TRIBUNJAMBI.COM - Supriyono anggota DPRD Provinsi Jambi terdakwa kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2018, divonis 6 Tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jambi.
Supriyono didakwa dengan Pasal 12 huruf (a) UU No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya jelang sidang vonis majelis hakim pengadilan Tipikor, terdakwa kasus dugaan suap APBD Provinsi Jambi, Supriyono masih tampak tersenyum.
Baca: Alamak, Cincin yang Digunakan Agnez Mo Satu ini Harganya Sedikit Lagi Menyentuh Rp100 Juta
Tiba di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi sekitar pukul 09.00 WIB, dia tampak mengenakan baju putih.
Majelis Hakim yang diketuai Badrun Zaini, Senin (2/7/2018) menjatuhkan vonis berat kepada Supriyono.
Supriyono datang dengan menggunakan mobil tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi dan dikawal ketat tim Brimob Polda Jambi.
Sebelumnya, Supriyono dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp 400 juta, subsider 4 bulan penjara.
Selain itu, Jaksa juga menuntut terdakwa tersebut dengan mencabut hak politiknya, yakni hak untuk dipilih selama lima tahun.
Baca: Link Pengumuman SBMPTN 2018, Catat Jadwalnya! SBMPTN ITB, IPB, UPI dan SBMPTN ITS
"Menjatuhkan pidana 6 tahun, dan denda 400 juta. Apabila terdakwa tidak mampu, akan diganti dengan penjara selama 3 bulan," kata hakim ketua di persidangan.
Selain itu, dia juga dikenakan pidana tambahan berupa sanksi politik. Hal tersebut berdasarkan pasal 18 ayat 1 huruf d UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Pidana tambahan pencabutan hak politik, berupa pencabutan hak dipilih selama 5 tahun, terhitung sejak bebas dari masa tahanan," katanya.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut Supriyono 7 tahun penjara dan denda 400 juta dengan subsider 4 bulan.
Selain itu, Supriyono juga dikenai sanksi politik. Di antaranya, pencabutan seluruh hak-hak tertentu berkaitan dengan jabatan. Selain itu, jaksa juga menuntut pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik.