Negara Timor Leste Terancam Alami Kebangkrutan 5 Tahun Lagi, Hal Ini yang Jadi Penyebabnya
Salah satunya yaitu Ladang minyak dan gas yang jadi sumber pendapatan utama negara itu bakal mengering
Menurut angka terbaru pemerintah dari 2014, 41,8 persen dari populasi hidup di bawah garis kemiskinan 1,52 dollar AS (Rp21 ribu) per hari.
Pada saat itu Timor Leste dipimpin oleh Perdana Menteri Mari Alkatiri, juga menghadapi tekanan yang meningkat untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Dengan 60 persen penduduknya berusia di bawah 25 tahun.
Ladang minyak dan gas utama negara itu, proyek Bayu-Undan yang dioperasikan ConocoPhillips, menyediakan sekitar 20 miliar dollar AS untuk dana perminyakan selama 10 tahun terakhir.
Akan tetapi diperkirakan akan berhenti berproduksi pada 2022.
"Kami mengubah undang-undang kami pada tahun 2009 untuk memungkinkan perubahan yang lebih besar pada portofolio ekonomi kami. Kami sekarang memiliki lebih dari 1.000 investasi di seluruh dunia," kata Ramos-Horta.
"Kami memiliki ratusan orang yang belajar untuk master mereka di negara-negara di luar negeri. Pada saat yang sama, kami berinvestasi dengan bijak. Kami hidup dari investasi ini," tambahnya.
"Ketika saya mengatakan Dubai, saya sedang melamun, lupakan Dubai. Saya akan senang jika Timor Timur bisa mencapai ketinggian Fiji," tambahnya.
Namun, para peneliti di lembaga think-tank yang berbasis di Dili, La'o Hamutuk mengatakan kecuali sumber pendapatan baru ditemukan, negara itu bisa bangkrut pada awal 2027.
La'o Hamutuk memperingatkan parlemen Timor Leste tahun 2016, anggaran 2017 sebesar 1,39 miliar dollar AS akan membutuhkan penarikan lebih dari 1 miliar dollar AS dari dana perminyakan.
Dengan rencana pemerintah untuk mengambil hampir empat kali perkiraan pendapatan setiap tahun antara 2018 dan 2021, saldo dana akan turun setidaknya 3 miliar dollar AS, menjadi 13 miliar dollar AS.
Lembaga pemikir tersebut mendesak pemerintah untuk menilai kembali beberapa proyek besar, mempertanyakan manfaatnya bagi mayoritas rakyat Timor.
"Proyek-proyek ini akan menggusur masyarakat lokal, menggunakan lahan pertanian yang berharga, menghancurkan mata pencaharian petani dan mencemari lingkungan," katanya.
"Sementara itu, uang yang dihabiskan di dalamnya berasal dari total yang terbatas, dan tidak lagi tersedia untuk proyek-proyek yang diperlukan, pembangunan ekonomi berkelanjutan, proyek-proyek yang adil, dan layanan sosial untuk semua orang," jelasnya.
Padahal selain minyak, pertanian adalah komponen kunci ekonomi, menyediakan kebutuhan hidup bagi sekitar 80 persen populasi.(*)
SUMBER: Tribun Timur
Baca juga: Usai Tragedi G30S PKI Pecah, Soeharto Nyaris Diracuni Sosok Wanita yang Mengaku Sebagai Anaknya