Militer Indonesia

Kisah Danjen Kopassus Kolonel Moeng Tunjukan Cara Bertahan di Hutan Hanya Berbekal Pisau Komando

Artikel ini tentang Kopassus (Komando Pasukan Khusus), di antaranya danjen Kolonel Moeng

Editor: Heri Prihartono
Tribunnews/Tribunjambi.com
Kolonel Moeng Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM - Berikut satu di antara kisah Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Artikel ini membahas Kolonel Moeng Pahardimulyo merupakan mantan Danjen Kopassus keempat TNI AD.

Kolonel Moeng saat itu memimpin Kopassus yang masih bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).


Pada masa RPKAD, terjadi pula perubahan warna baret Kopassus dari cokelat menjadi merah darah.


Perubahan warna baret Kopassus itu pula memiliki kisah tersendiri.

Kolonel Moeng adalah komandan yang terkenal keras dan disiplin. Dia dikenal gemar menerapkan hidup sederhana.

Moeng  menjabat sebagai Komandan RPKAD dengan pangkat letnan kolonel.

Dia dilantik di Manado, pada 3 Agustus 1958.

 Moeng Pahardimulyo langsung terjun ke medan operasi memimpin RTP 1 untuk merebut Kota Tondano.

Pada masa kepemimpinan itu terjadi perubahan baret prajurit dari warna cokelat (seperti baret artileri) menjadi warna merah.

Pada masa Moeng juga ada perubahan pakaian pakaian dinas lapangan (PDL) loreng khusus "darah mengalir", mengantikan seragam PDL loreng lama yang digunakan prajurit para komando.

Sosok Moeng Pahardimulyo memiliki prinsip yang sangat keras.

Tiap prajurit Kopassus, walau hanya bersenjata sebilah pisau komando, harus bisa memenangkan pertempuran.

Kolonel Moeng berpesan supaya pasukan khusus bisa survive ketika sedang berada di hutan selama berhari-hari hanya berbekal pisau komando.

Dalam soal survival, Kolonel Moeng langsung memberikan contoh nyata.

Para siswa kaget

Kolonel Moeng melaksanakan inspeksi ke lokasi pendidikan siswa komando di Citatah, Bandung, Jawa Barat.

Dalam suatu latihan survival, siswa komando  menangkap ular sanca.

Setelah dikuliti, ternyata terdapat  20 telur di dalam perut ular sanca itu.

Telur sanca yang masih berupa untaian seperti batang rokok berderet memanjang itu masih terbungkus balutan lemak yang tebal.

 Kolonel Moeng lalu mengambil enam untaian telur sanca dan lemaknya, lalu menelannya mentah-mentah dalam sekejap.

Semua siswa komando dan para instrukturnya hanya bisa terdiam melihat ‘keganasan’ Kolonel Moeng saat menelan untaian telur sanca.

Para siswa dan pelatih hanya bisa menjawab, ‘Siap...!’, ketika diperintahkan menelan telur-telur sanca yang masih terbalut lemak dengan cara seperti dilakukan oleh Kolonel Moeng.


(Tribunjambi.com)

BACA ARTIKEL MILITER INDONESIA LAINNYA DI SINI

Sumber: Tribun Jambi
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved