Aturan Baru Mahasiswa S1 tak Lagi Wajib Skripsi, Nadiem Makarim Paparkan Penggantinya
Nadiem Anwar Makarim mengatakan syarat kelulusan mahasiswa S-1 kini diserahkan kepada setiap kepala program (kaprodi) pendidikan di perguruan tinggi
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi ( Mendikbud Ristek ), Nadiem Anwar Makarim, memaparkan mahasiswa strata satu (S-1) dan diploma empat (D-4) kini tidak lagi diwajibkan membuat skripsi sebagai syarat kelulusan.
Nadiem Anwar Makarim mengatakan syarat kelulusan mahasiswa S-1 kini diserahkan kepada setiap kepala program (kaprodi) pendidikan di perguruan tinggi tersebut.
Ketentuan baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 53/2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Aturan itu diatur lebih rinci pada Pasal 18.
Dalam beleid itu dijelaskan tugas atau proyek akhir itu juga bisa dilakukan secara berkelompok.
"Penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan," demikian bunyi Pasal 18 angka 9 huruf b.
"Kita mau melakukan penyederhanaan masif pada standar nasional pendidikan tinggi. Dan untuk melakukan itu standar itu, nggak boleh kayak juknis, jadi harus menjadi framework," kata Nadiem dalam diskusi Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023).
"Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam, bisa berbentuk prototipe, proyek, bisa berbentuk lainnya, bukan hanya skripsi tesis dan disertasi. Keputusan ini ada di perguruan tinggi," imbuhnya.
Nadiem menjelaskan ketentuan baru ini merupakan bagian dari program Merdeka Belajar.
Menurutnya, saat ini ada banyak cara untuk menunjukkan kompetensi lulusan para mahasiswa.
Apalagi mahasiswa vokasi. Nadiem menilai kompetensi justru bisa diukur dari proyek dan implementasi yang dilakukan mahasiswa.
"Sebelumnya mahasiswa sarjana atau sarjana terapan itu wajib membuat skripsi. Kini, tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi," ucap Nadiem.
Dikatakan Nadiem, dalam kebijakan Transformasi Standar Nasional ada banyak kendala dialami kampus maupun mahasiswa terkait tugas akhir.
Contohnya, mahasiswa program sarjana wajib membuat skripsi, mahasiswa program magister wajib publikasi dalam jurnal ilmiah terakreditasi, dan mahasiswa program doktor wajib publikasi dalam jurnal internasional bereputasi.
Selain beban dari segi waktu, sebetulnya hal ini menghambat mahasiswa dan perguruan tinggi bisa bergerak luas merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi.
"Padahal perguruan tinggi perlu menyesuaikan bentuk pembelajaran agar lebih relevan dengan dunia nyata. Karena itu perguruan tinggi perlu ruang lebih luas untuk mengakui dan menilai hasil pembelajaran di luar kelas," kata Nadiem.
"Ada berbagai macam prodi yang mungkin cara kita menunjukan kompetensinya dengan cara lain. Apalagi yang vokasi, Ini sudah sangat jelas, kalau kita mau lihat kompetensi seorang dalam satu bidang yang technical apakah karya ilmiah adalah cara yang tepat untuk mengukur technical skill itu?" ucap dia.
Dalam beleid baru ini, mahasiswa magister/magister terapan memang masih diwajibkan membuat tesis, namun tidak wajib diterbitkan di jurnal.
Aturan itu tertuang dalam pasal 19.
"Mahasiswa pada program magister/magister terapan wajib diberikan tugas akhir dalam bentuk tesis, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis," demikian bunyi Pasal 19 angka 2.
Nadiem mengatakan dampak positif dari transformasi ini ada tiga. Pertama, program studi dapat menentukan bentuk tugas akhir.
Kedua, menghilangkan kewajiban tugas akhir pada banyak program studi sarjana/sarjana terapan. Ketiga, mendorong perguruan tinggi menjalankan Kampus Merdeka dan berbagai inovasi pelaksanaan Tridharma.
"Ini benar-benar transformasi yang cukup radikal, cukup besar," ucap Nadiem.
Sambutan Baik
Kebijakan baru Mendikbud Ristek mendapat sambutan dari mahasiswa.
Soal kebijakan tidak mewajibkan skripsi, Rian Indra Eftritianto, mahasiswa S-2 arkeologi Universitas Indonesia, mengatakan itu sangat memberikan kemudahan bagi mahasiswa.
"Ini sangat memudahkan dan membuat kita menjadi lebih kreatif," katanya, Rabu (30/8/2023).
Dia mengungkapkan lebih memilih mengerjakan proyek tentang sejarah daripada membuat tesis, karena lebih sesuao minat dan bakatnya. Selain itu, proyek tersebut juga bisa bersentuhan langsung ke masyarakat.
"Saya membuat pameran sejarah di musim yang disesuaikan dengan gaya hidup dan habit generasi Z," katanya
Menurut Rian, kampus tempatnya menuntut ilmu sudah menjalan program tersebut, sehingga banyak rekannya telah lulus dan hanya membuat tugas akhir 50 halaman, selebihnya membuat project.
Sementara perihal kebijakan tidak diwajibkannya menerbitkan jurnal, Rian mengatakan itu tergantung kepada mahasiswanya.
Kalau mahasiswa butuh portofolio untuk menunjang karier, maka sangat perlu sekali menerbitkan jurnal.
Namun, kebijakan ini akan sangat membantu bagi mahasiswa yang memiliki keuangan terbatas.
Tak Turunkan Kualitas
Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, membantah kebijakan baru tesis dan disertasi bagi mahasiswa S-2 dan S-3 menjadi tidak wajib bisa menurunkan kualitas doktoral di Republik Indonesia (RI).
Penegasan itu disampaikannya saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR, Rabu (30/8).
"Kami banyak dapat masukan ini bagaimana nanti menurunkan kualitas doktoral kita, tidak sama sekali," kata Nadiem.
Meski begitu, Nadiem menuturkan keputusan dipakai atau tidaknya tesis dan disertasi sebagai tugas akhir diserahkan kepada perguruan tinggi.
Ia hanya menyatakan kritik tersebut tidak benar.
"Di negara-negara termaju dengan riset yang terhebat di dunia itu keputusan perguruan tinggi bukan keputusannya pemerintah," jelasnya.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan penyesuaian kebijakan skripsi tidak lagi menjadi kewajiban atau syarat kelulusan perguruan tinggi tak hanya berlaku bagi para mahasiswa S1.
Nantinya, ada juga penyesuaian kebijakan bagi mahasiswa S2 dan S3.
Nadiem menjelaskan bahwa mahasiswa S2 dan S3 juga nantinya tidak diwajibkan membuat tesis dan disertasi untuk tugas akhirnya.
Dia bilang, tesis dan disertasi bisa digantikan project yang harus dilaksanakan para mahasiswa.
"Dan yang untuk S2 dan S3 masih harus tugas akhir tapi bisa kepala prodinya menentukan bahwa tugas akhirnya dalam bentuk yang lain bukan tesis, project," kata Nadiem saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPR.
Namun begitu, Nadiem meminta para mahasiswa tidak senang terlebih dahulu.
Ia menyatakan pemerintah menyerahkan sepenuhnya ada atau tidaknya tesis dan disertasi kepada perguruan tinggi.
"Jangan keburu senang dulu hahaha, tolong dikaji dulu. Itu masing-masing perguruan tinggi haknya," ujarnya. (tribun jambi/cay/tribun network/igman)
Baca juga: Dua Remaja di Kota Jambi Diamuk Warga Karena Nekat Merampas Handphone Seorang Wanita di Pattimura
Baca juga: Tak Sadar Dibuntuti Polisi, Pencuri Sepeda Motor di Bangko Ganti Bajunya Setelah Beraksi
Kekayaan Agus Rubiyanto, Bupati Tebo periode 2025-2030, Hartanya Rp30 M |
![]() |
---|
Penjelasan Ending Freakier Friday, Bagaimana Anna dan Harper Kembali ke Tubuh Asli Mereka |
![]() |
---|
Daftar Wilayah Mati Listrik di Jambi Hari Ini 11/8/2025 - Kota Baru, Bulian, Sabak, Telanaipura |
![]() |
---|
Harga Biji Kopi Kerinci Jambi Merosot Jadi Rp40-50 Ribu per Kg |
![]() |
---|
KAGETNYA Ismanto Ditagih Pajak Rp2,8 Miliar, Padahal Penjahit Biasa, NIK Disalahgunakan? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.