Persoalan Tanah Nenek 84 Tahun di Lombok Barat Dipolisikan Anak Kandungnya

Hanya karena persoalan tanah, seorang anak di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) tega melaporkan ibu kandungnya yang berusia 84 tahun ke polisi.

Editor: Herupitra
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi 

TRIBUNJAMBI.COM – Hanya karena persoalan tanah, seorang anak di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) tega melaporkan ibu kandungnya yang berusia 84 tahun ke polisi.

Anak yang bernama Saerozi (64) melaporkan nenek Rakyah karena dituding telah melakukan perusakan di lahan sebesar 28 ribu meter persegi.

Melansir dari TribunJakarta.com, sabtu (14/10/2023) Saerozi mengaku sudah membeli tanah 28 ribu meter persegi itu dari almarhum bapaknya pada 1991 seharga Rp 5 juta.

Sedangkan Rakyah menyebut jika lahan sebesar 28 ribu meter persegi yang dipermasalahkan itu milik suaminya, Multazam, yang sudah wafat tahun 1999.

Namun saat diminta untuk memberikan bukti pembelian tanah tersebut, Saerozi tak bisa menujukkannya.

Ia lalu menyebut kalau Rakyah sudah hilang ingatan.

Baca juga: Nenek 83 Tahun Dipolisikan Tetangga karena Dituduh Curi 20 Kelapa, Dimintai Ganti Rugi Rp6 Juta

Baca juga: Respon Wali Kota Bukittinggi Saat Dipolisikan Soal Dugaan Sebar Hoaks Kasus Inses Ibu dan Anak

"Dibilang saya gila, dibilang saya tidak ingat apa-apa, itu caranya melaporkan saya," ucap Rakyah.

"Dibilang gila oleh anak sendiri. Saya dianggap merusak rambutan dan pohon pisang waktu itu," imbuhnya pilu.

Lalu pengacara Rakyah Bhukori Muslim menjelaskan kliennya dilaporkan atas tuduhan pengrusakan lahan oleh Saerozi.

"Jadi klien kamu ini dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri dengan tuduhan pengrusakan dan pemakaian tanah tanpa izin," kata Bukhori.

"Karena anaknya ini menganggap dia memiliki sertifikat. Jadi tanah ini adalah tanah waris, karena dari dulu tanah ini milik dari Haji Multazam suami dari nenek Rakyah. Anak pertama ini ya mengusai semua tanahnya, dari 9 anak," imbuhnya.

Bhukori menjelaskan tanah yang diklaim Saerozi memang memiliki sertifikat.

Akan tetapi sertifikat tersebut dibuat saat progam nasional, pemberian sertifikat tanah gratis.

"Sertifikat itu dikeluarkan pada progam sertifikat gratis," ujar Bhukori.

"Kami anggap ada kelemahan," imbuhnya.

Sebelum dilaporkan ke polisi, Rakyah dan 7 anaknya yang lain pernah mengajak Saerozi untuk mediasi.

Dalam mediasi di kantor kepala desa tersebut, Saerozi diminta untuk menunjukkan bukti pembelian tanah tersebut.

"Jadi anak ini pengakuan secara sepihak oleh anak pertama, sudah dibeli oleh almarhum bapaknya," kata Bhukori.

"Tapi saat di mediasi, ditanya kapan dibeli, siapa saksinya, mana akta jual belinya dia tidak mampu membuktikan," imbuhnya.

Tak cuma itu, saat diminta bersumpah atas nama tuhan, Saerozi menolaknya.

"Kita lalu meminta si anak untuk bersumpah atas nama tuhan, tapi dia tidak mau, tidak berani," kata Bhukori.

"Lalu selesai mediasi, dia langsung laporakn ibu kandung dan 7 saudaranya ke polisi," imbuhnya.

Bhukori lalu membantah kalau kliennya pikun atau terganggu mentalnya.

"Jadi klien kami ini sehat, tidak ada hilang ingatan, tidak pikun, tidak gila," tegasnya.


Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Jeritan Hati Ibu di Lombok Dipolisikan Anak Kandung, Dibilang Lupa Ingatan Cuma Karena Masalah Tanah

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Kenakan Tekuluk dan Songket Rantau Langkap Tebo, Ramayani Hadiri Pembukaan PPN XII di Kuala Lumpur

Baca juga: DPRD Provinsi Jambi Minta Angkutan Batu Bara yang Tidak Ikut Aturan Jalan Nasional Harus Ditindak

Baca juga: Runaidi Rela Hibahkan Bangunan dan Tanahnya Demi Anak di Manggatal Tebo Bisa Sekolah

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved