Pria dengan Gunungan Sampah Berharap Kantongi Kartu BPJS

Editor: Deddy Rachmawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talang Gulo yang terletak di Jalan Lingkar Selatan, Jambi merupakan pusat pembuangan semua sampah yang ada di Kota Jambi. Sejauh mata memandang, hanya tumpukan sampah menggunung. Aroma khas yang tak sedap pun menyeruak indera penciuman.

Tribun Jambi yang menyambagi lokasi tersebut beberapa waktu lalu, melihat banyak yang menggantungkan hidup di sini. Meski hanya tumpukan sampah yang terlihat, namun ada rezeki yang bisa digali disana. Satu di antaranya, Faturrahman (41) operator alat berat jenis Buldozer yang telah menjalankan pekerjaan di sini selama kurang lebih 4 tahun.

Dengan piawai ia mengoperasikan alat berat itu mendorong tumpukan sampah ke bagian kosong. Lalat-lalat yang berterbangan di sekitar tampak akrab dengannya.

"Saya dulunya pernah bekerja sebagai operator alat berat juga di suatu perusahaan, tetapi hanya dua tahun. Makanya bisa mengoperasikan dozer ini," ujar pria berkaos biru itu.

Ia menceritakan pengalaman pertamanya yang dahulu ternyata juga tak tahan dengan bau sampah tersebut, bahkan sampai memakai penutup hidung (masker) agar tidak kebauan. Tapi, kini bau tersebut seakan parfum baginya.

"Keseharian di atas sampah, jelas dekat dengan penyakit, tapi itu resiko dari setiap pekerjaan yang dijalankan, termasuk bau sampah, itu juga resiko. Lama-lama jadi terbiasa" ujar Ayah dua orang anak tersebut sambil tertawa kepada Tribun.

Ia tak pernah merasa malu dengan statusnya ini. "Yang penting kita tidak mengemis dan mencuri. Pekerjaan saya ini kan halal, kenapa mesti malu?" katanya.

Saat ini yang paling ia keluhkan adalah masalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang tak kunjung berada ditangannya. "Seharusnya kami para pekerja disini memegang kartu BPJS dari kantor, tapi sampai sekarang gak pernah lihat bagaimana bentuk kartu itu. Kalau kami sakit bagaimana? Kalau ada kartu itu kan kami bisa langsung berobat," lanjutnya.

Sempat bercerita pula disela-sela pekerjaannya, kala itu Wali Kota Jambi pernah meninjau TPA dan mengatakan kalau TPA butuh penambahan alat berat, dan akan diusahakan dalam waktu dekat. "Sampe sekarang ga muncul-muncul janji pak wako," katanya.

Istrinya (Sumina) sempat marah dengan profesi yang dilakoninya kerap menimbulkan bau yang tak sedap. "Dulu sering dimarahi istri pas pulang, malah disuruh berhenti, tapi seiring waktu ia mengerti dengan pekerjaan saya" katanya.

Lanjut, ia mengatakan kalau penghasilan Rp 75 Ribu perhari tak sebanding dengan resiko yang dihadapi. Tetapi walau begitu ia tetap mensyukuri dan berusaha professional dalam bekerja.

"Kalau dihitung-hitung ya mana cukup, harus membayar uang sekolah anak, tapi mau bagaimana lagi, namanya hidup harus dijalani, kalau gak dilakukan, kita gak makan," lanjutnya.

Untuk membiayai anak laki-laki tertuanya (Putra) yang kini duduk dibangku empat SD dengan upah tersebut bukanlah hal yang ringan, terkadang istrinya pun meminta uang belanja mingguan yang harus dipenuhinya.
"Agak susah kalau sekarang untuk memberi uang mingguan kepada istri, kalau dulu ya enak, karena penghasilan lumayan besar," katanya.

Jam kerja selama 8 jam di TPA harus terus ia lakukan, mengingat keluarga yang harus ia hidupi.

"Saya kerja dari jam 7 sampai jam 12, istirahat selama satu jam, lalu lanjut lagi kerja sampai jam 4 sore," lanjut Fatur.
Lembur pun ia lakukan ketika volume sampah Kota Jambi membludak. "Apalagi pas Idul Fitri, kami harus lembur sampe jam 4 subuh," kata Fatur yang tinggal di Talang Gulo tersebut.

Saat ini tak terfikir lagi olehnnya untuk pindah atau mencari pekerjaan yang lebih baik, ia sudah merasa nyaman dengan pekerjaan yang dianggapnya masih menjadi masalah di Kota Jambi, yakni petugas kebersihan sampah TPA Talang Gulo.

"Yang paling penting saat ini adalah keluarga. Bersyukur saja atau apa yang dipunya saat ini, anak-anak bisa sekolah, dan keluarga gak kelaparan," tegas Fatur sambil tersenyum. (rian aidilfi afriandi)

Tags:

Berita Terkini