Shohibul Anshor Bagikan Pandangannya soal Perdebatan Calon Presiden Jawa dan Non-Jawa

Menjelang Pemilu 2024, muncul perdebatan terkait calon presiden (capres) Jawa dan non-Jawa.

Penulis: AMALIA PURNAMA SARI | Editor: AMALIA PURNAMA SARI
ISTIMEWA
Pengamat sosial politik sekaligus Direktur Basis Shohibul Anshor Siregar. 

Ia melanjutkan, sistem yang dianut adalah liberal, jadi akan menyesuaikan dengan kemampuan calon pemimpin. Asumsi kedua adalah para milenial tidak terpaku pada etnis.

"Sebagai contoh misalnya, perilaku pemilih di masa mendatang itu seperti nonton YouTube, siapapun yang membuat sesuatu yang menarik di YouTube kita akan pasti sukai tidak perlu melihat sukunya apa, jenis kelaminnya apa, agamanya apa tidak peduli juga negaranya di mana pun," lanjutnya lagi.

Selanjutnya, sebut dia, pemilih akan berbicara prestasi dan bukan etnis. Tidak mungkin presiden atau gubernur bisa terpilih jika tidak memiliki prestasi.

"Jadi pemimpin daerah pun tidak bisa, sudah tidak trennya lagi. Mau punya partai sebesar apa pun kalau tidak diminati oleh publik tidak akan bisa menjadi calon presiden. Jika nantinya Ibu Kota Negara (IKN) pindah, maka pusat politik yang selama ini dikenal Jakarta, pasti akan berpindah ke tempat baru. Pusat kekuatan politik akan pindah dengan sendirinya," paparnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved