ICJR Sebut Penjara Kepolisian Berpotensi Jadi Tempat Penyiksaan, Contohnya Muhammad Kece

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan, berdasarkan hasil riset,  tempat penahanan di kepolisian sangat berbahaya.

Editor: Teguh Suprayitno
Shutterstock/Kompas.com
ILUSTRASI Penganiayaan 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut, tempat penahanan di kepolisian sangat berbahaya.

Berdasarkan hasil riset, banyak tempat penahanan di kepolisian sangat potensial dijadikan tempat penyiksaan.

Hal ini dikatakan Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitulu, Kamis (23/9/2021).

“Karena apa? Karena tadi aksesnya tidak ada yang tahu. Yang kedua pertanggungjawaban terhadap pelaku itu diserahkan kepada penyidik begitu ya, pihak sama yang membutuhkan keterangan dari korban gitu loh,” ujar Erasmus.

Atas dasar itu, Erasmus kemudian menilai penganiayaan atau penyiksaan yang terjadi di dalam tahanan bukan semata kasus  per kasus.

Menurutnya, penganiayaan atau penyiksaan di dalam tahanan adalah masalah yang sifatnya sistematik dan perlu dibicarakan lebih serius.

“Apa yang harus dibicarakan lebih jauh adalah saya rasa kita harus kembali ke KUHAP tahun 1981,” katanya.

“Nah di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebetulnya sudah dikatakan tempat-tempat penahanan itu tidak boleh di tempat-tempat kepolisian,” tambahnya Erasmus.

Baca juga: Siapa Sebenarnya Ketua RT yang Bantu Irjen Napoleon Aniaya Muhammad Kece, Ini Sosoknya

Baca juga: Irjen Napoleon Diduga Ancam dan Suap Sipir, Kompolnas Desak Bareskrim Polri Selidiki

Oleh karena itu, kata Erasmus harus ada langkah kongkrit agar perawatan tahanan hingga penempatan tahanan tidak lagi di kantor polisi.

“Kita berharap (polisi) supaya lebih profesional untuk penindakan saja. Biarkanlah perawatan penahanan, keamanan penahanan itu bukan di bawah kepolisian,” ujarnya.

Dalam pernyataannya lebih lanjut, Erasmus menilai apa yang diduga dilakukan Irjen Napoleon Bonaparte kepada Muhammad Kece bukanlah sebatas penganiayaan.

Apa yang diterima Muhammad Kece, kata Erasmus, adalah bentuk penyiksaan yang merendahkan martabat manusia.

Muhammad Kece saat tiba di Bareskrim Polri, Rabu (25/8/2021). Penyidik Bareskrim Belum Tahu Motif Muhammad Kece Melecehkan Nabi Muhammad
Muhammad Kece saat tiba di Bareskrim Polri, Rabu (25/8/2021). Penyidik Bareskrim Belum Tahu Motif Muhammad Kece Melecehkan Nabi Muhammad (Tribunnews.com/Igman Ibrahim)

“Perbuatan terhadap korban ya, terhadap korban itu kan bagian dari perbuatan tidak manusiawi dan juga bagian dari perbuatan yang sifatnya merendahkan martabat manusia karena dilumuri dengan kotoran manusia,” ucap Erasmus.

Seperti diberitakan, tahanan Bareskrim Polri untuk kasus penista agama bernama Muhammad Kece diduga menerima penganiayaan di dalam tahanan dari Irjen Pol Napoleon Bonaparte.

Dalam hal ini, Irjen Pol Napoleon Bonaparte sudah mengakui menjadi pihak yang bertanggung jawab atas penganiayaan terhadap Muhammad Kece. Melalui surat terbuka, Napoleon beralasan penganiayaan terhadap M Kece dilakukan karena pemerintah belum menghapus semua konten di media yang telah dibuat dan dipublikasikan oleh manusia-manusia tak beradab.

“Akhirnya, saya akan mempertanggungjawabkan semua tindakan saya terhadap Kace, apapun risikonya,” ujar Napoleon Bonaparte.

Berita ini telah tayang di Kompas.TV

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved