Hukum Kurban Menurut Pandangan 4 Mazhab dan Keutamaan Mengerjakannya
Kurban berasal dari kata Kurban yang berarti mendekat atau usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
TRIBUNJAMBI.COM - Istilah Kurban berasal dari kata qurban yang berarti mendekat atau usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam praktik ibadah, kurban diwujudkan melalui penyembelihan hewan tertentu pada Hari Raya Idul Adha.
Tindakan ini menjadi simbol ketaatan dan bentuk nyata mendekatkan diri kepada Allah.
Keutamaan kurban menjadikannya salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Empat mazhab besar dalam Islam memberikan pandangan berbeda mengenai hukum pelaksanaannya.
Berikut ringkasan pendapat para ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali terkait hukum kurban.
- Mazhab Hanafi: Kurban Wajib bagi yang Mampu
Menurut Imam Hanafi, kurban diwajibkan bagi muslim yang memiliki kemampuan finansial.
Kriteria mampu ditandai dengan kepemilikan harta yang mencapai nisab, yaitu senilai minimal 200 dirham.
Jika seseorang memenuhi syarat tersebut namun tidak berkurban, maka ia dinilai berdosa.
Dalil yang digunakan adalah sabda Nabi SAW, “Barang siapa memiliki kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.”
Meskipun demikian, sebagian ulama Hanafi seperti Abu Yusuf dan Muhammad menyatakan kurban sebagai sunnah muakkad.
Kurban tidak disyariatkan bagi musafir maupun anak yang belum baligh, kecuali jika dilakukan oleh walinya.
2. Mazhab Maliki: Sunnah Muakkad, Makruh Bila Ditinggalkan
Imam Maliki memandang kurban sebagai ibadah sunnah muakkad yang sangat dianjurkan bagi yang mampu.
Namun, jika seseorang mampu tetapi tidak melaksanakannya, maka hukumnya makruh.
Dalam mazhab ini, diperbolehkan berutang untuk membeli hewan kurban asalkan mampu membayar.
Musafir tetap dianjurkan berkurban, meski tidak wajib.
Kurban atas nama anak-anak dibolehkan jika diambil dari harta orang tua atau wali.
3. Mazhab Syafi’i: Cukup Sekali Seumur Hidup
Imam Syafi’i menyatakan bahwa kurban bernilai sunnah muakkad, cukup dilakukan satu kali seumur hidup.
Terdapat dua bentuk pelaksanaan: sunnah ‘ain (perorangan) dan sunnah kifayah (mewakili keluarga).
Jika satu anggota keluarga berkurban, maka cukup mewakili seluruh anggota keluarga lainnya.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Untuk setiap satu keluarga setiap tahunnya dianjurkan untuk berkurban.”
Bagi musafir, kurban tetap disunnahkan.
Namun, kurban atas nama anak-anak yang belum baligh tidak disyariatkan.
4. Mazhab Hambali: Wajib Bila Mampu, Meski Berutang
Menurut Imam Hambali, kurban hukumnya wajib bagi yang mampu, bahkan jika harus membeli hewan dengan berutang.
Namun, jika tidak memiliki kemampuan, maka kurban menjadi sunnah.
Musafir dianjurkan tetap berkurban jika mampu.
Kurban atas nama anak-anak yang belum baligh tidak diwajibkan dan tidak disunnahkan.
Keempat mazhab sepakat bahwa jika seseorang bernazar untuk berkurban, maka wajib hukumnya untuk menunaikannya.
Menunda atau meninggalkan nazar kurban termasuk perbuatan yang berdosa.
Bagi muslim yang diberi kelapangan rezeki, kurban seharusnya tidak ditinggalkan.
Selain bentuk ketaatan, kurban juga menjadi pengingat atas kisah Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putranya demi menjalankan perintah Allah SWT.
Artikel Berikut Diolah dari Tribunsumsel
Terungkap Misteri Keberadaan Ahmad Sahroni saat Rumah Dijarah Massa |
![]() |
---|
Suasana Hening, Gedung DPRD Jambi Menyisakan Puing dan Sampah Pasca Aksi Massa |
![]() |
---|
Perintah Tegas Presiden Prabowo: TNI-Polri Siaga, Redam Aksi Anarkis |
![]() |
---|
Unjuk Rasa di Pekalongan Ricuh: Tanpa Orasi Langsung Bakar Gedung DPRD |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 6 Halaman 36 : Budaya Populer Korea |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.