Kisah Anak Mantan Gubernur Jambi Menjadi Penyanyi Istana,Iringi Saat Bung Karno Lenso dengan Hariati

Chairiah, di waktu remaja merupakan penyanyi di Istana Negara pada kurun 1962-1964. Dia anak mantan Gubernur Jambi Djamaluddin Tambunan

|
Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUN JAMBI/DEDDY RACHMAWAN
Chairiah Tambunan (duduk di kursi roda) anak mantan Gubernur Jambi, Djamaluddin Tambunan, Selasa (22/8/2023). Chairiah semasa remaja menjadi paduan suara Istana Negara 

Aryati Dikau mawar asuhan rembulan

Aryati Dikau gemllang seni pujaan

Dosakah hamba mimpi

berkasih dengan tuan

Lirik lagu berjudul Aryati itu keluar dari mulutnya. Suaranya masih merdu menyanyikan lagu ciptaan Ismail Marzuki tersebut. Sembari menyanyikan satu bait Aryati, Selasa (22/8/2023) siang, ingatan Chairiah Tambunan tertarik ke belakang.

Ia mengingat momen ketika melantukan lagu itu di Istana Negara pada tahun 1963. Kala itu, Presiden Sukarno sedang jatuh hati pada Hariati yang tak lain penari dan staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian.

Bung Karno menikahi Hariati pada Mei 1963.

Chairiah, biasa disapa Ria, di waktu remaja merupakan penyanyi di Istana Negara pada kurun 1962-1964. Dulu, istana memiliki barisan Bhineka Tunggal Ika yang anggotanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Selain tim penari, barisan ini juga memiliki tim paduan suara.

Barisan inilah yang dikerahkan ketika Presiden Sukarno menerima tamu-tamu kenegaraan. Tahu Yurike Sanger dan Heldi Djafar? Keduanya pernah bergabung di barisan ini dan kelak menjadi istri Bung Karno.

Chairiah Tambunan tak lain anak dari Djamaluddin Tambunan. Tambunan menjabat Gubernur Jambi periode 1974-1979.

Baca juga: Siapa Sebenarnya Mbah Taryo yang Terima Ganti Rp19,5 Miliar, Dulu Intel Bung Karno Kerap ke Rumahnya

Saat Ria bergabung di paduan suara istana, ia masih duduk di kelas 2 SMA. Ayahnya saat itu bekerja di biro perekonomian kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara.

Djamaluddin Tambunan pernah pula menjadi wedana di Rantau Prapat, Sumatera Utara.

Sembari duduk di kursi roda, ia bercerita mengenang masa mudanya. Saat itu sebuah acara berlangsung di istana. Ajudan Bung Karno, biasa tahu wanita mana yang disorot oleh putra sang fajar tersebut.

Orang-orang di lingkaran Presiden Sukarno akan saling memberi kode. Joop Ave (mantan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi era Soeharto), salah satunya yang memberi kode kepada para paduan suara di istana. Joop Ave kala itu punya jabatan Protokoler dan Kepala Rumah Tangga Istana.

“Dia (Bung Karno) berdiri, kami kan otomatis (berdiri). Bung Karno lenso (dansa). Kami dikode Joop Ave. Nyanyi menghibur. Lagu penutup biasanya   Nona manis siapa yang punya. Sampe jam empat subuh itu,” kenang Ria.

Baca juga: Hadiri Bulan Bung Karno, Edi Purwanto: Arahan Ketum Turun Membumi dan Merakyat

Saat Bung Karno lenso dengan Aryati itulah, Ria dan tim paduan suara mendendangkan lagu Aryati.

Sayang, Ria tak memiliki dokumentasi momen-momen bersejarah tersebut. Dan karena keterlibatannya sebagai paduan suara istana itulah, ia jarang masuk sekolah di SMA 3 Medan. Bahkan ia tak mengikuti ujian akhir sekolah. Ria remaja, setiap bulan selalu bernyanyi di Istana Negara maupun Istana Bogor.

“Bayangkan dalam satu bulan itu bisa tiga kali,” kata wanita yang masih segar ingatannya tersebut.

Bahkan di momen Ganefo, event olahraga tandingan Olimpiade, pada 1962, Ria juga tampil bernyanyi. Ia menyebut sejumlah tamu kenegaraan yang datang ke istana dan ia tampil di sana.

Chairiah Tambunan di Sumatera Utara bergabung dengan tim paduan suara Maju Tak Gentar. Rombongannya berjumlah 40 orang.

Paduan suara inilah yang bergabung dengan tim paduan suara istana. Selain dari Medan, ada pula tim dari Bandung.

Untuk ke Jakarta, kata dia, kami naik Hercules. “Pesawatnya itu kan untuk angkat mobil. Jadi kami duduk, pakai jala-jala gitu. Bukan di kursi. Kami naik itu,” ujar ibu empat anak tersebut.

Chairiah, kini 79 tahun, lahir pada 5 Desember 1944. Ayahnya, Djamaluddin Tambunan meski berasal dari Sumatera Utara, namun menjadikan Jambi sebagai kampung halaman kedua.

Beberapa anaknya, bahkan lahir di Jambi dan menjadi kepala daerah di Sumatera Utara. Dari sejumlah Gubernur Jambi, Djamaluddin termasuk yang menulis buku.

Bukunya berjudul Jambi Yang Menanti Jamahan setebal 364 halaman berisikan dinamika pembangunan Provinsi Jambi di masa ia menjabat. (deddy rachmawan)

 

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved