Dua Pengamat Militer Sebut Kontrak Pengadaan Alutsista Belum Bisa Dilakukan dalam Waktu Dekat
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dalam waktu dekat akan melakukan perjanjian kerja sama (PKS) pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista).
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dalam waktu dekat akan melakukan perjanjian kerja sama (PKS) pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista).
Perjanjian kerja sama tersebut akan dilakukan antara Kemenhan dan dua produsen asal Italia serta Prancis.
Meski baru tahap awal. apakah kontrak tersebut bisa dilakukan dalam waktu dekat ini?
Pengamat militer, Alman Helvas mengatakan bahwa kontrak tersebut belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Itu baru kontrak awal (preamble contract).
Jadi, kemudian kontrak itu juga belum berlaku (coming into force),
jadi kontrak itu klausulnya belum berlaku sekarang," ucapnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (13/6/2021).
Baca juga: PSI Tetap Ngotot Dukung Giring Ganesha Capres 2024 Walau Popularitas Rendah, Ternyata Ini Alasannya
Sekalipun sudah pada tahap coming into force, kerja sama juga belum bisa dieksekusi hingga masuk tahapan tanggal kontrak berlaku efektif (effective date of contract).
Pada fase ini, pihak pembeli harus sudah membayar uang muka, produsen kemudian memproduksi alutsista yang dipesan.
"Nah, dari tahap yang sekarang, kontrak sudah ditandatangani tetapi belum berlaku, sampai effective date of contract itu jangkanya masih panjang," ucapnya.
Karenanya, menurut Alman, PKS pengadaan alutsista tersebut tidak perlu diributkan.
Baca juga: Perangai Anji Ketahuan, Polisi Temukan Barang Lain Selain Ganja: Barang Buktinya Cukup Banyak!
Apalagi, Kemenhan masih diharuskan membahasnya bersama instansi terkait lainnya.
"Keputusan terakhir bukan di Kemenhan karena untuk keuangannya ada di Kementerian Keuangan.
Kan, kontrak kalau enggak ada uangnya juga enggak bisa jalan.
Jadi, kuncinya ini ada di Kementerian Keuangan," tuturnya.
"Kalau Kementerian Keuangan setuju anggarannya, kemudian nanti anggaran disiapkan, dan kontrak bisa efektif.
Tapi kalau Kementerian Keuangan tidak sejutu dengan anggarannya, ya, kontraknya bisa enggak efektif," sambung dia.
Kemenhan pun harus membahas pengadaan ini bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Baca juga: Badan Narkotika Nasional (BNN) Resmi Buka 148 Formasi CPNS Tenaga Teknis dan Kesehatan
Menurut Alman, praktik bisnis tersebut lazim dilakukan.
Bahkan, ada pengadaan alutsista yang dilakukan Kemenhan pada beberapa tahun lalu belum terealisasi sampai sekarang.
"Misalnya waktu menterinya masih yang lama, masih Ryamizard, itu ada kontrak pembelian sukhoi sudah ditandatangani 2019 dan sampai hari ini kontraknya belum berlaku efektif,
sudah dua tahun, karena ada ancaman dan sanksi Amerika," terangnya.
"Juga ada kontrak yang dari 2019 juga, kontrak pembelian 3 kapal selam dari Korea Selatan.
Ditandatangani 2019 juga dan sampai saat ini belum efektif juga karena ada masalah-masalah teknis.
Jadi, penandatanganan kontrak itu bukan berarti kontrak sudah efektif," tutup Alman.
Baca juga: Sejumlah Tokoh dan Selebriti Doakan Kesembuhan Untuk Mantan Ketua Umum PKPI Diaz Hendropriyono
Pernyataan serupa disampaikan pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.
Menurutnya, informasi kontrak yang beredar baru tahap awal.
"Artinya, meski sudah sesuai kebutuhan, masih terlalu dini untuk menganggap bahwa pembelian kapal dan pesawat itu pasti terjadi," ujarnya.
Katanya, kontrak baru terjadi ketika ada kesepakatan atau neogisasi menyangkut syarat-syarat yang harus dipenuhi kedua pihak.
Misalnya, tentang harga, mekanisme jual-beli, dan besaran uang muka, spesifikasi, skema ofset, dan manfaat tambahan lain yang bisa diperoleh.
"Kesepakatan awal ini baru bisa dikatakan berlaku efektif setelah negosiasi tuntas dan pemerintah membayar uang muka pembelian," tambahnya.
Baca juga: Kapan Kartu Prakerja Gelombang 18 Dibuka? Begini Penjelasan Pihak Prakerja
Oleh karena itu, Khairul menyarankan Kemenhan menyampaikan klarifikasi atas klaim yang disebarluaskan produsen dengan tujuan mengunci rencana pembelian.
Pemerintah pun diharapkan menambahkan informasi tentang syarat-syarat, spesifikasi, dan skema ofset yang dinegosiasikan.
Dalam kanal YouTube Deddy Corbuzier, Prabowo Subianto menerangkan, dirinya mengakui langsung mendatangi produsen alutsista.
Tujuannya, mengetahui harga pasti produk yang hendak dibeli dan meminimalisasi korupsi.
Selain itu, dirinya menegaskan, bakal melibatkan instansi terkait untuk mengevaluasi kontrak yang sudah diteken.
Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), misalnya. (*)
SUMBER : Tribunnews.com /Penulis: Dennis Destryawan