Pengakuan Mengejutkan Mantan Kelompok Radikal Jadikan Perempuan Ujung Tombak: Mereka Itu Unik
Aksi teror di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri Jakarta yang menewaskan dua perempuan jadi perhatian publik.
Pengakuan Mengejutkan Mantan Kelompok Radikal Jadikan Perempuan Sebagai Ujung Tombak: Mereka Itu Unik
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Aksi teror di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri Jakarta yang menewaskan dua perempuan jadi perhatian publik.
Dua orang perempuan yang jadi korban tersebut ialah pelaku teror.
Sebelumnya, seorang perempuan juga tewas ketika melakukan serangan teror di Surabaya pada 2018 lalu.
Tercatat, banyak perempuan yang ditangkap atau diproses hukum karena diduga terlibat dengan aktivitas kelompok radikal.
Meski radikalisme terorisme tidak terkait dengan satu agama, gender, sekte, atau suku tertentu namun mantan rekruter Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan, menilai fenomena keterlibatan perempuan dalam kelompok radikal sesuatu yang unik.
Ia membeberkan sejumlah alasan perempuan kerap dilibatkan dalam gerakan radikal.
Bahkan, kata Ken, anggota kelompok radikal tersebut paling banyak perempuan ketika dulu ia baru bergabung.
Pendiri NII Crisis Center itu bahkan mengatakan perempuan cukup menjadi andalan dalam aktivitas kelompok radikal antara lain untuk menggalang dana.

Hal tersebut disampaikannya ketika berbincang dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara D Ambarita di kantor redaksi Tribunnews Jakarta pada Kamis (1/4/2021).
"Radikalisme di kalangan perempuan ini memang unik. Dulu ketika saya bergabung paling banyak itu kalangan perempuan. Bahkan di tingkat amaliyah, penggalangan dana, perekrutan anggota baru, perempuan itu cukup menjadi andalan," kata Ken.
Saat itu, kata dia, NII bahkan hanya mengandalkan perempuan untuk menggalang dana.
Baca juga: Ini Isi Surat Wasiat Terduga Teroris Zakiah Aini yang Serang Mabes Polri,Mirip Pelaku Bom Bunuh Diri
Ken mengatakan, hanya dengan mengandalkan lima orang perempun, dalam satu hari mereka bisa meraih Rp 1 miliar.
Lima orang tersebut kemudian dipalsukan KTP, ijazah, dan Kartu Keluarga-nya.
Dulu, kata Ken, semua dokumen tersebut bisa dipalsukan di kawasan Jatinegara dalam satu jam.
Setelah dokumen beres, ia pun membeli koran yang memiliki banyak lowongan pembantu rumah tangga.
Lowongan pembantu rumah tangga di kawasan elit di Jakarta misalnya Pondok Indah, Permata Hijau, dan Kalibata menjadi sasaran empuk bagi mereka.
Ketika itu, ia dan komplotannya menjadikan Pondok Indah sebagai target.
Bahkan ketika itu ia harus membawa mobil untuk mengambil harta majikan-majikan korban tersebut.
Ia menggambarkan situasi saat itu seperti orang pindah rumah.

Di sana mereka mengambil apa yang menurut mereka berharga, mulai dari emas asli sampai emas palsu.
Emas-emas tersebut, kata Ken, kemudian dijual dengan harga murah karena tidak memiliki dokumen resmi.
"Satu hari lima orang (perempuan) di tempat yang berbeda itu pernah di atas Rp 1 miliar," kata Ken.
Bagi mereka yang sudah terpapar radikalisme, kata dia, harta orang yang berada di luar kelompoknya halal untuk diambil.
Mereka menganggap harta tersebut adalah harta rampasan perang.
"Karena kita menganggap harta di luar kelompok kita itu boleh diambil. Namanya ghanimah atau harta rampasan perang. Harta musuh kita ambil untuk perjuangan. Kita curi, kita ambil itu tidak apa-apa," kata Ken.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ken Setiawan Ungkap Alasan Kelompok NII Melibatkan Perempuan dalam Gerakan Radikal.