Militer Indonesia

Akhir Perjalanan Mbah Suro Dukun Sakti yang Ditembus Peluru Kopassus Saat Perburuan PKI

Berikut Kisah RPKAD (Kopassus) memburu Mbah Suro dukun sakti yang dikenal sebagai simpatisan PKI setelah G30S Pecah

Editor: Heri Prihartono
Blora News
Mbah Suro yang diburu Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM -  Setelah  peristiwa G30S PKI, pemerintah menerjunkan RPKAD (Kopassus) untuk memburu simpatisan PKI di berbagai daerah.

Dantaranya sosok Mbah Suro dan pengikutnya, yang konon kebal senjata.

Kisah perburuan Mbah Suro pun dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Hendro Subroto

Mbah Suro adalah dukun sakti yang diburu Kopassus karena keterlibatannya pada PKI.

Peristiwa itu terjadi pada  1967 di kawasan Cepu dan Ngawi,  tepatnya, di Desa Ninggil.

Siapa  Mbah Suro?

 Mbah Suro  adalah seorang mantan lurah yang memiliki nama asli  Mulyono Surodihadjo.

Mbah Suro dulunya  seorang mantan lurah 16 tahun  yang memilih jadi simpatisan PKI.

 Mbah Suro pun membuka praktik sebagai dukun sakti  yang mengobati orang sakit hingga padepokannya jadi penampungan simpatisan PKI.

Kesaktian Mbah Suro terdengar ke berbagai daerah hingga dia dijuluki  Pendito Gunung Kendheng yang dikenal sejak 1959.

 Mbah Suro memiliki perawakan  kumis tebal, dan rambut panjang.

Konon yang berguru padanya bukan hanya kebal senjata tapi juga kebal senjata api.

Mbah Suro juga menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.

Pemerintah menuding Mbah Suro  telah ditunggangi oleh PKI.

Jaman tersebut sedang ramainya pengejaran terhadap orang-orang yang dianggap sebagai simpatisan PKI.

Padepokan Mbah Suro juga kerap dijadikan tempat pelarian simpatisam  PKI.

Hingga puncaknya Panglima Kodam VII/Diponegoro memerintahkan untuk menutup padepokan tersebut.

Kata Hendro, penutupan itu terpaksa dilakukan melalui jalan kekerasan sebab pemerintah telah menempuh cara damai gagal dilakukan.

"Pangdam terpaksa memerintahkan agar penutupan dilakukan dengan jalan kekerasan, karena segala upaya jalan damai yang ditempuh telah menemui jalan buntu," tulis Hendro dalam bukunya

 Kodam VII/ Diponegoro beserta satu Kompi RPKAD  di bawah pimpinan Feisal Tanjung menyerbu padepokan Mbah Suro.

Mbah Suro dan pengikutnya   ditaklukkan dalam penyerbuan itu tepatnya pada 5 Maret 1967.

Mbah Suro tertembak ketika akan melarikan diri ke arah Bengawan Solo sementara pengikutnya terbunuh dalam penyerbuan yang dipimpin Letnan Satu Feisal Tanjung.

(Tribunjambi.com)

Berita lainnya seputar Kopassus

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved