa
Saat itu, kebetulan setiap personel Kopaska hanya mendapat pembagian kondom dalam jumlah terbatas.
Mereka sudah membayangkan misi peledakan bawah air akan mengalami kesulitan akibat kekurangan kondom itu.
Pada awal Agustus 1962, pasukan Kopaska sudah tiba di Teluk Peleng, Maluku dan bersama pasukan lainnya sudah siap melaksanakan operasi tempur habis-habisan (all out) melawan pasukan Belanda.
Misi tempur mereka bahkan bersifat one way tiket atau siap gugur dalam pertempuran demi bangsa dan negara.
Apalagi, salah satu tugas mereka adalah meledakkan kapal-kapal perang Belanda menggunakan torpedo yang dikendalikan manusia dan merupakan misi berisiko sangat tinggi.
Tapi, pasukan Belanda akhirnya merasa gentar dengan persiapan tempur APRI yang begitu lengkap.
APRI juga mengerahkan pesawat pembom nuklir Tu-16 buatan Rusia.
Akhirnya, Belanda lebih memilih langkah diplomasi dan menyerahkan Irian Barat ke Indonesia melalui PBB pada 15 Agustus 1962.
Semua pasukan APRI pun kemudian ditarik ke Jakarta (Jawa), termasuk pasukan Kopaska yang kemudian kembali ke pangkalan.
Kopaska terus berlatih dan berlatih demi kesiapan menjalankan misi tempur rahasia di mana saja.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM: