Sosok Inspiratif
Gratiskan Kopi untuk Satu Kampung, Kisah Inspiratif GM Kopi Paman Kristonsen Tanuar (Bagian-1)
Banyak jalan untuk mencapai kesuksesan, jika ragu dengan jalan yang akan di tempuh ada jalan lain yang dapat di pertimbangankan,
Penulis: Ade Setyawati | Editor: Fifi Suryani
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Banyak jalan untuk mencapai kesuksesan, jika ragu dengan jalan yang akan di tempuh ada jalan lain yang dapat di pertimbangankan, seperti kisah Kristonsen Tanuar sebagai General Manager Kopi Paman.
Sebelum ia berada di titik seperti sekarang, banyak hal yang telah ia lewati, ia melewati lelah, airmata, tawa dan bahkan hampir menyerah, ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilalui.
Sebelum ia memulai karirnya di Kopi Paman, ia sempat menganggur satu tahun dan juga setelahnya sempat bekerja di sebuah perusahaan nasional selama 1 tahun.
Saat itu ia mulai merasa jenuh dan ia mulai memikirkan hal lain dan mulai memutuskan untuk belajar dan menambah ilmu di China, semua sudah di persiapkan termausk juga belajar bahasa.
"Saat awal 2010 saya mulai berfikir bahwa China akan menjadi orientasi ekonomi berikutnya, dan saat itu produk China belum sangat terkenal seperti sekarang, semua persiapan sudah dipersiapkan, sudah urus surat, dan juga sudah belajar bahasa, tinggal berpamitan sama keluarga," jelasnya.
Saat pulang ke kampung dari Jakarta dan berniat mau pamitan dengan keluarga, ternyata tidak seperti yang di harapkan.
"Karena sudah lama tidak pulang dan saat pulang kondisi usaha orang tua lagi turun, penjualan tidak maksimal, karyawan tidak terkontrol, saya bimbang sekali, sebelumnya sempat nganggur 1 tahun demi impian saya, dan saya bertanya kepada diri saya, apakah saya tetap dengan ego saya kuliah keluar negeri dengan biaya masih ditanggung dengan orang tua, ataukah saya belajar dari pengalaman dan saya harus adaptasi, dan saya putuskan ambil pilihan yang ke dua, dan semua uang pendaftaran dan uang yang lain nya hangus," ucapnya.
Meskipun sempat setahun menganggur demi impian belajar keluar negeri, itulah keputusan terbaik dan ia tidak menyesali keputusan yang telah ia buat.
Ia mulai masuk ke dunia bisnis yang saat itu masih dipegang orang tuanya yang tentu saja banyak perbedaan dan harus disamakan, sepeti perbedaan dalam sudut pandang.
"Permasalahan pertama itu perbedaan sudut pandang, kita terjun di zaman yang berbeda, di zaman saya sudah masuk ke zaman digitalisasi dan pimpinan sebelumnya atau orang tua saya masih manual dan perbedaan sudut pandang ini manjadi tantangan pertama saya," tambahnya.
Mulai dari ide yang 50 persen ditolak, dan ini merupakan tantangan pertama sebelum tantangan yang lain dan tantangan yang lebih besar datang.
"Sempat di rejeck ide 50 persen, orang tua hanya menjawab. Ga usah lah menghabiskan biaya, ga udah lah repot, ga usah lah kita segini aja. Dan perbedaan sudut pandang itu yang kata orang persoalkan kecil, tapi kalau dilihat sebenarnya besar, dan pertanyaan nya kapan bisa menyatu, dan tidak segampang itu, ketika ide di tolak saya merasa saya tidak ingin menjadi boneka, disana saya sebagai pelari estafet dan saya bukan hanya sebagai tiang, pelari estafet sekarang dan sebelumnya tentu saja memiliki laris dan speed yang berbeda," lanjutnya.
Ketika ide-ide banyak yang ditolak, ia mencoba hal lain dengan mengajak branding, dan sempat mengajak orang tua berbicara dan tentu saja ditolak lagi
Karena ia merasa branding perlu demi kemajuan suatu merek perusahaannya, setelah cek-cek dan akhirnya ia memutuskan untuk branding mengguankan uang pribadi.
Meskipun begitu, sejak ia bergabung hingga sekarang, ia sudah menjalani 9 tahun yang tentu saja masalah tidak hanya dari sudut pandang saja, tetapi banyak hal lain.