Berita Internasional

Hamas Tolak Kehadiran IDF di Gaza, Proposal Gencatan Senjata Israel Dapat Penolakan

Berakhirnya konflik berkepanjangan di Jalur Gaza kembali mencuat setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu siap negosiasi dengan Hamas.

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
KOMPAS.COM
GENCATAN SENJATA. Harapan menuju berakhirnya konflik berkepanjangan di Jalur Gaza kembali mencuat setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu siap negosiasi dengan Hamas. 

TRIBUNJAMBI.COM - Harapan menuju berakhirnya konflik berkepanjangan di Jalur Gaza kembali mencuat setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu siap negosiasi dengan Hamas

Pernyataan ini disampaikan Netanyahu usai pertemuan diplomatik tingkat tinggi dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang berlangsung pada Senin (7/7/2025) di Gedung Putih, Washington D.C.

Kesiapan Israel untuk bernegosiasi dengan Hamas menjadi sinyal paling jelas sejauh ini bahwa pemerintah Netanyahu tengah mempertimbangkan jalur politik untuk mengakhiri perang berdarah yang telah berlangsung selama 21 bulan terakhir. Namun, sikap melunak tersebut disertai dengan syarat yang sangat spesifik.

Netanyahu menegaskan bahwa Hamas harus terlebih dahulu meletakkan senjata dan mengakhiri cengkeramannya atas wilayah Gaza sebagai prasyarat utama tercapainya gencatan senjata permanen. 

Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, Israel menyatakan tidak akan ragu melanjutkan operasi militer.

Peran Amerika Serikat dan Negosiasi Tak Langsung


Pertemuan antara Netanyahu dan Presiden Trump difokuskan pada pencarian jalan keluar diplomatik dari konflik Gaza, termasuk wacana gencatan senjata selama 60 hari sebagai langkah awal.

 Menurut laporan dari The New Arab, negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas sejauh ini telah difasilitasi di Qatar.

Hamas sendiri telah menyatakan kesediaannya untuk membebaskan 10 dari 20 tawanan yang masih hidup di Gaza, sebagai bagian dari rencana awal pertukaran.

 Saat ini, diperkirakan hanya sekitar 50 dari 251 orang yang pernah ditawan oleh Hamas masih berada di Gaza, termasuk 27 orang yang telah dinyatakan tewas oleh militer Israel.

Perdebatan Utama

Beberapa poin krusial yang masih menjadi bahan perdebatan dalam proses perundingan meliputi:

Tuntutan Hamas atas jaminan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza tanpa hambatan,

Penarikan militer Israel secara penuh dari wilayah Gaza,

Jaminan internasional untuk perdamaian abadi di kawasan tersebut.

Kelompok Hamas menyatakan bahwa mereka tidak akan menyepakati gencatan senjata kecuali terdapat jaminan nyata terhadap perdamaian jangka panjang, yang meliputi perlindungan politik dan teritorial bagi warga Palestina di Gaza.

Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, mengonfirmasi bahwa negosiasi telah mengalami kemajuan, namun mengakui bahwa masih terdapat “masalah-masalah rumit” yang memerlukan waktu untuk diselesaikan. Menurutnya, “beberapa hari ke depan” akan sangat menentukan arah pembicaraan.

Ia menjelaskan bahwa skema awal mencakup pembebasan delapan sandera, kemudian dua sandera lagi pada hari ke-50 dari periode gencatan senjata

Di samping itu, 18 jenazah sandera juga akan diserahkan kepada pihak Israel.

Saar juga menyebut bahwa Israel terbuka untuk mendiskusikan gencatan senjata jangka panjang, namun belum ada titik temu mengenai jumlah tahanan Palestina yang akan dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan.

Yang paling menjadi sorotan adalah soal kontrol pascaperang atas Gaza. Pemerintah Israel ingin memastikan bahwa Hamas tidak lagi memiliki kekuasaan militer atau politik di wilayah tersebut. 

Bahkan, Israel dikabarkan bersedia memberikan jalan pengasingan yang aman bagi para pemimpin Hamas, bila diperlukan, sebagai bagian dari kompromi menuju penyelesaian konflik.


Meski pernyataan publik Netanyahu menunjukkan keterbukaan terhadap negosiasi, briefing internal yang diperoleh Sky News menyiratkan nuansa berbeda. 

Dalam pengarahan latar belakang yang dilakukan pemerintah Israel pada Rabu (9/7/2025), disebutkan bahwa meski ada harapan gencatan senjata sementara selama 60 hari, prospek gencatan senjata permanen masih dinilai kecil.

Dalam dokumen internal tersebut disebutkan, “Kita akan memulai negosiasi penyelesaian permanen. Tapi apakah kita akan mencapainya? Memang diragukan, tapi Hamas tidak akan ada di sana.”

Beberapa pejabat Israel juga menegaskan bahwa IDF (Pasukan Pertahanan Israel) akan tetap ditempatkan di sejumlah titik di Gaza selama periode gencatan senjata.

 Proposal ini telah disampaikan dalam bentuk peta penempatan ulang pasukan kepada Hamas, namun ditolak mentah-mentah oleh delegasi Hamas maupun utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.

Witkoff menilai proposal Israel terlalu condong pada pandangan sayap kanan ekstrem, khususnya terkait pengaruh dari Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang selama ini dikenal mendorong pendudukan total wilayah Palestina.


Pernyataan melunak dari Netanyahu tentang kesiapan negosiasi telah memberikan secercah harapan bagi masyarakat internasional yang mendambakan akhir dari perang berkepanjangan di Gaza. 

Namun, syarat-syarat keras yang diajukan Israel, ditambah keengganan Hamas untuk menyerahkan kendali penuh tanpa jaminan politik, masih menjadi batu sandungan besar.

Dengan posisi masing-masing pihak yang masih berjauhan, proses menuju gencatan senjata permanen tampaknya akan menjadi perundingan yang panjang, penuh tekanan diplomatik, dan bergantung pada intervensi negara-negara kunci seperti Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir.

Situasi saat ini memperlihatkan bahwa keinginan damai memang mulai dibicarakan secara terbuka, namun realisasi konkret dari perdamaian tersebut masih jauh dari pasti. Sampai saat ini, perang masih berlangsung, dan nasib ratusan ribu warga sipil Gaza tetap berada dalam bayang-bayang krisis kemanusiaan.

(Tribunjambi/Tribunnews.com)

Baca juga: Kehebatan Sniper Brigade Al Qassam yang Lukai Pasukan Khusus Israel

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved