Bom Astanaanyar

Densus 88 Geledah Kos Pelaku Bom Polsek Astanaanyar, Pengamat Sebut Terencana Matang

Kos pelaku bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung digeledah Densus 88 pasca ledakan pada Rabu (7/12/2022).

Editor: Suci Rahayu PK
KOMPAS.COM/Raisan Al Farisi
Ledakan bom di Mapolsek Astanaanyar, Rabu (7/12/2022) pagi menyebabkan 11 orang jadi korban. 

Menurut Ardi, aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar yang dilakukan Agus Sujatno atau yang biasa dikenal Agus Muslim, identik dengan kelompok Al Qaeda dan ISIS yang diaplikasikan kelompok Jemaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Indonesia.

Selain menewaskan pelaku, bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar diketahui menyebabkan seorang polisi tewas dan empat orang mengalami luka-luka.

"(Aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar) sudah direncanakan matang dan melalui beberapa survei, tidak mungkin aksi dilakukan secara spontan."

"Apalagi di sana ditemukan tulisan KUHP Hukum Syirik/Kafir Perangi Para Penegak Hukum Setan QS' 9:29," ungkap Ardi, Rabu (7/12/2022), melalui keterangan yang diterima Tribunnews.

Dikutip dari Kompas TV, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar adalah residivis narapidana terorisme.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyebut pelaku pernah ditangkap karena peristiwa bom Cicendo dan sempat dihukum 4 tahun.

Ardi mengatakan, seharusnya mantan pelaku kejahatan idealnya berubah dan mengalami efek jera setelah menjalani masa pidananya.

Namun, menurut Ardi, hal tersebut tidak berlaku koheren dengan kejahatan ideologis bernama terorisme.

Bahkan, banyak pelaku teror menganggap sistem peradilan pidana, termasuk penghukuman di lembaga pemasyarakatan adalah bagian dari perjuangan.

"Di sisi lain regulasi yang mengatur pemidanaan pelaku teror, UU No 5/2018 hanya mengatur tindak pidana terorisme berdasarkan perbuatannya, bukan ideologi pro kekerasannya."

Baca juga: Profil dan Biodata Yassine Bounou, Kiper Maroko sang Pahlawan Penakluk Spanyol dari Klub Andalusia

"Jadi, tidak heran ketika mantan narapidana terorisme kembali ke masayarakat, masih memiliki muatan ideologis ekstremisme berbasis kekerasan," jelas dia.

Ardi mengatakan, di dunia, umumnya digunakan dua pendekatan untuk menghentikan seseorang dari aktivitas terorisme, yaitu deradikalisasi dan disengagement (pelepasan).

Di mana, deradikalisasi fokus pada mengubah pemikirannya, sementera disengagement fokus pada social setting yang berimplikasi pada perubahan perilakunya.

Ada juga kata dia, teori desistensi dari terorisme untuk mengkaji bagaimana seseorang bisa lepas dari jerat teror dan ismenya.

Ardi menjelaskan, desistensi melihat multifaktor, tentang potensi seseorang untuk berhenti menjadi pelaku teror.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved