Berita Jambi
Menteri ESDM, Gubernur Jambi dan 8 Perusahaan Batu Bara Digugat, Warga Minta Kompensasi Rp 5 Triliun
Para tergugat ini, kata Ibnu, dituntut mengeluarkan kompensasi sebesar Rp 5 triliun untuk memperbaiki jalan nasional dan biaya kesehatan masyarakat
Penulis: Aryo Tondang | Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Jambi Menggugat (AMJM), akhirnya menggugat pemerintah hingga perusahaan terkait permasalahan angkutan batu bara.
Gugatan ini, secara resmi dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jambi, pada Rabu (8/3/2023).
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sekaligus koordinator Aliansi Masyarkat Jambi Menggugat (AMJM), Ibnu Kholdun mengatakan, gugatan ini dilayangkan terkait kemacetan parah di jalan nasional akibat penumpukan truk angkutan batu bara, dan telah merugikan masyarakat.
Ibnu menjelaskan, yang menjadi tergugat pertama adalah Menteri ESDM, kemudian tergugat kedua, yakni Gubernur Jambi Al Haris, dan disusul dengan 8 perusahaan batu bara.
“Ya karena Kementerian ESDM dan Gubernur Jambi, mereka yang memberikan izin IUP batu bara. Dalam hal ini, mereka hanya mengeluarkan izin, tetapi tidak menyiapkan regulasi terkait sarana dan pra sarana jalan," kata Ibnu Kholdun, Rabu (8/3/2023).
Ia menjelaskan, pengangkutan batu bara di Jambi, justru menggunakan jalan nasional yang sebenarnya untuk masyarakat umum. Ribuan truk batu bara melewati jalan tersebut sehingga kerap terjadi kemacetan yang mengganggu masyarakat.
Para tergugat ini, kata Ibnu, dituntut mengeluarkan kompensasi sebesar Rp 5 triliun untuk memperbaiki jalan nasional dan biaya kesehatan masyarakat yang selama ini terancam.
Baca juga: Tingkatkan Kepastian Hukum Kanwil Kemenkumham adakan Sosialisasi Pewarganegaraan & Kewarganegaraan
Baca juga: Samsul Riduan Reses di Desa Muara Danau Sarolangun Tampung Aspirasi Masyarakat Untuk di Perjuangkan
"Kalau terbukti melanggar, kami meminta tergugat untuk membayar kompensasi untuk masyarakat Jambi sebesar 5 triliun untuk digunakan perbaikan jalan dan biaya kesehatan. Kemudian menghukum para tergugat untuk mengehentikan aktivitas batu bara di jalan nasional," katanya.
Karena penggunaan jalan yang tidak semestinya, ujar Ibnu, hak masyarakat untuk hidup sehat telah dirampas. Tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia.
"Dengan kondisi seperti ini, kita tidak hidup sehat. Tidak hidup nyaman. Artinya, ada perbuatan melawan hukum," tuturnya.
Tidak hanya itu, dalam gugatan yang dilayangkan Ibnu dan kawan-kawannya, ada pula turut tergugat, yakni Direktorat Jenderal Pajak RI, Kapolda Jambi, Ketua DPRD Jambi, KPK dan sebagainya.
"Kenapa juga KPK? Pemberian izin tidak menutup kemungkinan ada korupsi, kolusi, nepotisme, sesuai dengan tupoksi KPK yang memeriksa," ujarnya.
Ibnu mengatakan pihak kepolisian pun bertanggung jawab karena tidak tegas untuk menghentikan aktivitas angkutan batu bara di jalan nasional.
"Kepolisan, sesuai amanah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, polisi bertugas untuk memberikan kenyamanan. Menjaga ketertiban umum, dengan kondisi sekarang ini, artinya tugas polisi gagal untuk menciptakan kenyamanan," katanya.
Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri Jambi Yandri Roni mengonfirmasi gugatan tersebut telah didaftarkan. Dalam waktu dekat, pihaknya akan menyiapkan persidangan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.