Fortasbi Bekerjasama Dengan Dirjen Perkebunan RI dan Setara Jambi Menyelenggarakan Workshop
FORTASBI (Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia) dengan Direktorat Jenderal Perkebunan RI dan Setara Jambi menyelenggarakan workshop
*Menjawab Tantangan Legalitas untuk Mempercepat Implementasi ISPO di Kabupaten Muaro Jambi
TRIBUNJAMBI.COM - FORTASBI (Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perkebunan RI dan Setara Jambi menyelenggarakan workshop pada Kamis (1/4/2021).
Workshop dibuka Bupati Muaro Jambi diwakili Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Muaro Jambi.
Workshop dihadiri 40 partisipan, perwakilan 7 KUD, 2 Kelompok petani swadaya kelapa sawit dan perwakilan pemerintah terkait, dinas Lingkungan Hidup, ATR-BPN dan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Muaro Jambi.
Kegiatan ini dilaksanakan guna diskusi bersama untuk mendorong percepatan Implementasi ISPO pada pekebun swadaya.
Selain itu untuk menemukan solusi bersama terkait dengan pemenuhan aspek legalitas yang selama ini menjadi kendala terbesar bagi pekebun swadaya dalam konteks keterlibatan mereka dalam ISPO sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020.
• Kapolri Mutasi 50 Perwira Tinggi dan Pamen, Mantan Kapoltabes Jambi Dimutasi ke Pati Bareskrim Polri
• Wajah Aurel di Atas Ranjang dengan Atta Halilintar Terekam, Adegan Putri KD Usai Lakukan Ini Disorot
• Bayi Perempuan Dimasukkan ke Dalam Tas Ditemukan Sudah Meninggal, Polisi Buru Orangtua
Meskipun ISPO telah ada sejak 2009, namun jumlah kelompok tani kelapa sawit yang sudah tersertifikasi saat ini masih rendah.
Hal ini diakibatkan terdapat berbagai kendala yang dihadapi petani untuk memperoleh sertikiasi ISPO.
Kendalanya antara lain sebagian petani belum memiliki Surat Hak Milik (SHM), Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B), Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), belum membentuk koperasi atau kelompok tani, dan belum mempunyai internal control system.
Kendala-kendala tersebut dikarenakan minimnya dana yang dimiliki oleh petani swadaya untuk membuat surat-surat sebagai persyaratan untuk mengurus sertifikasi ISPO.
Maret 2020 telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Perpres 44/2020). Sebelum perpres ini muncul, sistem sertifikasi ISPO telah diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) atau Permentan 11/2015.

Kedua produk hukum ini sama-sama mengatur tentang sistem sertifikasi ISPO, namun kehadiran dua peraturan ini tidak merevisi atau mencabut satu sama lain, melainkan melengkapi dan memperbarui.
Sebagai salah satu solusi, Perpres 44/2020, bisa dikatakan sebagai berita baik bagi pekebun kecil dimana proses sertifikasi untuk pekebun dapat didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan/atau sumber lain yang sah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan.
Dana tersebut disalurkan melalui kelompok pekebun, gabungan kelompok pekebun, atau koperasi, dan dapat diberikan selama masa sertifikasi ISPO di tahap awal. Artinya pendanaan dan pembiayaan untuk sertifikasi bagi pekebun kecil dapat diakses melalui dukungan dari pemerintah.
Namun meskipun tersedia peluang akses pendanaan untuk pekebun swadaya, tapi fakta masih lemahnya kelembagaan pekebun dan rendahnya kapasitas pekebun turut membuat ragu untuk mendorong menuju sertifikasi ISPO.