Duka Orang Rimba di Jambi karena Penasihat Temenggung Meninggal, Malah Divideokan Orang
Meraung-raung menunjukkan kesedihan mendalam. Apa yang dilakukan para Orang Rimba ini merupakan bagian tradisi yang sudah berlangsung sejak lama.
Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
PONDOK-PONDOK beratap terpal terlihat di Desa Pematang Gajah, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, tepatnya di dekat kawasan perumahan Citra Raya City (CRC).
Itulah sesudungan, yang dibuat Suku Anak Dalam (SAD) dari kelompok Temenggung Jelitai, yang beranggota sekira 30 Kepala Keluarga (KK), untuk tempat berteduh.
Keberadaan sekelompok SAD di dekat perumahan luas itu menyedot perhatian banyak orang.
Mereka tengah melakukan satu di antara tradisi hidup, yaitu melangun.
Suku Anak Dalam melakukan melangun atau hidup berpindah tempat hidup, karena ada kematian atau keadaan lain yang memaksa.
Itu merupakan tradisi untuk menghilangkan kesedihan karena ditinggal orang yang disayangi dan hormati.
Semakin tinggi interaksi dengan orang yang meninggal, maka selama melangun juga akan semakin kental dengan tindakan-tindakan unik.
Robert Aritonang, Antropolog KKI Warsi, menuturkan kelompok ini membuat sesudungan tidak jauh dari Kota Jambi, karena ada Tungganai Natar (dalam KTP tertulis Mustar) sedang sakit dan dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi.
Tungganai merupakan gelar yang disematkan pada orang yang diposisikan sebagai penasihat temenggung atau pemimpin kelompok Orang Rimba.
"Secara sosial di Orang Rimba, posisi Tungganai paling atas dan terhormat serta paling disegani," demikian penjelasan Aritonang melalui keterangan tertulis, Minggu (2/6) siang.
Lokasi tinggal mereka sejatinya berjarak puluhan kilometer, di Padang Kelapo, bagian utara Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Mereka membuat sendung, sembari menanti kabar kondisi terkini Tungganai Natar.
Sabtu (1/6), tersiar bahwa penasihat Tumenggung atau Tungganai yang dirawat di ICU sebuah rumah sakit mengalami gagal ginjal, dalam keadaan koma.
Dalam bahasa Orang Rimba (Suku Anak Dalam), koma itu sudah diibaratkan meninggal.
Kabar itu langsung mendapat sambutan anggota kelompoknya dengan meratop-menangis meraung-raung.
"Aksi ini diikuti dengan cara seolah ingin ikut mati, itulah yang dilakukan, meratop di jalanan Citra Raya City," jelas Aritonang.

Meraung-raung menunjukkan kesedihan mendalam.
Apa yang dilakukan para Suku Anak Dalam (SAD) ini merupakan bagian tradisi yang sudah berlangsung sejak lama.
Jika di rimba, kata Robert, aksi ingin ikut mati itu mereka lakukan dengan mengarahkan parang ke dada meski tidak pernah sampai ada yang benar-benar melakukannya.
Aksi itu juga yang beredar di video-video yang tersebar di grup aplikasi perpesanan maupun media sosial, dua hari kemarin.
Dalam bahasa mereka, bebunuh diri.
Robert menjelaskan semakin dekat hubungan dengan yang meninggal, waktu dan jarak melangun juga akan semakin lama dan jauh.
Selama proses melangun, pantang untuk menyebut-nyebut nama orang yang meninggal.
Bahkan jika melihat kerabat dekat orang yang meninggal, maka tangisan pun akan kembali pecah.
Pada Minggu (2/6), Tungganai yang sempat dirawat sejak kemarin, akhirnya berpulang setelah berjuang keras melawan sakitnya.
Robert menyampaikan, keluarga dekat didampingi Prabu Tamba dari KKI Warsi telah mengurus administrasi kepulangan jenazah dan mengantarkan Tungganai Natar ke peristirahatan terakhir, di Tanah Pasaron, di wilayah utara TNBD.
Keluarga dekat Tungganai itu juga akan melangun, mengikuti anggota kelompok lainnya yang sudah lebih dulu meninggalkan sesudungan sejak Sabtu malam.
Video Jadi Viral
Keberadaan warga Orang Rimba di kompleks Citra Raya City menyedot perhatian banyak orang dan pengguna jalan.
Apa yang Orang Rimba lakukan itu dianggap tak lazim bagi masyarakat di sekitar lokasi.
Aksi mereka direkam, kemudian viral. Itu mengingat apa yang Orang Rimba ini lakukan dapat membahayakan mereka serta pengendara lain.
Robert Aritonang menjelaskan, ketika situasi sepreti itu terjadi, reaksi yang dibutuhkan Orang Rimba adalah membujuk.
Menunjukkan simpati dengan keadaan mereka menjadi sangat penting.
Kondisi mereka adalah remayo atau kekurangan bahan pangan, sehingga memberi bahan pangan pada mereka sangat berarti.
Dalam wawancara pada Sabtu malam lalu, Kapolsek Jambi Luar Kota menyebut, upaya persuasi mereka lakukan untuk membujuk kelompok Tumenggung Jelitai ini meninggalkan lokasi.
Kepolisian, TNI, kecamatan, hingga aparat dan masyarakat setempat akhirnya berkomunikasi dengan wakil Temenggung Jelitai, Mustofa.
"Jadi kami komunikasikan. Prosesnya perlahan, karena tidak bisa langsung kita suruh pindah," jelasnya.
Mustofa adalah wakil Temenggung Jelitai yang berbicara dengan aparat setempat.
Dari penjelasannya, mereka adalah kelompok SAD yang berasal dari Sungai Rengas, Batanghari.
"Kita harus cari perwakilannya dulu. Kita sampaikan, ini kan juga demi keselamatan mereka juga. Kita kasih pengertian," jelas Iptu Ojak.
Melalui komunikasi dengan perwakilan temenggung, mereka akhirnya bersedia bubar dan meninggalkan lokasi
Bersedia Pindah ke Bungku
Orang Rimba mendirikan sesundungan di sana sejak Jumat (31/5/2024) siang.
General Manager (GM_ Citra Raya City, Andi Kurniawan, mengatakan warga Suku Anak Dalam telah bersedia meninggalkan sesudungan.
Sejak Sabtu malam, mereka meninggalkan kawasan itu dengan mobil dan sepeda motor.
"Mereka bersedia pindah ke lokasi yang lebih baik," ujarnya.
Lebih lanjut, informasi yang disampaikan Kapolsek Jambi Luar Kota, mereka akan menempati wilayah di sekitar Bungku, Kabupaten Batanghari.
Pantauan Tribun di lokasi, pondok-pondok yang terbuat dari terpal dan kayu-kayu penyanggah itu pun telah mereka bongkar sejak Sabtu malam, sebelum berangkat meninggalkan kawasan CRC sekitar pukul 19.30 WIB.
Kehidupan Orang Rimba Semakin Terbuka
“Aksi-aksi budaya Orang Rimba akan semakin mudah terlihat dan bisa bermakna aneh bahkan mengganggu bagi masyarakat lain, karena kehidupan mereka yang makin terbuka," kata kata Robert, menjelaskan.
Padahal, sejak dahulu tindakan itu sudah mereka lakukan. Hanya saja, apa yang Orang Rimba lakukan masih tertutup dalam hutan.
"Tatkala hutan makin tipis dan interaksi dengan orang lain makin dekat, maka tampaklah budaya yang sudah turun-temurun mereka jalankan,” kata antropolog KKI Warsi itu.
Orang Rimba merupakan kelompok masyarakat adat marginal yang hingga kini kokoh dengan adat dan budaya mereka.
Adat budaya yang berbasiskan alam rimba, tempat hidup mereka. Adat dan budaya itu sangat berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Untuk itu, menurut Robert Aritonang, mengakomodasi Orang Rimba dalam kehidupan normal merupakan bagian dari upaya untuk penghargaan terhadap budaya mereka.
“Ikut bersimpati dan ikut berduka cita, itu yang mereka butuhkan,” kata Robert.
Selain itu, yang penting dilakukan adalah tetap menyediakan ruang perlindungan hutan untuk kelompok ini.
Mereka hidup membutuhkan hutan untuk segala atraksi budaya dan sosial mereka.
“Juga dibutuhkan pemakluman dan pemahaman dari kita semua bahwa yang terjadi adalah perwujudan budaya mereka, dan dihadapi dengan tradisi mereka juga.
"Beri mereka pembujuk, dengan sendirinya aksi itu akan selesai dan mereka akan melangun, berpindah tempat melanjutkan pengungkapan rasa duka mereka,” kata Robert. (mareza sutan/rifani halim)
Baca juga: Warga Terpaksa Tebus Obat di Luar Apotek RSUD Abdul Manap Jambi, Sebagian Stok Kosong Sejak 2 Bulan
Baca juga: Analisis Politik, Mengapa Golkar Belum Putuskan Calon di Pilgub Jambi 2024
Orang Rimba
Suku Anak Dalam
Citra Raya City
Mendalo
Kabupaten Muaro Jambi
Kabupaten Muarojambi
melangun
Pematang Gajah
Taman Nasional Bukit Duabelas
Bupati Muaro Jambi BBS Usulkan Honorer R3 dan R4 Jadi ASN PPPK Paruh Waktu |
![]() |
---|
Menteri Transmigrasi ke Gambut Jaya Muaro Jambi, Edi: Bisa Jadi Pilot Project Nasional |
![]() |
---|
Pawai Kemerdekaan HUT RI ke-80 di Muaro Jambi, BBS Apresiasi Panitia, Peserta dan Masyarakat |
![]() |
---|
Ramai Nian, Masyarakat Tumpah Ruah Padati Lapangan Kantor Bupati Muaro Jambi |
![]() |
---|
Live YouTube Pawai Kemerdekaan HUT ke-80 RI di Muaro Jambi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.