Human Interest Story

Kisah Gus Dur dan Masjid Seribu Tiang di Kota Jambi

Meski dikenal sebagai masjid yang memiliki seribu tiang, sebenarnya bangunan ini hanya memiliki 232 tiang penyangga

Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
TRIBUN JAMBI
MASJID SERIBU TIANG -Masjid Agung Al Falah yang terkenal dengan sebutan Masjid Seribu Tiang, Kota Jambi, saat digunakan untuk sebuah acara. 

MASJID Agung Al Falah Kota Jambi dikenal dengan sebutan Masjid Seribu Tiang.

Ini merupakan satu di antara ikon di Provinsi Jambi.

Meski dikenal sebagai masjid yang memiliki seribu tiang, sebenarnya bangunan ini hanya memiliki 232 tiang penyangga.

Ketua Pengurus Harian Masjid Agung Al Falah Kota Jambi, Umar Yusuf, Jumat (15/3/2024), mengatakan orang-orang dari luar daerah banyak yang penasaran.

Mereka ada yang sengaja datang ke masjid kebanggaan warga Jambi ini untuk melihat tiangnya.

Pelabelan seribu tiang itu disampaikan oleh Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, sewaktu berkunjung ke Jambi.

Masjid Al-Falah Jambi
Masjid Al-Falah Jambi (TRIBUN JAMBI)


Sejarah seribu tiang itu saat Gus Dur menyebutnya Masjid Seribu Tiang, hingga dkenal sampai hari ini.

Dalam sejarahnya, Masjid Agung Al-Falah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 29 September 1980.

Masjid ini menempati lahan sekira 26.890 meter persegi atau lebih dari 2,7 hektare.

Dengan luas bangunan mencapai 6.400 meter persegi dan ukuran 80 x 80 meter, masjid ini dapat menampung hingga 10 ribu jemaah sekaligus.

Pada 1960-an, para tokoh Jambi dan tokoh ulama waktu menginginkan bahwa Jambi sebaiknya punya ikon, yakni masjid yang besar.

Akhirnya ada rembuk antara para tokoh itu, hingga direalisasikan bisa dibangun pada 1971.

Pembangunan masjid ini memakan waktu cukup lama. Pemerintah daerah waktu itu, yang dipimpin Joesoef Singedekane, mendatangkan arsitek dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Roseno.

Guru besar arsitek dari ITB itu mendesain pondasi masjid memakai cakar ayam dan tahan gempa.

Pembangunannya selama sembilan tahun dengan tiga tahap, dibiaya oleh pemerintah daerah.

Umar Yusuf menuturkan bahwa masjid yang berdiri di tanah sejarah Kerajaan Melayu itu pernah menjadi masjid terbesar dan terluas se-Sumatra.

"Tanah ini, tanah bersejarah yaitu pusat kerjaan Melayu Jambi. Sempat juga tanah ini diambil alih oleh Belanda.

Tapi Sultan Thaha waktu itu mengambil alih kembali,” tuturnya.

Pada 1858, saat terpilih menjadi sultan di Kesultanan Jambi, Sultan Thaha Syaifudin membatalkan semua perjanjian yang dibuat Belanda dengan mendiang ayahandanya, karena perjanjian tersebut sangat merugikan kesultanan Jambi.

Saat itu, Balanda sangat marah dan mengancam akan menyerang Istana.

Namun Sultan Thaha justru lebih dulu menyerang pos Belanda di daerah Kumpeh.

Pasukan Belanda melakukan serangan balasan dan membumi hanguskan komplek Istana Tanah Pilih.

Pada 1906 lokasi bekas istana sultan itu dijadikan asrama tentara Belanda yang digunakan sebagai tempat pemerintahan karesidenan.

Di era kemerdekaan sampai 1970-an, lokasi tersebut masih difungsikan sebagai asrama TNI di Jambi.

Keistimewaan

Keistimewaan Masjid Agung Al-Falah terletak pada keaslian bentuknya yang telah dipertahankan sejak awal pembangunan.

Kini, Masjid Agung kebanggaan Jambi ini menjadi destinasi religi dan selalu ramai dikunjungi.

Tidak hanya untuk beribadah, namun juga ada wisatawan yang berfoto di masjid megah ini.

Sementara itu, aktivitas religi selama bulan Ramadan dari pengurus Masjid Agung Al Falah ini menyiapkan 200 paket makanan untuk para musafir berbuka puasa.

Selama bulan puasa, ada ibadah Salat Tarawih 20 rakaat dan tadarusan satu malam satu jus. Para tahfiz juga ada delapan orang yang menjadi imam selama bulan Ramadan. (a musawira)

Baca juga: Kepala Seperti Ular Kobra, Harga Ikan Chana Puluhan Ribu hingga Jutaan Rupiah

Baca juga: Akira Toriyama Meninggal Dunia, Kreator Dragon Ball, Manga Berpengaruh Sepanjang Masa

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved