Penanganan Covid
Terapi Cuci Hidung Ternyata Bisa Dilakukan Sendiri di Rumah, Ini Alat yang Dibutuhkan
Tak hanya obat dan vitamin, orang positif Covid-19 yang isolasi mandiri juga bisa menjalankan terapi cuci hidung. Begini cara dan alat yang dibutuhkan
dr. Fikry Hamdan Yasin SpTHT KL(K), yang berpraktik di RS Eka Hospital BSD, menjelaskan terapi cuci hidung bermanfaat untuk membersihkan debu dan kotoran di hidung.
Bisa juga untuk membersihkan virus dan bakteri di hidung, mengurangi gejala flu, sinusitis, dan alergi, mencegah infeksi pada rongga hidung, serta membuat hidung terasa lebih segar dan bersih.

“Iya benar, terapi mencuci hidung, bisa membantu membersihkan Virus Corona yang ada di hidung,” kata dr. Fikry seperti dikutip TribunnewsBogor.com dari Kompas.com.
dr. Fikry menekankan bahwa terapi cuci hidung tak bisa dilakukan sembarang orang.
Cairan terbaik untuk terapi cuci hidung, kata dr. Fikry, adalah NaCl (natrium klorida) dengan konsentrasi 0,9%.
dr. Fikry menyarankan NaCl tidak diganti dengan air garam.
Menurutnya garam dapur justru bisa merusakn mukosa hidung.
“Penggunaan garam tidak dibenarkan, karena konsentrasinya tidak tepat. Ini bisa menyebabka mukosa atau lapisan hidung menjadi rusak atau iritasi,” jelas dr. Fikry yang juga berpraktik di RSCM, Jakarta.
“Bakteri atau flora normal yang ada di hidung, tenggorokan atau mulut bisa ikut musnah jika melakukan cuci hidung menggunakan garam,” imbuhnya.
Sedangkan terapi cuci hidung untuk pasien Covid-19, menurut dr. Fikry bisa dilakukan minimal tiga kali sehari.
Obat yang Disiapakan saat isolasi mandiri
Beberapa waktu sempat beredar dapa obat yang diperlukan selama isolasi mandiri.
Ada lima jenis obat yang tertulis dalam pesan berantai tersebut.
- Azytromycin 500 mg
- Favipiravir (Avugan-Indofarma) 600 mg
- Fluimucil Eff 600 mg
- Dexamethasone 0,5
- Paracetamol 500 mg
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoeban menerangkan obat antibiotik Azytromycin digunakan jika ada infeksi tambahan, seperti infeksi bakteri dan SARS-CoV-2.
"Jadi jawabannya boleh diberikan, tapi tidak harus diberikan. Harus diberikan kalau ada infeksi bakteri tambahan," kata Zubairi saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/6/2021).