Berita Sarolangun
Belum 24 Jam Status Tahanan Terdakwa KDRT di Sarolangun Berubah, Kuasa Hukum Korban Bingung
Berita Sarolangun-Kuasa hukum korban KDRT di Sarolangun mempertanyakan perihal status penahanan terdakwa Suhaili.
Penulis: Rifani Halim | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Kuasa hukum korban KDRT di Sarolangun mempertanyakan perihal status penahanan terdakwa Suhaili.
Pasalnya terdakwa dalam waktu 24 Jam, status penahanan terdakwa berubah.
Dame Sarbani kuasa hukum korban KDRT, yakni TT, mendatangi pengadilan dan Kejaksaan Negeri Sarolangun untuk mempertanyakan status Suhaili yang berubah dalam waktu kurang dari satu hari.
"Saya dapat Informasi dia (terdakwa, red) menjadi tahanan rutan dari jaksa, untuk memastikan saya datang mempertanyakan. Saya tanya ke Jaksanya dan sudah melihat bukti surat penetapan termasuk foto. Bahwa terdakwa sudah berada di rutan Polres," ungkapnya, Kamis (16/9/2021).
Dalam surat penetapan, bertanggal hingga 14 Oktober 2021. Namun, kata Dame, tiba-tiba ketika hendak pertolak dari Sarolangun ia mendapatkan kabar terbaru lagi, bahwa penetapan terdakwa berubah kembali menjadi tahanan kota yang sebelumnya menjadi tahan rutan.
"Apakah bisa penetapan itu berubah-ubah dalam waktu belum sampai waktu 24 Jam dan sidangnya Selasa nanti."
"Saya datang ke pengadilan ini untuk mempertanyakan kejelasan kepada majelis hakim dengan majelis yang lain, ada apa?," Jelas kuasa hukum korban.
Sementara itu, Juru bicara pengadilan negeri Sarolangun Zakky Hussein menyebutkan, terkait penahanan memiliki tiga jenis penahanan, yakni tahanan rutan, rumah, dan kota.
Katanya, penahanan memiliki syarat-syarat, kenapa seseorang bisa ditahan.
Di antaranya dikhawatirkan menghilangkan bukti, melarikan diri, dan dapat mengulangi kembali tindak pidana.
"Pada saat pelimpahan perkara itu, majelis hakim ditahan di tahanan rutan. Saya coba konfirmasi ke majelis hakimnya pertimbangannya majelis hakim tidak cukup alasan saat itu untuk melimpahkan berkas."
"Kenapa saat penyidikan tidak ditahan dan kenapa saat pra penuntutan oleh JPU menjadi tahanan kota," jelasnya.
"Tidak ada hal-hal lainya yang menjadi masukan oleh majelis hakim, maka majelis hakim perlu untuk menahan, pertimbangannya seperti itu" katanya.
Ia menambahkan, pada hari ini ada permohonan pengalihan penahanan oleh kuasa hukum atau keluarga dari terdakwa.
Pada peraturan penahanan, kata Zakky, penyidik, penuntut umum, jaksa ataupun hakim dapat mengalihkan status penahanan.
"Biasanya pengalihan jenis penahanan rutan ke tahanan rumah atau tahanan kota ada jaminan, penjamin ada orangnya yang menjamin bahwa syarat penahanan menjadi isu lagi atau permasalahan."
"Jadi ada yang menjamin bahwa dia akan melarikan diri dan lainya," kata jubir pengadilan.
Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Sarolangun Raden Sandy mengungkapkan, pihaknya telah melimpahkan perkara tersebut kepada pengadilan.
"Dari pengadilan ada mengeluarkan penetapan penahanan terdakwa tersebut. Dengan intinya melakukan penahanan terhadap terdakwa dalam tahanan rutan Sarolangun, Polres Sarolangun per tanggal 15 September hingga 14 Oktober dan dilaksanakan pada hari itu juga, tanggal 15," jelas jaksa penuntut umum.
Untuk tahapan berikutnya, Sandy bilang hanya tinggal menunggu persidangan.
Ia menjelaskan, per tanggal 16 September, dikeluarkan lagi penetapan terhadap terdakwa, untuk mengalihkan penahanan terdakwa.
Dari tahanan rutan menjadi tahanan kota, terhitung dari 16 September hingga 14 Oktober.
"Ketika saya telah menerima penetapan tersebut, kita langsung melaksanakan. Penetapan dari majelis pengadilan," katanya. (Tribun Jambi /rifani halim)
Baca juga: Pemkab Sarolangun Selipkan Anggaran Reshuffle di APBD-P, Pejabat Siap-siap Dirombak
Baca juga: KDRT, Anak Jua yang Jadi Korban
Baca juga: Sering Buat Resah, 15 Pelajar di Sarolangun Diamankan Satpol PP