Kolonel Priyanto Sempat Ngamar dengan Janda Cimahi dan Ngebom Rumah di Timor Timur

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan terhadap sejoli Handi Saputra dan Salsabila, Kolonel TNI Infanteri Priyanto, ternyata sempat menginap

Editor: Fifi Suryani
TribunJakarta.com/Bima Putra
Kolonel Priyanto. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan pembunuhan terhadap sejoli Handi Saputra dan Salsabila, Kolonel TNI Infanteri Priyanto, ternyata sempat menginap satu kamar alias ngamar dengan seorang teman wanitanya sebelum terlibat kecelakaan dan membuang korbannya yakni Handi dan Salsabila ke sungai. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4).

Awalnya dalam sidang Ketua Majelis hakim Brigjen TNI Faridah Faisal meminta Priyanto menceritakan perjalanannya untuk mengikuti rapat evaluasi bidang intel di Jakarta. Priyanto adalah Kepala Seksi Intelijen Komando Resor Militer 133/Nani Wartabone Gorontalo. "Akan ada rapat pada hari Senin tanggal 6 Desember (2021), ada rapat evaluasi bidang intel yang dilaksanakan selama dua hari, tanggal 6 dan tanggal 7 hari Senin dan hari Selasa di Jakarta. Kami berangkat dari Gorontalo hari Jumat," kata Priyanto menjawab pertanyaan hakim Faridah.

Keesokan harinya, Priyanto bersama dua orang sopir yaitu Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh berangkat dari Yogyakarta menuju Jakarta menggunakan mobil. Dalam perjalanan, mereka singgah di Cimahi, Jawa Barat, untuk menjemput teman wanita Priyanto bernama Nurmala Sari atau Lala.

"Berangkat dari Jogja bertiga? berangkat dari Cimahi berempat?" tanya hakim Faridah. "Siap," jawab Priyanto. "Jemput siapa di Cimahi? Saudara Nurmala Sari?" tanya hakim lagi. "Siap," jawab Priyanto. "Teman atau apa?" tanya hakim lagi. Priyanto kemudian menjawab bahwa Lala adalah temannya yang dikenal saat bertugas di Cimahi. "Statusnya apa ini Nurmala Sari?" tanya Faridah. "Janda," jawab Priyanto.

Priyanto menjelaskan bahwa dirinya berteman dengan Lala sejak 2013. Saat itu ia bertugas sebagai Guru Militer (Gumil) di Pusdik Pemilum, Cimahi, Jawa Barat. Pada gilirannya, Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir juga turut mendalami terkait hubungan Priyanto dengan Lala. Dari sana diketahui bahwa Priyanto tidak pernah menikah dengan Lala. "Tidak (pernah menikah), hanya sebagai teman biasa saja," jawab Priyanto ketika ditanya Surjadi.

Setelah menjemput Lala di Cimahi, Priyanto, Andreas, Achmad Sholeh, kemudian melanjutkan perjalanan ke Jakarta dan menginap di Hotel Holiday Inn. Di hotel tersebut Priyanto sekamar dengan Lala. "Siap menginap di Holiday Inn kemudian kegiatannya waktu itu di Pusat Zeni Angkatan Darat, kegiatannya di aula Pusziad, hari Senin kegiatannya tanggal 6 adalah di aula Pusziad," kata Priyanto.

Keeesokan harinya mereka pindah ke Hotel 88. Di hotel tersebut Priyanto kembali sekamar dengan Lala, sementara Andreas sekamar dengan Achmad Sholeh. "Terdakwa sekamar dengan siapa?" tanya hakim. "Siap dengan saudara Lala ini," kata Priyanto.

Setelah acara di Jakarta selesai Priyanto mengaku melanjutkan perjalanan menuju Cimahi untuk mengantarkan Lala pulang. Namun mereka sempat menginap lagi di hotel ketika itu. Lagi-lagi, Priyanto tidur sekamar dengan Lala. "Saksi dua dengan saksi tiga, kemudian terdakwa dengan Lala, begitu lagi?" tanya hakim kepada Andreas. "Siap," jawab Priyanto.

Setelah mengantar Lala pulang, pada Rabu 8 Desember 2021, Priyanto dan dua rekannya melanjutkan perjalanan. Pada hari itu insiden mobil Priyanto menabrak sejoli Handi-Salsabila terjadi di Nagreg, Jawa Barat. Tubuh korban itu lalu diangkut ke mobil oleh para terdakwa kemudian dibuang ke sungai.

Atas kejahatan yang dilakukannya itu, Priyanto didakwa dengan sejumlah pasal. Dakwaan primer yang didakwakan yakni pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Dakwaan subsider pertama yang didakwakan yakni Pasal 328 KUHP tentang penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP kejahatan terhadap kemerdekaan orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Untuk dakwaan subsider ketiga yang didakwakan yakni Pasal 181 KUHP tentang mengubur, menyembunyikan, membawa lari, atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Selain mengaku tidur dengan seorang janda dari Cimahi bernama Nurmala Sari alias Lala, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap sejoli Handi Saputra dan Salsabila, Kolonel TNI Infanteri Priyanto juga menceritakan alasannya membuang jenazah Handi-Salsa ke sungai. "Sempat ada pengin meninggalkan di jalan tapi ujung-ujungnya kita ke Sungai Serayu itu untuk membuang (Handi-Salsa)," ucap Priyanto dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4)

Pada akhirnya Handi-Salsa dibuang oleh Priyanto dan anak buahnya ke Sungai Serayu. Ketua majelis hakim Brigjen Faridah Faisal kemudian menanyakan alasannya. "Kenapa ke sungai?" tanya hakim. "Memang sudah muncul (niat) membuang di sungai karena saya lihat yang kita lewati ini tidak ada tempat pembuangan kecuali sungai. "Kenapa nggak dibuang ke semak-semak, di hutan?" tanya hakim lagi. "Karena saya berpikir kalau di sungai kan bisa ke laut kemudian dimakan ikan atau apa hilang sama sekali," imbuhnya.

Kemudian, dalam persidangan itu Priyanto juga menceritakan pengalamannya selama berkarier di militer. Ia mengaku pernah dua kali terjun dalam operasi di Timor-Timur. Menjawab pertanyaan Hakim anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir, Priyanto mengatakan telah terjun dalam operasi militer di Timor-Timur pada 1996 dan 1998. Ia pun mendapatkan tanda jasa Satya Lencana Seroja dalam operasi tersebut. "Siap, (dapat) Satya Lencana Seroja," jawab Priyanto kepada Surjadi.

Priyanto sempat ditanya Surjadi perihal kata-katanya kepada Kopda Andreas Dwi Atmoko setelah mereka menabrak Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg Jawa Barat pada 8 Desember 2021. Di persidangan sebelumnya terungkap Priyanto sempat mengatakan kepada Andreas bahwa ia pernah mengebom satu rumah tanpa ketahuan. Hal tersebut diketahui dikatakan Priyanto untuk menenangkan Andreas yang terus merengek dan panik setelah ia melontarkan niat untuk membuang Handi dan Salsabila ke sungai.

Priyanto kemudian mengakui dirinya pernah mengebom satu rumah saat melakukan operasi militer di Timor Timur tersebut. "Pada saat itu kan Timor-Timur merdeka lahir, pada saat kita embarkasi untuk pulang," jawab Priyanto kepada Surjadi. Surjadi kemudian bertanya apakah di dalam rumah yang dibomnya tersebut ada anak-anak. Priyanto kemudian menjawab tidak tahu. "Saya tidak tahu orangnya di dalam ada atau tidak," kata Priyanto.

Pertanyaan terkait pengalaman Priyanto dalam operasi militer tersebut juga digali oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy dalam kaitannya kemampuan Priyanto mengidentifikasi hidup atau tidaknya manusia. Namun, Priyanto mengatakan pengalamannya selama operasi berbeda dengan kecelakaan yang dialaminya di Nagreg Jawa Barat tersebut.

Adapun terkait alasannya membuang korban Handi Saputra dan Salsabila ke Sungai Serayu di Jawa Tengah, Priyanto mengaku niat membuang jenazah Handi dan Salsabila itu muncul untuk melindungi sopirnya, yakni Kopda Andreas Dwi Atmoko yang saat itu menabrak Handi dan Salsabila di Nagreg pada 8 Desember 2021. Priyanto mengatakan dirinya memiliki hubungan emosional dengan Andreas karena selama ini Andreas telah menjaga anak-anaknya dan keluarganya.

"Ada niat ingin menolong dia, itu yang pertama. Kemudian panik. Kemudian Kopda Dwi Atmoko pada saat itu juga sama-sama panik. Kemudian dia bingung juga. Akhirnya saya ambil keputusan. Sudah, kita hilangkan. Maksud saya kita buang saja mayat ini. Dari situlah tercetus," kata Priyanto.

Namun demikian, Hakim anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir heran mengapa Priyanto justru melindungi anggotanya ketimbang korban. Padahal, kata Surjadi, Priyanto telah memiliki pengalaman tugas yang cukup banyak di bidang teritorial yang berkaitan dengan pengayoman masyarakat. Terlebih, kata Surjadi, saat kejadian sopirnya sempat mengingatkan bahwa Handi dan Salsabila yang sudah diniatkan akan dibuang ke sungai akan dicari oleh orang tuanya.

"Tidak muncul itu rasa. Kok malah kasihan sama anggota daripada kasihan sama korban? Tidak punya rasa kasihan sama korban ini?" tanya Surjadi dengan nada tinggi. Priyanto kemudian menjawab bahwa ketika itu ia berpikir bahwa Handi dan Salsabila telah meninggal. "Jadi walaupun sudah meninggal tidak punya pikiran juga? Kok malah kasihan sama anggota bukan kasihan sama korban?" kata Surjadi.

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved