Keindahan Goa Colow Petak di Sarolangun yang Jarang Diketahui, Ada Batu Malin Kundang
Goa Calow Petak memiliki arti penting bagi masyarakat Margo Bukit Bulan, Kecamatan Limun, Sarolangun, Jambi.
Penulis: Rifani Halim | Editor: Teguh Suprayitno
TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi memiliki keindahan alam bawah tanah, yakni Goa Calow Petak yang memiliki arti penting bagi masyarakat Margo Bukit Bulan, Kecamatan Limun.
Goa Calow Petak terletak di antara Dusun Dalam, Desa Napal Melintang dan Dusun Sungai Beduri, Desa Meribung Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun. Dari pusat kota Sarolangun membutuhkan waktu tiga hingga empat jam atau sekitar 70 kilometer.
Di wilayah tersebut, terdapat banyak goa yang telah dikunjungi oleh para peneliti dan arkeolog, namun hanya sebagian masyarakat saja yang mengetahui jumlah pasti gua yang ada di kawasan Bukit Bulan.
Masyarakat setempat menamai gua tersebut dengan memiliki makna yang terdiri dari Calow yang merupakan bentukan alami, dan Petak yang berarti persimpangan yang banyak. Di dalam gua dengan panjang hingga 2 kilometer memiliki banyak persimpangan yang tidak dapat dihitung.
Meski sedikit tersembunyi dengan semak belukar Goa Calou Petak terdapat tangga, guna memudahkan para pengunjun. Puluhan anak tangga, menjadi jalur perjalanan kaki untuk sampai ke mulut goa.
Warga setempat tidak memperbolehkan para pengunjung untuk melihat keindahan alam di dalam Goa tanpa dampingi warga sekitar. Sebab, di dalam goa terdapat banyak persimpangan dengan ruang, jika baru pertamakali akan dapat menyulitkan pengunjung dan bisa saja tersesat di dalam gua dengan kedalaman berkilo-kilo meter.
"Pantang larang dalam mengunjungi Goa Calou Petak harus sopan dan nurut kepada aturan yang telah ditentukan oleh masyarakat. Jangan masuk tanpa izin, jangan melakukan tindakan yang dilarang agama dan negara.
Baca juga: Arung Jeram Tanjung Menanti Sarolangun Masuk Nominasi Anugerah Pariwisata Indonesia
Banyak tempat-tempat di dalam gua yang memiliki penamaan yang unik dengan arti yang dalam. Seperti yang ditunjukkan oleh kepala dusun setempat, ia menunjukkan kelambu dewa. Kelambu dewa adalah spot yang paling terdekat dari mulut gua dapat ditempuh berjalan kaki 50- 100 meter tanpa ada sinar matahari yang masuk. Masyarakat menamai kelambu dewa dikarenakan bentuk relif dari spot di dalam gua itu berbentuk kelambu.
Terdapat pula batu Malin Kundang di dalam Goa Calou Petak. Menurut cerita rakyat, dahulu ada keluarga yang tinggal di dalam goa, namun sang anak dari keluarga itu durhaka kepada orang tua hingga dikutuk menjadi batu di air terjun yang berbeda di dalam gua.
Menurut cerita rakyat cerita batu Malin Kundang yang berbeda di dalam gua sama seperti cerita Malin Kundang yang berbeda di Sumatera Barat.
Kemudian terdapat juga batu gong, batu ukiran, ada terowongan yang menjulang ke atas. Sinar matahari dapat masuk ke dalam gua di beberapa spot.
Terdapat batuan licin saat menyusuri gua, terkadang mesti menunduk, karena lapisan atas gua yang rendah dan bentuknya menyempit. Jangan lupa membawa penerangan. Karena medan yang dilalui gelap dan sepi.
Baca juga: Pacu Adrenalinmu di Wisata Menarik Jambi, Rafting Arung Jeram di Sungai Batang Merangin
"Kedalaman gua Calou Petak ini hampir dua kilometer, ini gua tembus yang terpanjang di Sumatera. Masyarakat menemukan gua sekitar tahun 1919," kata Amri kepala Dusun setempat.
Sebelum tahun 2000, masyarakat setempat memanfaatkan isi gua yang berupa sarang walet untuk memanen. Seiring berjalanya waktu, burung walet pergi meninggalkan gua tanpa tersisa.
Kala itu ada pengunjung dari luar negeri hendak membeli kotoran burung walet, seiring dengan hilangnya kotoran walet, burung waletpun pergi meninggalkan gua. Hingga kini masyarakat tidak dapat menghasilkan lagi dari sarang walet yang berbeda didalam gua, sebab gua hanya dihuni oleh kalilawar dan binatang lainnya.
"Dulu saat memanen sarang walet ada aturan, dipanen setiap 40 hari keuntungan untuk bersama-sama, hingga dapat membayar tenaga pengajar madrasah dan membuat masjid," ujar Amir bercerita di mulut gua.
Tak heran kini walet tinggal cerita oleh masyarakat, kini para pengunjung dapat melihat ribuan kelelawar di langit-langit gua.
(Tribun Jambi / Rifani Halim)