Harga Beras dan Cabai Naik,  Imbas Demo Sopir Truk Tolak Aturan ODOL

Dampak aksi demo menolak kebijakan truk kelebihan muatan dan berdimensi lebih atau over dimension-over load (ODOL) di berbagai daerah

Editor: Fifi Suryani
TRIBUNJAMBI/MAREZA SUTAN
Pedagang beras di Pasar Angso Duo 

"Rencana pada revisi UU Nomor 22 ada perluasan sanksi terkait ODOL yang juga menyertakan pemilik barang. Bahkan kami sudah sering mendiskusikan bersama dengan Komisi V DPR atau di FGD. Selain itu, ada juga nanti sanksi yang dibuat lebih berat lagi," kata Budi. Lebih lanjut Budi menjelaskan, langkah-langkah pemerintah dalam melakukan penertiban ODOL dilakukan bersama dengan asosiasi pengemudi, bahkan menggandeng pihak lain termasuk agen pemegang merek (APM) yang memasarkan truk.

Hal tersebut lantaran pada dasarnya, pemerintah peduli dengan para sopir. Bahkan berusaha untuk tak menjadikan pengemudi dari truk ODOL sebagai korban, baik dari sisi pengenaan sanksi dan yang lebih penting terkait keselamatan saat beroperasi. Upaya-upaya tersebut beberapa sudah mulai dilakukan, misal seperti penindakan atau pemberian sanksi bagi pelaku karoseri. Sampai mengusut oknum-oknum yang dengan sengaja mengoperasikan ODOL sampai menelan korban jiwa akibat menyebabkan kecelakaan.

"Selama ini banyak pengemudi yang tak tahu menahu bila tiba-tiba kendaraannya dimuati barang berlebih sampai 100 persen. Itu kan berbahaya, kendaraan jadi lambat kecepatannya, rawan rem blong, kasihan bila pengemudi jadi korban. Sebetulnya kami melindungi dan mencari jalan tengah supaya mereka tak menjadi korban saja," ujar Budi.

Terkait hal tersebut, pemerintah diminta membenahi hulu atau perusahaan yang membawa produknya dengan truk kelebihan muatan dan berdimensi lebih atau over dimension-over load (ODOL).  Anggota Komisi V DPR Irwan mengatakan, penindakan truk ODOL di lapangan jangan pilih kasih dan tidak berkeadilan. "Sopir yang merupakan rakyat kecil ditindak atau dihentikan kendaraannya tapi pemerintah tidak pernah menyentuh hulunya, para pengusaha pemilik kendaraan, pemilik barang pun juga para pabrik yang memproduksi kendaraan ODOL ini," kata Irwan.

Menurutnya, para sopir truk jangan jadi korban kepentingan ekonomi para pelaku usaha, misalnya dengan mengerahkan melakukan aksi demo menolak aturan ODOL.  "Itu harus ditindak penegak hukum kalau ada upaya para pelaku usaha atau pemilik barang mengkonsolidasi sopir untuk demo menutup jalan," papar Irwan.

Irwan menjelaskan, permasalahan ODOL sudah lama terjadi dan berlarut-larut, tetapi kerugian maupun kerusakan yang ditimbulkannya tiap hari berlangsung. Bahkan, setiap tahunnya terhitung Rp 43 triliun kerugian negara ditimbulkan oleh ODOL.

"Belum lagi polusi, korban meninggal dari kecelakaan lalu lintas akibat operasional mereka. Makanya ditargetkan 2023 bebas ODOL, negara-negara lain sudah lebih dulu bebas ODOL," tutur politikus partai Demokrat itu.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, kata Irwan, Komisi V DPR mendorong melakukan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) agar mendukung penegakan dan penindakan ODOL. "UU Jalan sudah selesai dan tahun 2022 ini kita akan revisi UU LLAJ yang akan lebih tegas lagi untuk sanksi dan penindakan pelanggaran ODOL," ujarnya.

Terkait adanya penolakan pengusaha terhadap aturan dan bebas ODOL 2023, Irwan menyebut, mereka harus patuh pada amanat undang-undang dan peraturan di bawahnya. "Tidak boleh menang dan mau untung sendiri sementara negara dan mayoritas rakyat menanggung kerugiannya," ujarnya.

"Saya pikir Kemenhub bersama Korlantas Polri, Kementerian PUPR bisa memanggil perwakilan pengusaha dan menjelaskan rencana pemerintah ke depan terkait Bebas ODOL 2023," sambungnya.

Pengusaha Minta Tunda

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan agar kebijakan bebas truk kelebihan muatan dan dimensi (over dimension overload/ODOL) diundur pemberlakuan penuhnya dari semula tahun 2023 menjadi 2025. Hal ini mempertimbangkan kondisi industri nasional yang masih terpukul akibat pandemi Covid-19.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan penerapan zero ODOL ini akan sulit dilaksanakan pada 2023 mendatang. Dia beralasan masa pandemi Covid-19 telah membuat perekonomian Indonesia mundur.

“Kita tahu semua bahwa perekonomian selama pandemi sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kebijakan zero odol ini diundur paling tidak dua tahun atau di Januari 2025,” kata Hariyadi.

Hariyadi menegaskan, Apindo mendukung penerapan zero ODOL yang dicanangkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Namun lantaran dunia usaha terpukul pandemi Covid-19, maka pihaknya mengusulkan agar kebijakan zero ODOL ini diundur hingga 2025 mendatang.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved