Akses Pendidikan Untuk Anak-anak Suku Anak Dalam
Alam liar menjadi rumah mereka mulai dari tidur hingga mencari makan. Karena itulah banyak anak-anak SAD yang tidak mendapatkan akses pendidikan.
TRIBUNJAMBI.COM - Suku Anak Dalam (SAD) seringkali dijuluki Orang Rimba di Sumatera karena pola hidup mereka yang jauh dari modernitas.
Mereka adalah kelompok terasing dari perkembangan zaman maupun hiruk pikuk perekonomian.
Sejumlah kelompok SAD masih melakukan praktik nomaden, atau hidup dengan cara berpindah tempat.
Alam liar menjadi rumah mereka mulai dari tidur hingga mencari makan. Karena itulah banyak anak-anak SAD yang tidak mendapatkan akses pendidikan.
Berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta, hingga organisasi non-profit saat ini terus mendorong agar anak-anak SAD dapat mengakses fasilitas pendidikan, agar mereka mendapatkan hak yang sama sebagai Warga Negara Indonesia untuk tumbuh dan berkembang.
Kepala Sekolah SD Eka Tjipta Sungai Air Jernih, PT Bahana Karya Semesta Jambi, Dra Titik Yuintarti serta sejumlah guru lainnya telah mengajar anak-anak SAD sejak 2012.
Saat ini, terdapat 11 anak- anak SAD yang belajar di bawah bimbingannya.

Titik mengakui tidak mudah mengajar anak-anak ini dikarenakan adanya perbedaan adat istiadat dan cara hidup dengan siswa lainnya.
Meskipun mereka memiliki motivasi yang masih rendah untuk belajar, namun kegigihan para guru ini telah membawa beberapa anak SAD mampu terus belajar hingga jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
’’Pada dasarnya, mengajar anak-anak SAD itu tidak susah, namun diperlukan kreativitas dan inovasi dari para guru. Tentu ini menjadi tantangan bagi kita semua selaku tenaga pendidik, terutama untuk mendorong anak-anak SAD mau terus belajar," jelas Titik.
Satu tantangan yang harus dihadapi para pengajar ini adalah ketika musim berburu tiba.
Anak-anak SAD seringkali meninggalkan sekolah dan mengikuti orang tua mereka berburu bahkan hingga 2 minggu.
Untuk mengejar ketertinggalan pelajaran, biasanya para guru akan memberikan sesi bimbingan khusus, atau mendampingi mereka mengerjakan soal-soal yang tidak bisa mereka kerjakan.
Selain itu, selama mereka berburu bersama orangtuanya, biasanya para guru akan memberikan tugas khusus membuat prakarya seperti asbak dari tanah liat atau patung kayu.
Hal tersebut dilakukan agar anak-anak SAD terus kreatif dan memiliki keterampilan khusus.