Gadis 16 Tahun Diperkosa Polisi di Kantor Polsek Jailolo, ICJR Desak DPR Revisi KUHAP
Tribun Jambi, Kasus pemerkosaan gadis 16 tahun di Maluku Utara yang diduga dilakukan anggota polisi aktif menyita perhatian publik.
TRIBUNJAMBI.COM-Kasus pemerkosaan gadis 16 tahun di Maluku Utara yang diduga dilakukan anggota polisi aktif menyita perhatian publik.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati mendesak agar pemerintah dan DPR untuk segera melakukan perbaikan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Usulan ini seiring dengan kasus dugaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan anggota polisi berinisial II di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara.
"KUHAP harus segera diubah untuk memperkuat pengawasan dan kontrol atas kewenangan polisi, termasuk menghapuskan tempat-tempat penahanan di kantor-kantor polisi," ujar Maidina dalam keterangannya, Rabu (23/6/2021).
Menurut peneliti ICJR itu, polisi memiliki kewenangan yang besar tapi minim pengawasan. Dia pun mendorong pemerintah dan DPR serta lembaga independen lain seperti Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk melakukan audit kepada kewenangan besar kepolisian yang minim mekanisme pengawasan.
"Kemudian, untuk jangka panjang, penting bagi pemerintah dan DPR menyisir pasal-pasal karet di revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi memperbesar kewenangan kepolisian," katanya.
Maidina juga meminta pemerintah dan DPR juga segera membahas dan menyelesaikan rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). UU PKS akan memberikan perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual.
"Pemerintah dan DPR juga sudah harus mulai mengkaji soal pengaturan hak-hak korban yang tersebar di berbagai undang-undang, khususnya korban kekerasan seksual. Hal ini bisa dimulai dengan perumusan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau menyusun aturan baru terkait bantuan dan perlindungan korban kejahatan," katanya.
Baca juga: Nasib Polisi di Maluku Utara Usai Perkosa Anak di Bawah Umur, Korban Dimasukkan ke Penjara
Bertalian dengan itu, Maidina meminta meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera menjangkau korban.
Sebab, korban diketahui sempat diancam dan dibungkam oleh pelaku, sehingga korban harus mendapatkan pemulihan sesegera mungkin.
"Prioritas penanganan kasus harus diberikan dan difokuskan kepada Korban. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU Perlindungan Saksi dan Korban, korban kekerasan seksual berhak untuk memperoleh bantuan berupa bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dan psikologis," tegasnya.