Advertorial
Kisah Titien Suprihatien, Guru yang Menyulap Kelas Jadi Laboratorium Hidup
Di bawah bimbingan Titien, pelajaran sains di SMPN 11 Batanghari berkembang menjadi program kewirausahaan berbasis IPA
Penulis: tribunjambi | Editor: Suci Rahayu PK
Di sebuah ruang kelas sederhana di SMPN 11 Batanghari, aroma serbuk kayu basah dan udara lembap memenuhi ruangan. Di sudut ruangan, barisan baglog jamur tiram tersusun rapi di rak-rak bambu.
Di sinilah, di tengah aroma khas pertumbuhan jamur dan riuh tawa siswa yang sedang mencatat hasil pengamatan, Titien Suprihatien menyalakan semangat belajar sains yang tak biasa.
“Anak-anak harus mengalami sendiri, bagaimana teori-teori bisa mereka buktikan,” ujar Titien pelan, matanya menyapu ruang kelas yang kini lebih mirip laboratorium kecil ketimbang ruang belajar biasa.
Guru yang telah mengajar selama lebih dari dua dekade ini merupakan lulusan Pendidikan Kimia Universitas Jambi ini dan juga tengah menuntaskan Magister di kampus yang sama.
Sejak menjadi guru bantu pada 2002 hingga diangkat menjadi PNS pada 2007, ia terus mencari cara agar sains tidak hanya berhenti di buku teks. Ia ingin murid-muridnya merasakan IPA—bukan sekadar menghafal rumusnya.
Baca juga: Tim Mahasiswa Teknik Pertambangan UNJA Borong 7 Piala Ajang Nasional di USK
Baca juga: Sosok Pratu Johari Alfarizi Tewas Patah Leher Usai Jatuh dari Tank 4 Meter, Anak Guru Aswita
Dari Reaksi Kimia ke Produk Bernilai Ekonomi
Di bawah bimbingan Titien, pelajaran sains di SMPN 11 Batanghari berkembang menjadi program kewirausahaan berbasis IPA. Siswa tak sekadar belajar teori reaksi kimia, tetapi langsung mempraktikkannya dalam pembuatan sabun cuci piring, deterjen cair, sabun mandi, hingga lulur bidara.
Dari kelas IPA, lahirlah produk-produk rumah tangga yang kini menjadi sumber pendapatan tambahan bagi sekolah dan masyarakat sekitar.
Puncaknya, lahir “Kelas Jamur” — sebuah ruang belajar yang sekaligus menjadi pusat agribisnis mini.
Melalui budidaya jamur tiram, siswa belajar biologi dan ekosistem sekaligus memahami siklus produksi, pemasaran, dan pengelolaan hasil panen. Setiap baglog jamur menjadi sarana belajar IPA yang hidup, sekaligus peluang ekonomi yang nyata.
“Ketika jamur tumbuh, anak-anak tidak sekedar melihat hasil percobaan, tetapi jauh lebih mendalam karena ini adalah bukti nyata kerja keras mereka sendiri. Hasil panennya dijual, sebagian untuk keberlanjutan project rumah jamur, selebihnya akan digunakan untuk keseruan lain yang menunggu di pembelajaran berikutnya. Mereka belajar sains dan bisnis sekaligus,” kata Titien dengan senyum bangga.
Berkat pendekatan itu, SMPN 11 Batanghari kini dikenal sebagai sekolah yang “menyala” — tempat sains, kreativitas, dan kewirausahaan bertemu. Sekolah ini menjadi wadah anak-anak belajar tidak hanya untuk lulus ujian, tetapi juga untuk hidup mandiri di masa depan.
Kelas yang Hidup, Sains yang Berdenyut
Suasana kelas Titien jauh dari kesan rapi dan hening. Meja-meja sering dipenuhi bahan praktik: botol bekas, kertas laporan, wadah fermentasi, hingga alat pengaduk sederhana.
Namun justru di tengah “kerapian yang kacau” itulah pembelajaran sejati terjadi. Anak-anak bergerak aktif, berdiskusi, mencatat, bereksperimen, dan sesekali bersorak ketika hasil percobaan mereka berhasil.