Jamaah Islamiyah Bubarkan Diri

Sosok Abu Fatih, Tokoh Jamaah Islamiyah yang Pimpin JI Wilayah Jawa

Jamaah Islamiyah (JI) menyatakan diri telah bubar atau membubarkan diri. Deklarasi pembubaran diri JI ini dilakukan tokoh-tokoh JI pada 30 Juni 2024

Editor: Suci Rahayu PK
Tribunnews/Sigit Ariyanto
Abu Fatih alias Abdullah Anshori, eks Ketua Mantiqiyah II Jamaah Islamiyah. 

Jamaah Islamiyah (JI) bubar

TRIBUNJAMBI.COM - Jamaah Islamiyah (JI) menyatakan diri telah bubar atau membubarkan diri.

Deklarasi pembubaran diri JI ini dilakukan tokoh-tokoh JI pada 30 Juni 2024 di Hotel Lor In Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Deklarasi merupakan ujung dari pertemuan kajian di Solo 29 Juni 2024, dan hari berikutnya di Forum Silaturahmi Pondok Pesantren Jamaah Islamiyah di Bogor.

Pertemuan dan deklarasi dihadiri 119 perwakilan dari Jateng, Jabar, Bekasi, Banten, Medan, Sumbar, Lampung, NTB, Sulteng dan Sulsel.

Tokoh-tokoh jamaah yang hadir sebagai pembicara menyampaikan pikiran dan nasihatnya adalah Ust Abu Rusdan, Ust Para Wijayanto, Ust Arif Siswanto, Ust Bambang Sukirno, Ust Fuad Junaidi, Ust Abdus Shomad, dan Ustad Rudi.

Tokoh senior yang mendampingi pertemuan adalah Ust Abu Fatih, Ust Abu Dujana, Ust Usman bin Sef alias Fahim, Ust Sartono, Ust Mustaqim, Ust Zarkasih, dan Ust Solahudin. Hampir semua nama ini pernah dijebloskan ke penjara.

Baca juga: Jamaah Islamiah Membubarkan Diri, Dulu JI Dikaitkan dengan Aksi Teror Bom Bali

Baca juga: Pengakuan Ustaz Abu Fatih Eks Ketua Mantiqi II Jamaah Islamiyah, Seri I

Dalam kesempatan wawancara terpisah, pernyataan senada dikemukakan Ustad Siswanto atau Arif Siswanto alias Abu Mahmudah.

Ustaz Siswanto menegaskan jamaah (JI) sudah sampai pada kesepakatan bulat untuk membubarkan diri dengan semua pertimbangan ilmu dan rasional.

Semua anggota hingga tetua eks Jamaah Islamiyah menyatakan diri kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ada enam butir pernyataan dan kesimpulan akhir yang dibacakan Ustaz Abu Rusydan di Deklarasi Sentul.

Pembubaran itu akan diikuti sosialisasi ke akar rumput jamaah di berbagai wilayah Indonesia, serta menjamin kurikulum pendidikan pondok pesantren afiliasi JI terbebas dari tatharuf dan penyimpangan.

Ustaz Arif Siswanto dalam wawancara khusus dengan Tribun mengatakan, secara pribadi dirinya mula-mula sangat berat mendapati kenyataan JI bubar atau membubarkan diri.

Tapi menurutnya demi akal sehat, atas dasar ilmu, dan demi kemanfaatan lebih banyak untuk umat dan jamaah, ia menerima titik akhir itu.

Abu Fatih Dipanggil Abdullah Sungkar, Diminta Pimpin JI Wilayah Jawa

Sosok Abu Fatih alias Abdullah Anshori terlihat sangat dihormati di kalangan tokoh-tokoh utama eks Jamaah Islamiyah.

Ini tampak ketika Tribun mendapat kesempatan dan akses beberapa kali menemui mereka di pinggiran Kota Solo, sepanjang Rabu (17/7/20204) hingga Jumat (19/7/2024).

Baca juga: Kiai di Jember Divonis 8 Tahun Penjara Kasus Pencabulan, Baru Setahun di Lapas Kini Bebas Bersyarat

Baca juga: Download Lagu MP3 DJ Remix dan DJ TikTok Terbaru 2024 Super Bass, Ada Adnan Veron Viral Local

Semua yang hadir dan bertemu Abu Fatih di lokasi terlihat segan. Beruntungnya, Tribun mendapat kesempatan pertama melakukan wawancara khusus dengan tokoh asal Magetan Jatim ini.

Sepintas Abu Fatih tampak orang yang tak banyak bicara, tenang, atau istilahnya klemar-klemer. Usianya kini 66 tahun, dan tinggal di Sukoharjo.

Kesibukannya sehari-hari di kebun, mengurus kebun pisangnya yang luasnya sekira 8.000 meter persegi.

Tapi setelah berbicara, Abu Fatih menunjukkan kemampuan verbalnya yang sangat bagus. Artikulasi bicaranya runtut, lugas, jelas meski ia sempat berseloroh dirinya orang tua yang ompong.

Gigi atas Abu Fatih memang sudah nyaris semuanya tanggal. Sebelum diwawancarai, Abu Fatih menegaskan ia tidak membuat batasan apapun terkait isu yang ditanyakan.

Ia akan menjawab semua yang ditanyakan, sesuai kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Ia juga menjelaskan di awal, aktif di Jamaah Islamiyah hanya sampai 2001.

Sesudah itu ia pasif, tidak ikut apapun yang dilakukan jamaah. Abu Fatih berusaha benar-benar di luar organisasi walau tidak berlepas diri.

Keterlibatan Abu Fatih di gerakan berbasis keagamaan ini dimulai dari beberapa dekade lalu, ketika ia masih muda.

Inspiratornya dan patronnya Abdullah bin Ahmad Sungkar yang menginisiasi gerakan keagamaan usroh terkait afiliasinya dengan NII warisan SM Kartosoewirjo.

Akhir 70an hingga awal 80an, gerakan itu berkembang pesat dari Jawa Tengah lalu ke Jakarta dan sekitarnya. Menyeberang ke Sumatera dan daerah lainnya.

Taun 1985 Abdullah Sungkar lari ke Malaysia, tapi jaringan gerakan dan pengaruhnya masih eksis seperti kanker.

Abu Fatih mengikuti gerakan usroh, dan aktif di wilayah Jawa. Namanya lalu muncul ketika terjadi peristiwa Talangsari, Lampung.

Aktor penting perlawanan Talangsari adalah Nurhidayat. Pria ini menjadi anggota usroh di Jakarta Selatan.

Ia mengenal gerakan usroh ini pada 1984 saat direkrut Abu Fatih alias Ibnu Thoyib, yang merupakan kader usroh Abdullah Sungkar sejak di Solo.

Baca juga: Kiai di Jember Divonis 8 Tahun Penjara Kasus Pencabulan, Baru Setahun di Lapas Kini Bebas Bersyarat

Saat Abu Fatih aktif di Jakarta inilah, meledak peristiwa bentrok ormas dan pasukan keamanan Indonesia di Tanjungpriok.

Peristiwa Tanjung Priok adalah peristiwa kerusuhan massa pada 12 September 1984 yang menewaskan sekurangnya 24 aktivis dan simpatisan gerakan Islam, termasuk Amir Biki.

Sekurangnya 160 orang ditangkap aparat keamanan segera sesudah kejadian tragis itu, termasuk Abu Fatih alias Ibnu Muhammad Toyib.

Sesudah peristiwa Tanjungpriok, Abu Fatih dijebloskan ke LP Cipinang bersama ara aktivis usroh dan gerakan Islam di Jakarta.

Sosok Ibnu Toyib alias Abu Fatih inilah yang kelak ketika Abdullah Sungkar mendirikan Jamaah Islamiyah, ditunjuk menjadi Ketua Mantiqi II meliputi wilayah Jawa.

Menurut pengakuan Abu Fatih, sekira tahun 1997, jauh setelah bebas dari LP Cipinang, ia dipanggil Abdullah Sungkar ke Malaysia.

Kepada Abu Fatih, Abdullah Sungkar meminta ia memimpin Mantiqi II yang membawahi Pulau Jawa.

Ia disuruh menggantikan Abdurrochmin alias Abu Husna, adik Abu Fatih, yang oleh Abdullah Sungkar dianggap lebih cocok jadi mubaligh atau guru dakwah.

“Antum gantikan Abdurochmin, adik antum karena ia tampaknya lebih cocok jadi guru saja,” pesan Abdullah Sungkar seperti diutarakan Abu Fatih.

Abu Fatih tidak bisa menolak, ia melaksanakan tugas Abdullah Sungkar yang kala itu jadi amir atau pemimpin Jamaah Islamiyah.

Pada saat itu pula Abdullah Sungkar memberi penawaran istimewa kepada Abu Fatih terkait ide Syekh Usamah bin Ladin.

Kata Abdullah Sungkar seperti diceritakan Abu Fatih, Syekh Usama in Laden yang kelak memimpin Al Qaeda atau Al Qaidah, menyiapkan bantuan dana, senjata berikut 6.000 petempur Afghanistan.

“Saya lalu berpikir apakah mungkin, dan saya sampaikan belum bisa langsung memberi jawaban, dan saya akan mencari tahu dulu bagaimana keadaan di tanah air,” tutur Abu Fatih.

Abdullah Sungkar lantas meminta Abu Fatih pulang, mencari informasi dan lalu harus memberi jawaban atas tawaran itu.

Abu Fatih lalu pulang ke Jawa, melaksanakan tugas memimpin Mantiqiyah II Jamaah Islamiyah. Ia lantas pergi ke Sulawesi Selatan mencari informasi ke akar rumput.

Suawesi Selatan di masa lalu pernah menjadi basis perlawanan DI/TII di bawah pimpinan Kahar Muzzakar.

Jaringan kadernya cukup kuat. Tapi di berbagai tempat yang dikunjungi, Abu Fatih mendapatkan jawaban sebaliknya.

Situasi di Sulawesi Selatan sangat tidak mendukung jika didatangi ribuan mujahidin dari Afghanistan berikut persenjataan mereka.

Sulawesi Selatan bukan sedang berperang atau bukan wlayah perang. Abu Fatih lantas kembali, dan kemudian memberi jawaban akhir ke Abdullah Sungkar.

Intinya, tawaran Syekh Usamah bin Ladin tidak mungkin diterima karena situasi dan lingkungan di Indonesia tidak memungkinkan.

Menurut Abu Fatih, paket bantuan besar Syekh Usamah bin Laden kemudian dialihkan ke medan konflik Bosnia Herzegovina.

Ditanya bagaimana reaksi Abdullah Sungkar saat itu, Abu Fatih mengatakan Abdullah Sungkar bersikap biasa-biasa saja.

Sesudah itu, Abu Fatih melanjutkan aktivitas gerakan JI di wilayahnya sbagai Ketua Mantiqi II. Wilayahnya meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, NTB, NTT.

Pada 1999 Abdullah Sungkar yang pulang dari Malaysia, tak lama kemudian wafat di Bogor, Jawa Barat.

Abu Fatih turut jadi saksi bagaimana pemimpin JI itu mendadak meninggal dalam posisi sedang istirahat.

Dinamika internal JI terjadi menyusul kematian Abdullah Sungkar. Ustad Abdus Somad alias Abu Bakar Baasyir konon menggantikan posisi almarhum sebagai Amir JI.

Belakangan Abu Bakar Baasyir malah tiba-tiba mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan jadi pemimpinnya.

Abu Fatih mengakhiri tugasnya sebagai Ketua Mantiqiyah II pada 2001. Ia digantikan Nuaim alias Abu Irsyad. “Sejak 2001 saya sudah tidak tahu apa-apa lagi mengenai kegiatan jamaah ini,” kata Abu Fatih.

Ia berdiam diri, menjaga jarak di luar gerakan, sampai suatu ketika yang ia tidak ingat lagi kapan persisnya, didatangi aparat Densus 88 Antiteror Polri.

Ada dua perwira yang menemuinya di rumah, dan meminta dirinya membuat pernyataan tertulis telah keluar dari JI.

Terjadi diskusi panjang, dan Abu Fatih lantas bertanya apakah dengan membuat pernyataan itu dia juga akan dianggap keluar dari keyakinannya.

Dijelaskan pernyataan keluar dari JI itu tentu tidak ada kaitan dengan keyakinan. Abu Fatih lantas memenuhi permintaan aparat negara itu dengan segala pertimbangan pribadinya.

Hingga kemudian pada 2024 ini, terjadi dinamika lagi di JI yang berujung pada pernyataan akhir organisasi itu bubar atau membubarkan diri pada 30 Juni 2024.

Abu Fatih merasa sangat senang dan lega para tokoh utama JI, para junior dan murid-muridnya menyadari ada yang salah dengan arah perjuangan mereka.

Ia mengikuti proses-proses menuju keputusan akhir itu, termasuk mendampingi saat tokoh-tokoh utama JI dan afiliasinya berkumul di Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Ketokohan Abu Fatih bisa dibaca dalam risalah pertemuan Sentul Bogor butir ke-13 tentang kepemimpinan Jamaah Islamiyah.

Disebutkan sesudah wafatnya Abdullah Sungkar, tidak ada pemimpin baru JI yang resmi menggantikannya. Abu Fatih disebut sebagai saksi hidupnya.

Kini Abu Fatih memilih hidup tenang sebagai warga biasa saja. Ia mengisi hari-harinya berkebun pisang di sebuah Lokasi di Colomadu, Karanganyar.

Dalam pernyataan akhirnya, Abu Fatih atas nama eksponen dan jamaah eks JI berterima kasih kepada aparat keamanan yang membuka wawasan mereka lewat dialog.

“Akhirnya pikiran mereka mengalir hingga pada keputusan membubarkan diri tanpa tekanan,” kata Abu Fatih yang menekankan dialog itu sudah berjalan begitu panjang.

Ia saya pribadi mulai merasakan pikiran-pikiran itu sejak 2021. Banyak di antara mereka punya pikiran sama, ada perasaan ragu, dan belum bisa bersikap.

“Ragu tentang kebenaran kami kalau kami harus membangun konflik dengan negara. Dengan kesadaran ini kami berpijak pada syariah, mencari jalan islah,” tutup Abu Fatih. (Tribunnews.com)

 

 

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Manchester United Ogah Permanenkan Sofyan Amrabat

Baca juga: Harga Sawit di Jambi Hari Ini Turun, TBS Kelapa Sawit Tertinggi Rp 2.909 per Kg

Baca juga: 4 Fakta Dali Wassink Dikremasi Meskipun Islam, Jennifer Coppen: Itu Keputusan Papa Dali

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved