Militer Indonesia
Kisah Pardjo Prajurit Kopassus Tidur 5 Hari Bersama Jenazah Teman Sendiri
Artikel ini membahas kisah Pardjo prajurit Komando Pasukan Khusus atau Kopassus yang dulu bernama RPKAD kala berjuang di belantara hutan Papua
TRIBUNJAMBI.COM - Segudang kisah heroik dari pasukan elite TNI AD, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam sejarah.
Satu diantara kisah Kopassus yakni saat pertempuran dengan Belanda di Papua.
Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang sekarang berganti nama jadi Kopassus pernah mengukir sejarah pertempuran dengan pasukan belanda.
Saat itu, Pemerintah Republik Indonesia menerapkan Operasi Trikora
Satu di antara yang dilakukan dengan infiltrasi militer Indonesia melalui Operasi Banteng I yang melibatkan personel Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang saat ini bernama Paskhas, dan RPKAD.
Gabungan Kopassus dan Paskhas itu diturunkan di tengah hutan belantara di Irian Barat.
Mereka masuk wilayah pertahanan Belanda dan mengacaukan konsentrasi pasukan musuh.
Prajurit yang siap tempur itu dibagi dua tim, yakni Banteng I di Fak-fak dan Banteng II di Kaimana.
Banteng I melakukan misi penerjunan di Fak-Fak, dipimpin Letda Inf Agus Hernoto.
Banteng II di Kaimana dipimpin Lettu Heru Sisnodo.
Sembari menunggu perintah berangkat, pasukan memilih leyeh-leyeh di bawah sayap pesawat.
Mereka berusaha tidur sebentar untuk mengumpulkan tenaga.
Tiga pesawat Dakota yang dipimpin Mayor Udara YE Nayoan, Komandan Skadron 2 Transport akhirnya disiapkan untuk menerbangkan pasukan ke Fak-Fak.
Dalam operasi ini akan menerjunkan satu tim gabungan yang terdiri dari 10 prajurit PGT, 30 prajurit RPKAD ditambah dua orang Zeni.
Tim operasi dipimpin Letda Agus Hernoto dari RPKAD
Dihantam cuaca buruk
Ketika lepas landas dari Laha, terdapat kendala yakni cuaca buruk/
April hingga Juni adalah musimnya penghujan di kawasan Indonesia Timur.
Dropping dilaksanakan di tengah temaramnya subuh yang lokasinya di sebelah utara Fak-Fak.
Setelah formasi pesawat dalam perjalanan pulang, terlihat di laut sebuah kapal lampunya berkelap-kelip.
Setelah Dakota pada posisi sejajar dengan kapal, diketahui dengan jelas bahwa ternyata kapal itu adalah milik angkatan laut Belanda.
Lampu berkelap-kelip ternyata tembakan dari kapal ke Dakota.
Formasi Dakota langsung berbelok ke kanan dengan tujuan menjauh.
Setelah konsolidasi di pagi hari itu, rombongan PU II Pardjo yang diterjunkan di Fak-Fak ternyata selamat dan satu anggota yang dinyatakan hilang.
Beberapa hari kemudian tiba Marinir Belanda sehingga terjadi kontak senjata.
Sesuai instruksi sebelumnya, jika kekuatan tidak seimbang segera masuk hutan.
Setelah keadaan tenang mereka kemudian menyusup kembali ke kampung tersebut dan ternyata sudah kosong.
Rumah-rumah penduduk saat itu dibakar oleh Belanda dan penduduknya mengungsi entah ke mana.
Sedangkan pasukan yang diterjunkan di Fak-Fak, sekitar satu bulan bertahan di sekitar kampung Urere, kemudian mendapat perintah meninggalkan kampung.
Dalam kondisi sudah lemah akibat kekurangan makanan, pasukan berhenti sejenak di kebun pala untuk istirahat.
Mendadak mereka diserang pasukan Belanda dari arah seberang sungai.
Dalam kontak senjata, lima anggota dinyatakan gugur yaitu KU I Adim Sunahyu, PU I Suwito, PU I Lestari, dua orang dari RPKAD yakni Sukani dan seorang lagi tak diketahui namanya.
Komandan Peleton Letda Agus Hernoto saat itu tertembak di kedua kakinya dan ditawan Belanda.
Sedangkan PU II Pardjo, kaki kanannya tertembak menggunakan dengan sisa tenaganya berusah menyelinap.
Setelah pasukan Belanda pergi, Pardjo berusaha merangkak (karena tak sanggup berdiri) menuju tempat temannya yang gugur.
Pardjo hanya sanggup berdoa dan tetap bertahan hidup di situ sekitar lima hari, di antara mayat teman-temannya.
Sebuah kebetulan ada orang Papua melintas
Karena merasa kasihan melihat Pardjo yang terluka, ia digotong dan dibawa ke kampung terdekat.
Setelah beberapa hari dirawat, dia digotong lagi bersama-sama menyusuri pantai menuju rumah sakit angkatan laut Belanda di Fak-Fak.
Di sini Pardjo memperoleh perawatan medis sebelum ditahan.
Pada saat penahanan itu Pardjo mendengar melalui radio Belanda bahwa telah terjadi gencatan senjata.
Setelah menjalani interogasi, Pardjo dikirim dengan kapal laut ke Biak dan dari sana dibawa ke penjara di Pulau Wundi.
Di sinilah akhirnya Pardjo bertemu pasukan Resimen Pelopor, Kapten Kartawi dengan pasukannya, pasukan Peltu Nana, Serma Boy Tomas, Kapten Udara Djalaludin, Letnan Udara I Sukandar dan kru pesawat Dakota T-440.
Kisah-kisah militer dan Kopassus dapat dibaca di Tribunjambi.com.