Kopassus

9 Perwira Muda Kopassus Vs Pemberontak di Kalimantan, Sintong: Bila Ada yang Mati Aku Tanggung Jawab

Seperti halnya cerita Perwira muda Kopassus, pasukan elite TNI AD ini yang dikirim untuk menghadapi pemberontak di Kalimantan kala itu.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
AMMOchambers
Anggota Kopassus berada di rawa-rawa. 

TRIBUNJAMBI.COM - Cerita akan aksi heroik prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) banyak menarik perhatian masyarkat Indonesia.  

Pasalnya, selain memiliki aksi yang sangat mengerikan bagi musuh. Kopassus juga kerap merasakan misi-misi di luar nalar.

Seperti halnya cerita Perwira muda pasukan elite TNI AD ini yang dikirim untuk menghadapi pemberontak di Kalimantan kala itu.

Empat orang perwira remaja, yaitu Letda Inf Subagyo HS, Letda Inf Kirbiantoro, Letda Inf. Muchdi PR dan Letda Inf. S. Supriyadi akan diterjunkan di hutan dekat Desa Tanjung.

Meski mereka baru saja lulus pendidikan para komando, sudah menjadi tradisi di Kopassus para prajurit muda itu diberi kesempatan untuk menimba pengalaman tugas langsung di medan operasi.

Seragam baru Kopassus, Loreng Perang Hutan Darah Mengalir (PHDM)
Seragam baru Kopassus, Loreng Perang Hutan Darah Mengalir (PHDM) (Tangkap layar twitter.com/Hfnz9)

Dilansir langsung dari buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto, tradisi ini pernah dialami sembilan perwira muda yang baru menyelesaikan pendidikan di Pusat Pendidikan Kopassandha (sekarang Kopassus) di Batujajar, Jawa Barat

Tak tanggung-tanggung, dari sembilan perwira muda Kopassus ini ditugaskan untuk menghadapi pemberontak di Kalimantan kala itu

Empat orang perwira remaja lainnya, yaitu Letda Inf Subagyo HS, Letda Inf Kirbiantoro, Letda Inf. Muchdi PR dan Letda Inf. S. Supriyadi akan diterjunkan di hutan dekat Desa Tanjung.

Selanjutnya mereka pun akan bergabung dengan Yonif 515 yang bermarkas induk di Jember, Jawa Timur.

Para remaja itu akan memulai tugasnya dalam pertempuran sebagai komandan pleton pada pasukan infantri.

Sementara itu, lima orang perwira remaja lainnya, masing-masing Lettu Inf Torang Tobing, Lettu Inf Niko Tumatar, Lettu Inf Edward Simbolon, Letda Inf Istiarto dan Lettu Johanes Bambang, akan ditempatkan di hutan dekat desa Paloh mereka bergabung dengan Satgas-42

Pada 5 Desember 1972 pagi hari, pesawat C-47 Dakota Skadron-2 / Angkut Ringan AURI bertolak dari Pangkalan Udara (Lanud) Supadio, Pontianak, menuju hutan di Sektor Barat Kalimantan Barat dekat daerah perbatasan.

Mengingat di hutan di daerah itu masih banyak sekali aktivitas gerombolan komunis Serawak, maka Komandan Satgas 42/Kopassandha Mayor Sintong Pandjaitan memerintahkan agar disediakan pasukan pengamanan.

Sintong pun mengatakan bahwa terjun tempur di hutan, akan berkesan bagi para remaja tersebut.

"Tapi jika mereka ada yang mati, aku yang bertanggung jawab," ujar Sintong

Sintong Pandjaitan memimpin RPKAD merebut kembali gedung RRI
Sintong Pandjaitan memimpin RPKAD merebut kembali gedung RRI 

Sintong Panjaitan pun saat itu merupakan Komandan Satgas 42/Kopassandha yang ditugaskan menggantikan Satgas 32/Kopassandha dan Kompi A Yonif 412 Kodam VII/Diponegoro.

Sintong Pandjaitan memimpin penerjunan sebanyak 200 orang prajurit baret merah.

Dan untunglah sembilan perwira muda yang ikut terjun saat itu mendarat dengan selamat.

Penduduk di kampung-kampung yang menyaksikan penerjunan itu terkagum-kagum dengan aksi penerjunan pasukan Kopassus.

Berkat pengalaman terjun tempur di hutan Kalimantan Barat, kesembilan perwira remaja mendapat 'Bintang Merah' pada sayap terjun di dada kiri mereka.

Dalam perkembangan selanjutnya, keempat remaja yang ditugaskan itu selama lima bulan sebagai komandan peleton pada Yonif 515 kemudian ditarik ke Mako Satgas-42 di Paloh.

Letda Subagyo HS dan Letda Muchdi PR pun diangkat menjadi Komandan Tim pasukan Baret Merah untuk memimpim pasukan para komando seperti yang dibutuhkan Sintong dalam Operasi Kilat tugas tempur di Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Baca juga: SYARAT Jadi Anggota Kopassus TNI AD, Latihan Berbahaya Ini Harus Dilalui Agar Jadi Prajurit Terpilih

Baca juga: KSAD Andika Perkasa Kirim 20 Kopassus Terpilih ke Korsel, Akan Temui Satuan Elite Negeri Ginseng

Baca juga: Sosok Legendaris Kopassus Ini Tolak Permintaan Soekarno Buat Jadi Menantu Presiden, Ini Alasannya

Sering pula diterjunkan dalam misi-misi yang berbahaya, membuat banyak orang bertanya-tanya seperti apa latihan para prajurit kopassus?

Sebagai pasukan khusus, tentunya latihan prajurit Kopassus agak 'berbeda' dan memang dilatih secara khusus di beberapa bidang tertentu.

Latihan prajurit Kopassus ini sempat diceritakan oleh mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo dalam bukunya yang berjudul 'Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan'

Dalam buku biografinya, Pramono Edhie Wibowo yang juga pernah bertugas di krops baret merah itu menceritakan latihan terberat prajurit Kopassus sudah menanti saat sampai di Cilacap.

Ini merupakan latihan tahap ketiga yang disebut latihan Tahap Rawa Laut, calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.

Di sini, materi latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.

Para prajurit Kopassus harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.

“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” tulis Pramono dalam bukunya

Dalam latihan itu, para calon prajurit Kopassus dilepas tanpa bekal pada pagi hari, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.

Selama “pelolosan”, calon prajurit Kopassus harus menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.

Dalam pelolosan itu, kalau ada prajurit yang tertangkap maka berarti itu merupakan 'neraka' baginya karena dia akan diinterogasi seperti dalam perang.

Para pelatih yang berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit malang itu untuk mendapatkan informasi.

Dalam kondisi seperti itu, para prajurit Kopassus harus mampu mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.

Untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka bisa lolos dari neraka.

Pada akhirnya, mereka pun juga harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.

Selama tiga hari pra prajurit Kopassus ini menjalani latihan di kamp tawanan.

Dalam kamp tawanan ini semua prajurit Kopassus akan menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.

“Dalam Konvensi Jenewa, tawanan perang dilarang disiksa. Namun, para calon prajurit Komando itu dilatih untuk menghadapi hal terburuk di medan operasi. Sehingga bila suatu saat seorang prajurit komando di perlakukan tidak manusiawi oleh musuh yang melanggar konvensi Jenewa, mereka sudah siap menghadapinya,” tulis Pramono Edhie.

Baca juga: Mantan Danjen Kopassus Ini Jagokan KSAD Andika Perkasa Jadi Panglima TNI dan Wakilnya Yudo Margono

Baca juga: BEGINI Syarat Masuk Kopassus yang Merupakan Satuan Elite TNI AD, Wajib Ikuti Latihan Berat Ini

Baca juga: Seragam Baru Kopassus Untuk Perang Hutan Bisa Matikan Musuh dengan Mudah, Sempurna Dalam Kamuflase

Beratnya persyaratan untuk bisa menjadi prajurit kopassus dapat dilihat langsung dari standar calon untuk bisa mengikuti pelatihan.

Nilai standar fisik untuk tiap prajurit nonkomando adalah 61, akan tetapi harus mengikuti tes prajurit komando, nilainya minimal harus 70.

Begitu juga kemampuan dalam menembak dan berenang nonstop sejauh 2000 meter.

“Hanya mereka yang memiliki mental baja yang mampu melalui pelatihan komando. Peserta yang gagal akan dikembalikan ke kesatuan Awal untuk kembali bertugas sebagai Prajurit biasa,” tutup mantan Danjen Kopassus ini.

(*)

Berita lainnya seputar Kopassus

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved