Tiga Tahun Pembunuhan Brigadir Yosua
Merawat Ingatan Keadilan, Tiga Tahun Pembunuhan Berencana Brigadir Yosua Polisi Asal Muaro Jambi
Seorang polisi asal Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, kehilangan nyawa, di Duren Tiga, Jakarta.
Penulis: Srituti Apriliani Putri | Editor: asto s
TERIK matahari cukup panas di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Selasa (8/7/2025). Sebuah makam berwarna hitam di desa tersebut terlihat terawat bersih.
Itulah makam Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau yang akrab disapa Brigadir Yosua.
Makam itu mengantarkan ingatan Tribun Jambi menuju peristiwa tiga tahun lalu, 8 Juli 2022.
Seorang polisi asal Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, kehilangan nyawa, di Duren Tiga, Jakarta.
Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat menjadi korban pembunuhan berencana. Dia ditembak Ferdy Sambo, atasannya sendiri, yang saat itu menjabat Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), bersama beberapa orang di lingkarannya.
Pembunuhan Brigadir Norfiansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J alias Brigadir Yosua adalah tragedi.
Bukan sekadar kasus kriminal biasa. Kasus itu menjadi titik balik mengejutkan dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.

Kemarin siang, Tribun Jambi berkesempatan berziarah ke makam Brigadir Josua yang berada di Desa Suka Makmur.
Dari Kota Jambi, perlu sekira tiga jam untuk sampai areal makam.
Makam Brigadir Yosua tampak bersih dan terawat. Berkeramik hitam, dengan tulisan Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat dan foto almarhum.
Kondisi makam tidak jauh berbeda dengan dua tahun lalu, juga setahun lalu, saat Tribun Jambi berkunjung ke sana.
Memang, makam itu terawat dengan baik. Terlihat dari kondisinya yang bersih.
Keluarga Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjutak, ayah dan ibu almarhum Brigadir Yosua, memang telaten merawatnya.
Sama seperti merawat ingatan semasa anaknya hidup, supaya kondisinya tetap bersih.
Setelah beberapa menit di makam Brigadir Yosua, Tribun menuju ke rumah Samuel dan Rosti.
Samuel tak lagi tinggal di rumah dinas di kompleks SDN 74 Suka Makmur.
Kini, mereka tinggal di rumahnya sendiri, yang jaraknya hanya sekira 10 menit dari lokasi.
Siang itu, Samuel Hutabarat baru kembali kebun, sementara Rosti berada di dalam rumah, istirahat.
Dia mempersilakan Tribun masuk, duduk di kursi ruang tamu.
Foto Brigadir Yosua terlihat terpajang di almari ruang tamu rumah sederhana itu.

Pembicaraan mengalir pelaan, obrolan tentang kondisi keluarganya selama tiga tahun sepeninggal Yosua.
"Kami di sini sehat, iya sudah tiga tahun," ujarnya, membuka percakapan.
Meski merasa sangat kehilangan, secara perlahan, Samuel menuturkan aktivitasnya dan keluarga.
Bagaimana Rosti mengajar di sekolah, juga Reza, adik almarhum yang saat ini juga menjadi seorang polisi.
Selintas, dia bercerita.
Tahun pertama kepergian Yosua, Samuel sibuk mencari keadilan untuk putranya.
Dia harus bolak-balik Jambi-Jakarta menghadiri persidangan. Dia juga ikut langsung berjuang untuk mecari kebenaran dari meninggal putranya.
Perasaan sangat kehilangan sosok anak laki-laki tertua di rumah, diakui Samuel, baru muncul pada tahun kedua.
"Apalagi saat Tahun Baru, itu terasa sekali saat kumpul keluarga," ungkapnya.
Samuel mengenang kembali sosok Yosua yang tak banyak bicara.
Katanya, anak laki-laki itu selalu tenang, tak pernah memotong percakapan lawan bicara.
Kesabaran seperti itu juga satu di antara hal yang diwariskan sang ayah untuk Yosua.
Di tengah-tengah obrolan, Samuel mengatakan masih ada beberapa rekan sejawat anaknya yang pergi ke makam Brigadir Yosua.
"Ada beberapa kawan sering datang juga ke sini menjenguk," ujarnya.
Tribun sempat bertanya, mengapai masih mengizinkan adik dari Brigadir Yosua untuk menjadi polisi, setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan di keluarganya.
Jawaban Samuel mengalir tenang.
"Tidak semua polisi seperti itu, tidak semua," ujarnya.
Ayah almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat itu meyakini bahwa peristiwa tiga tahun lalu itu terjadi karena tindakan oknum.
Peristiwa Duren Tiga
Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, terjadi pada 8 Juli 2022.
Pembunuhan ini melibatkan atasan langsungnya, Ferdy Sambo, kala itu perwira tinggi Polri.
Awalnya, kasus ini dilaporkan sebagai baku tembak antara sesama anggota polisi karena dugaan pelecehan terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.
Namun, setelah penyelidikan mendalam dan tekanan publik yang masif, terungkap bahwa Brigadir Yosua dibunuh secara berencana di rumah dinas Ferdy Sambo, dengan keterlibatan beberapa anggota polisi lain.
Ferdy Sambo terbukti sebagai otak pembunuhan, dan juga melakukan upaya rekayasa kasus, menghalangi penyidikan, serta menyuruh bawahannya memanipulasi barang bukti.
Pengadilan Negeri Jakarta memvonis Ferdy Sambo dengan hukuman mati.
Begitu juga saat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, hukuman masih dengan berat yang sama.
Namun saat kasasi, Mahkamah Agung menurunkan berat hukuman Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup. (srituti aprilani putri)
Baca juga: Pada Usia Berapa Ferdy Sambo Keluar Penjara? Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua Asal Seri IV
Baca juga: Daftar Nama Terpidana di Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua dari Jenderal hingga Sopir, Seri III
human interest story
Nofriansyah Yosua Hutabarat
Ferdy Sambo
Samuel Hutabarat
Sungai Bahar
Kabupaten Muaro Jambi
Brigadir Yosua
Samuel Merasa Terluka di Tahun Kedua, Kondisi Keluarga Almarhum Brigadir Yosua di Tahun Ketiga |
![]() |
---|
Penampakan Makam Brigadir Yosua Hutabarat di Muaro Jambi Setelah Tiga Tahun Lalu Ditembak Sambo |
![]() |
---|
Ingat Brigadir Yosua Asal Muaro Jambi, Perjalanan Ferdy Sambo dari Kadiv s/d Hukuman Seumur Hidup |
![]() |
---|
Pada Usia Berapa Ferdy Sambo Keluar Penjara? Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua Asal Seri IV |
![]() |
---|
Daftar Nama Terpidana di Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua dari Jenderal hingga Sopir, Seri III |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.