Kesukaan Rachmawati Soekarnoputri yang Ubun-ubunnya Ditiup Soekarno, Berikut Fakta Lainnya

Editor: Andreas Eko Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bung Karno, Fatmawati, dan anak-anak mereka

Baca: VIDEO: Petugas Dishub Derek Mobilnya, Ratna Sarumpaet Marah dan Telepon Anies Baswedan

Selain itu, saat Inggit membawa telur sebagai bekal makanan, Soekarno selalu meneliti kulitnya. Ada informasi yang disampaikan Inggit di situ. Satu tusukan peniti berarti “Kabar baik”. Dua tusukan, “Seorang kawan ditangkap”. Tiga tusukan, “Penyergapan besar-besaran. Semua pemimpin ditangkap’’. 

Tangisan pilu orangtua 

Saat ditahan di Penjara Sukamiskin, orangtua Soekarno tak pernah berkunjung. Hal ini dikarenakan mereka tak kuat melihat anaknya berada di balik jeruji besi dan tersiksa. Barulah, saat ingin dibuang ke Ende, Flores, NTT Soekarno bertemu dengan kedua orangtuanya. 

Seperti yang sudah ditebak, tangis kedua orangtua Soekarno langsung pecah. Mereka hampir tak sanggup memandang kondisi Soekarno. Apalagi begitu menyadari anaknya itu akan dibuang ke luar Pulau Jawa. Pertemuan tiga menit itu penuh dengan kesedihan. 

Bahkan hingga 30 tahun kejadian itu berlalu, hati Soekarno selalu tersayat begitu mengingatnya. 

Baca: Mengerikan, Mantan Tentara ini Tewas Setelah Disantap Kadal Peliharaannya Sejak Kecil

Kemalangan pertama 

Saat dibuang ke Ende, ikut bersama Bung Karno adalah istri (Inggit), anak angkatnya, serta ibu mertuanya (Ibu Amsi). Di Ende inilah Ibu Amsi meninggal dunia pada 12 Oktober 1935 karena menderita penyakit arteriosklerosis. 

Ibu Amsi meninggal dunia di atas pangkuan Soekarno. Ia pula yang membawanya ke kuburan. Soekarno membuat sendiri tempat peristirahatan terakhir Ibu Amsi. 

Ia membangun dinding kuburan dengan batu tembok dan memotong serta mengasah batu kali untuk dijadikan nisan. Di pemakaman sederhana yang berada di tengah hutan, Ibu Amsi disemayamkan. 

Baca: Ayudia Gadis Sarolangun yang Pukau Juri di Liga Dangdut Indosiar, Pendukung Sampai Nobar di TBJ

Menurut Soekarno, itu adalah kemalangannya yang pertama dan yang paling berat. 

“Ibu Amsi lebih sederhana daripada anaknya. Ia tidak bisa tulis baca, tapi ia seorang wanita  besar. Aku mencintainya setulus hati,” tutur Soekarno saat menggambarkan Ibu Amsi. 

Menyukai anak-anak 

Halaman
1234

Berita Terkini