Dr Irma Sagala: Jambi Miliki Pelabuhan Paling Makmur Pada Abad 16-17
Dari Manuskrip yang diteliti Dr. Irma Sagala M.Si didapati kesimpulan Jambi memiliki pelabuhan paling makmur pada abad 16 dan 17 .
Penulis: Fitri Amalia | Editor: Tommy Kurniawan
"Sementara yang berdiam di tanah pilih putra mahkota dan itu pun kekuatan politiknya tidak banyak, tokoh yang menonjol yaitu satu satunya Pangeran Wirokesumo yang makamnya ada di seberang, selebihnya enggak banyak, dan dia pun lebih mengedepankan politik kalo istilahnya sekarang kehumasan," sebut Irma.
"Ketika ibukota dan sumber-sumber daya sosial dan ekonomi dikuasai Belanda, pihaknya Jambi akan sulit bertahan karena dia berada di pedalaman," tambahnya.
Irma juga turut memberi saran jika ingin tahta kesultanan kembali didirikan. Menurutnya menyerahkan tahta pewaris sultan harus dilakukan dengan proses adat dan sebisanya memang mengikuti prosedur-prosedur yang masih bisa dilacak keberadaan prosedur itu sesuai dengan sumber ilmiah.
"Jadi di sumber-sumber tahun 1800-an ke atas sampai 1900-an selalu disebut bahwa penobatan Sultan Jambi disebutkan harus melalui musyawarah adat. Walaupun pernah terjadi pada tahun 1700 Sultan Jambi dipilih oleh Raja Minangkabau, itupun karena orang-orang Jambi meminta petuah, jadi ketika diminta Raja Minangkabau memilih. Kemudian juga ada penobatan Sultan Muhammad Fahrudin sebagai pangeran ratu atau putra mahkota kemudian menjadi Sultan, itu juga terjadi semacam pengingkaran janji oleh ayahnya yang menjanjikan anak sepupunya yang akan menjadi putra mahkota. Tetapi kemudian diingkari, tapi juga tidak jelaskan apakah pembatalan perjanjian itu secara sepihak lalu mengangkat pangeran ratu atau putra mahkota atau juga melalui proses adat itu juga tidak dijelaskan dalam manuskrip, hanya memang terjadi pengingkaran janji semacam itu," jelasnya.
Dia mengatakan selebihnya dari beberapa sumber yang masih dapat ditemukan penobatan Sultan Jambi memang harus ada musyawarah suku bangsawan Jambi.
"Jadi saya sebagai akademisi ingin menegakkan itu jadi tidak bisa kemudian ujug-ujug ada yang muncul mengaku, itu justru akan menjadi konflik yang tidak akan pernah selesai, jika memang Pemerintah Daerah serius ingin kembali mendirikan kesultanan bentuklah panitia yang membuat sejarah Jambi secara komprehensif historiografinya, nanti dari sana ketahuan bagaimana semestinya prosedur pengangkatan itu," tegasnya.
Tetapi menurutnya saat ini lebih penting untuk merevisi sejarah Jambi.
"Saya pikir untuk menobatkan Sultan secara simbolis penting bagaimanapun kita tidak menampik simbol-simbol seperti itu tetap berlaku, tapi kan ada yang lebih penting dan mendesak, itu penting tapi untuk kondisi Jambi saat ini belum mendesak, Yang mendesak ini bagaimana kita membangun histografi yang utuh dari Jambi ini. Banyak tulisan-tulisan sejarah Jambi yang harus kita revisi, berdasarkan sumber-sumber mungkin pada periode tersebut sumber mereka terbatas jadi oke tapi banyak yang harus kita revisi, jadi yang penting dan mendesak itu dulu menurut saya, tetapi mungkin ada yang lain punya pendapat yang berbeda," pungkasnya.