Wondo Petani Batanghari Jalan Kaki dari Jambi Sampai Jakarta untuk Memperjuangkan Haknya

Ketua Serikat Petani Batanghari, Wondo mengatakan secara legitimasi masyarakat yang memiliki hak atas tanah tersebut karena sudah bertahun-tahun...

Tribunjambi/Danang
Ketua Serikat Petani Batanghari, Wondo 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Berdasarkan data yang diperoleh dari KPA, Jambi menduduki peringkat kedua dengan jumlah konflik terbanyak di Indonesia.

Salah satunya adalah konflik yang terjadi di Dusun Kunangan Jaya II, Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.

Konflik ini berlangsung pada tahun 2011 yaitu persoalan tumpang tindih antara masyarakat dengan pihak perusahaan yang diberikan izin oleh pemerintah baik HTI (Hutan Tanaman Industri) atau juga HRE yaitu PT REKI, PT Agronusa Alam Sejahtera (PT AAS), dan PT Wanakaskita Nusantara (PT WN).

Ketua Serikat Petani Batanghari, Wondo mengatakan secara legitimasi masyarakat yang memiliki hak atas tanah tersebut karena sudah bertahun tahun menempati tanah tetsebut, yang kemudian beberapa perusahaan diberikan izin HTI dan HRE dimana perizinan tersebut turun di atas lahan masyarakat yang sudah dikerjakan, sehingga terjadi penggusuran.

"Pada awalnya terjadi penggusuran tapi dengan adanya perlawanan dari masyarakat sekarang penggusuran sudah tidak ada. Tapi tidak tahu kedepannya, Harapannya tidak ada penggusuran lagi karena kami para petani butuh kenyamanan," jelasnya Kamis (23/9/2021).

Puncak konflik ini terjadi pada tahun 2012 dimana beberapa warga melakukan aksi berjalan kaki menuju Jakarta.

"Jadi puncaknyanya itu tahun 2012 sampai akhirnya kami melakukan aksi jalan kaki, sebanyak 33 orang dari Jambi ditambah lagi dari Mesuji dan dari Palembang ikut melakukan aksi jalan kaki selama 42 hari," ujarnya.

Aksi jalan kaki tersebut ditujukan ke Kementerian Kehutanan tapi tidak ada yang didapat, tidak ada titik temu, tidak ada penyelesaian.

"Tidak ada itikad baik dari Pemerintah untuk menyelesaikan persoalannya, dan sampai hari ini, masih sama seperti yang dulu," ujarnya.

Selain aksi tersebut Windo mengatakan sudah banyak melakukan aksi seperti jahit mulut, pendudukan Kantor Bupati, pendudukan kantor Gubernur dan aksi aksi lainnya.

"Semua aksi sudah kami lakukan, hanya 1 aksi yang belum kami lakukan, aksi bunuh diri," ucapnya.

Wondo melanjutkan, untuk penyelesaian masalah ini dari perusahaan tidak ada niatan untuk menyelesaikan.

Terakhir ia menjelaskan untuk saat ini benturan di lapangan sudah berkurang, tetapi ia beserta petani lain tetap akan menuntuk penyelesaian

"Yang jelas itu kan karena perusahaan diberikan izin oleh pemerintah jadi harusnya penyelesaian itu dari pemerintah, tapi apa yang didapat tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan," pungkasnya.

Baca juga: Petani di Kota Meratap Akibat Gagal Panen, Cuaca Semakin Sulit Ditebak

Baca juga: Potensi Bawang Merah di Bungo Menjanjikan, Petani di Pelepat Bisa Raup Ratusan Juta Sekali Panen

Baca juga: Petani di Tuban Bunuh Tetangga Sendiri Lantaran Sakit Hati Sering Dibully

Sumber: Tribun Jambi
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved