Advertorial
Keamarahan Warga Pemayung : Jalan Khusus Bukan Lagi Opsi Tapi Kebutuhan
Kemarahan warga Pemayung, Kabupaten Batanghari, yang meledak akibat kemacetan panjang truk batu bara yang melintasi jalan umum kemaren malam
Keamarahan Warga Pemayung : Jalan Khusus Bukan Lagi Opsi Tapi Kebutuhan
Oleh: Martayadi Tajuddin
(Pengamat Kebijakan Publik, Infrastruktur, dan Pembangunan Berkelanjutan, Alumni Teknik Arsitektur Instititut Teknologi Bandung (ITB)
Kemarahan warga Pemayung, Kabupaten Batanghari, yang meledak akibat kemacetan panjang truk batu bara yang melintasi jalan umum kemaren malam, bukan sekadar reaksi emosional sesaat. Insiden yang viral di media sosial ini sesungguhnya menjadi cermin tajam dari problematika infrastruktur yang sudah lama terabaikan dan menumpuk.
Video dan keluhan yang tersebar luas di berbagai platform daring bukan hanya mengungkap kemarahan, tapi juga menunjukkan betapa parahnya dampak penggunaan jalan umum oleh angkutan batu bara bagi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kemacetan panjang yang terjadi bukan hanya menghambat mobilitas warga, tapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Setiap jam yang hilang di jalan berarti waktu produktif yang lenyap, biaya bahan bakar kendaraan yang membengkak, serta potensi kerusakan kendaraan pribadi yang semakin cepat (PUPR, 2023).
Studi manajemen transportasi mengungkapkan bahwa kemacetan dapat mengurangi efisiensi ekonomi daerah hingga puluhan persen apabila dibiarkan berlarut-larut (Button, 2010).
Dari aspek sosial, kemacetan ini mengganggu layanan pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar masyarakat. Anak-anak terlambat sampai sekolah, tenaga medis sulit menjangkau pasien, dan aktivitas harian masyarakat terhambat oleh antrean panjang truk tambang. Selain itu, polusi dan kebisingan yang terus menerus memperburuk kualitas hidup warga (WHO, 2018; Studi Lingkungan Jambi, 2022).
Risiko penggunaan jalur sungai sebagai alternatif angkutan batu bara juga tak kalah serius. Fluktuasi tinggi muka air sungai Batanghari menyebabkan navigasi tongkang menjadi berbahaya.
Insiden menabraknya tiang jembatan yang dilaporkan oleh Badan Pengelolaan Sungai Batanghari menambah dimensi risiko kecelakaan yang dapat berujung pada kerusakan infrastruktur publik dan dampak lingkungan yang luas (BPSB, 2023).
Secara akademis, teori infrastruktur mengingatkan bahwa kelebihan beban kendaraan secara terus-menerus pada jalan umum mempercepat degradasi fisik jalan hingga 3-4 kali lebih cepat dibandingkan standar perencanaan (Hudson et al., 2010).
Selain itu, prinsip keseimbangan antara fungsi sosial dan ekonomi jalan menegaskan perlunya pemisahan jalur untuk kendaraan berat industri agar jalan umum tetap dapat berfungsi optimal untuk layanan masyarakat luas (Button, 2010).
Solusi nyata dan strategis atas permasalahan ini adalah pembangunan jalan khusus angkutan batu bara, yang saat ini tengah dalam proses konstruksi. Jalan khusus ini dirancang untuk menanggung beban berat truk tambang secara optimal dan meminimalisir gangguan terhadap aktivitas masyarakat (PUPR, 2023).
Namun, anehnya, di tengah kebutuhan mendesak tersebut, muncul penolakan dari kelompok tertentu yang berusaha menggagalkan proyek ini dengan mempengaruhi opini publik.
Masyarakat Jambi harus kritis, jernih dan bijak menyikapi dinamika ini. Dukungan penuh terhadap jalan khusus bukanlah bentuk ‘marginalisasi industri’, melainkan dukungan terhadap keadilan sosial dan keberlanjutan infrastruktur. Jalan khusus adalah hak publik agar fungsi jalan umum kembali pada tempatnya sebagai ruang milik rakyat, bukan medan tempur logistik tambang.