TRIBUNJAMBI.COM - Gunung Merapi yang pada Jumat (11/5/18) pagi mengalami erupsi freatik.
Meski tak sebahaya letusan di tahun 2010, namun erupsi ini sempat membuat masyarakat di lereng Gunung Merapi cemas.
Pasalnya letusan tersebut disertai dengan suara gemuruh dengan tekanan sedang hingga kuat.
Ditambah, gumpalan asap tebal yang keluar dari kawah dan membumbung setinggi 5.500 meter.
Baca: Sejarah Korps Brimob! Satuan Elit Kepunyaan Polri yang Markas Besarnya Sempat Diduduki Napi Teroris
Namun apakah hal ini lumrah terjadi?
Wajar saja, gunung aktif ini mengeluarkan letusan freatik pada Jumat (11/05/2018) pagi.
Letusan freatik sendiri menunjukkan adanya pemanasan air di bawah permukaan.
Air ini kemudian menjadi uap yang membuat tekanan dan volume uap di dalam gunung meningkat dan menyebabkan letusan yang berupa asap putih.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
Meski begitu, letusan ini tak diperkirakan oleh banyak warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Alasannya adalah tidak ada tanda-tanda erupsi seperti gempa vulkanik yang mendahului fenomena ini.
Ini menjadi tanda tanya besar bagi sebagian masyarakat. Apakah memang lazim letusan freatik Gunung Merapi meski tanpa gempa vulkanik pendahulunya?
Baca: Kota Jambi Diguyur Hujan Lebat Disertai Petir, Sampai Kapan Terjadi? Ini Prakiraan BMKG
Menurut Wiwit Suryanto, ahli geofisika dari Universitas Gadjah Mada (UGM) fenomena letusan freatik tanpa ada tanda-tanda sebelumnya pada gunung berapi merupakan hal yang lazim.
Itu karena hingga saat ini, letusan freatik pada gunung api masih sulit diidentifikasi tanda-tandanya.