Berita Kerinci

Proyek PLTA di Sungai Tanjung Merindu Kerinci Jambi Ditolak Warga, Dinilai Rusak Mata Pencaharian

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berlokasi di wilayah Desa Pulau Pandan, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi menuai konflik warga.

Penulis: Herupitra | Editor: Nurlailis
Tribunjambi.com/ Herupitra
TOLAK PEMBANGUNAN - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berlokasi di wilayah Desa Pulau Pandan, Kabupaten Kerinci, menuai konflik warga dua Desa Pulau Pandan. 

TRIBUNJAMBI.COM, KERINCI – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berlokasi di wilayah Desa Pulau Pandan, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi menuai konflik warga dua Desa Pulau Pandan. 

Sejak dimulainya konstruksi pintu air proyek tersebut pada tahun sebelumnya, masyarakat mulai merasakan dampak langsung terhadap mata pencaharian mereka. 

Terutama yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian, perikanan sungai, dan nelayan darat.

Baca juga: Prakiraan Cuaca dan Suhu Udara Jambi Senin 7 Juli 2025, Kerinci dan Merangin Berawan

Kondisi aliran Sungai Tanjung Merindu yang dulunya deras dan menjadi sumber pengairan utama sawah kini berubah drastis. 

Aktivitas alat berat dan pengalihan arus air yang dilakukan oleh pihak pelaksana proyek PLTA KHM disebut warga sebagai penyebab utama berkurangnya populasi ikan dan melemahnya aliran air untuk memutar kincir tradisional milik petani.

“Sejak pekerjaan PLTA KHM berlangsung, aliran sungai di samping desa kami berubah total. Airnya tidak lagi deras seperti dulu, kincir air tak bisa dipakai untuk mengairi sawah. Ikan pun makin susah dicari karena aktivitas alat berat,” ujar salah seorang warga yang sehari-hari menangkap ikan dan bertani.

Situasi ini memicu reaksi keras dari masyarakat. 

Warga dari dua desa, yakni Pulau Pandan dan desa pemekarannya, Karang Pandan kini menolak memberikan akses operasi PLTA ke sungai Tanjung Merindu. 

Baca juga: Daftar 10 Makanan Khas Kerinci Terpopuler, Ada Lemang dari Tanaman Langka Jambi Bagian Barat

Mereka menegaskan bahwa selama tuntutan mereka belum dipenuhi oleh pihak pengelola PLTA, maka aktivitas proyek tidak boleh dilanjutkan.

Meskipun pihak PLTA telah menjalin kesepakatan dengan sebagian kecil kepala keluarga (KK) dan memberikan kompensasi, mayoritas warga masih bertahan pada sikap penolakan. 

Menurut mereka, kompensasi itu tidak menyentuh akar persoalan dan tidak sebanding dengan kerusakan ekosistem serta hilangnya sumber penghidupan jangka panjang.

“Yang menerima kompensasi itu hanya beberapa KK, itu pun tanpa musyawarah bersama. Kami sebagai warga yang terdampak langsung tidak mau hanya dibayar sekali lalu dilupakan. Kami ingin solusi yang adil dan menyeluruh,” tegasnya.

Situasi kini makin tegang. 

Baca juga: 8 Kabupaten di Jambi Hujan Pada Minggu 6 Juli 2025, dari Batanghari hingga Kerinci

Warga telah melakukan ronda selama 24 jam penuh di sekitar lokasi proyek sebagai bentuk protes dan penjagaan terhadap sungai yang menjadi sumber kehidupan mereka. 

Tenda-tenda jaga dibangun, dan setiap malam kelompok warga bergantian berjaga untuk memastikan tidak ada aktivitas dari pihak PLTA yang masuk tanpa persetujuan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved