Tak Betah dan Kabur dari Ponpes, Bocah 12 Tahun di Tasikmalaya Didenda Rp 37 Juta
Seorang anak berusia 12 tahun, asal Rajapolah Tasikmalaya, Jawa Barat, dikabarkan didenda Rp37 juta oleh yayasan pondok pesantren di Kecamatan Cilengk
TRIBUNJAMBI.COM - Seorang anak berusia 12 tahun, asal Rajapolah Tasikmalaya, Jawa Barat, dikabarkan didenda Rp37 juta oleh yayasan pondok pesantren di Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, tempatnya menimba ilmu.
Denda tersebut harus dibayar karena sang anak tidak betah dan kabur dari pesantren.
Pihak orang tua merasa keberatan dan akhirnya mengadukan masalahnya ke KPAI Kabupaten Tasikmalaya untuk meminta keringanan.
Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bandung meminta pihak pondok pesantren yang mendenda santrinya Rp37 juta untuk mengubah aturan.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bandung Abdurahim mengatakan pihaknya telah memanggil dan mengajak pemilik sekaligus pengasuh ponpes tersebut untuk bertemu.
Kedua pihak berdiskusi terkait persoalan yang saat ini sedang ramai dibicarakan, yakni mengenai denda sebesar Rp37 juta yang dikenakan kepada seorang santri.
Dalam pertemuan tersebut, kata Abdurahim, pihaknya telah mendengar penjelasan dari pemilik ponpes. Pemilik ponpes mengatakan denda tersebut adalah upaya untuk mendisiplinkan anak didik atau santri.
Baca juga: Hadiri Muscab Hiswana Migas, Wagub Abdullah Sani Tekankan Sinergitas
Baca juga: Ratusan Warga Kherson Sambut Gembira Mundurnya Pasukan Rusia dari Ukraina
Namun, Abdurahim meminta agar pihak pengelola pondok pesantren mengganti aturan berkaitan denda tersebut.
"Hal yang disesalkan kenapa harus tertulis dan ada nominal, kumulatif dari nilai itu bakal menimbulkan asumsi yang lain,” tuturnya, Jumat (11/11/2022), dikutip dari Kompas.com.
Abdurahim menyebut, dengan adanya sanksi berupa denda, dapat memunculkan asumsi liar tentang pondok pesantren.
“Sebab kalau kita melihat ponpes se-Indonesia. Ada 32 ribu lebih, se-Jawa Barat ada 15 ribu lebih (ponpes) dan di Kabupaten Bandung, (pondok pesantren) yang tercatat di atas 400.”
“Nah, dengan adanya statement itu banyak yang baca dan itu dampaknya akan ada bahasa atau asumsi yang liar," tuturnya.
Abdurahim mengaku sepakat dengan adanya sanksi untuk mendidik santri, namun menyarankan agar tidak berbentuk nominal.
"Saya kalau bentuk sanksi setuju. Tapi jangan ada berupa nominal cukup dengan sanksi yang umum di pesantren, seperti digundul atau puasa gitu, atau hukuman yang lain atau bisa bersifat edukatif," imbuhnya.
Kepada pemilik dan pengasuh ponpes tersebut, ia berpesan agar tetap rendah hati dalam menghadapi persoalan tersebut. Ia meminta agar pihak ponpes mengambil hikmah atas kejadian ini.