Wawancara Eksklusif

Komite Ekraf Provinsi Jambi Dorong City Branding untuk Jambi

Ketua Komite Ekonomi Kreatif Provinsi Jambi, Berlian Santosa mengungkapkan peran, program, dan kegiatan organisasi itu. Berikut cuplikan wawancaranya

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUN JAMBI/MAREZA SUTAN AJ
Ketua Komite Ekonomi Kreatif Provinsi Jambi, Berlian Santosa (kiri) 

Perkembangan ekonomi kreatif selalu menarik untuk diikuti. Di Provinsi Jambi, saat ini sudah ada Komite Ekonomi Kreatif (Ekraf). Mereka menghimpun 17 sektor ekonomi dan mengembangkan ekonomi kreatif tersebut.

Ketua Komite Ekonomi Kreatif Provinsi Jambi, Berlian Santosa mengungkapkan peran, program, dan kegiatan organisasi itu. Berikut cuplikan wawancaranya.

Tribun: Sebelum tergabung di Komite Ekonomi Kretif (Kekraf), Abang memiliki latar belakang pengusaha. Bagaimana Abang mengembangkan usaha dengan brand lokal Jambi?

Berlian: Saya masuk di industri kreatif fashion, kaos dengan brand oleh-oleh Jambi. Itu basic saya. Basic lainnya sebagai seorang penulis.

Jadi dasar saya berkecimpung dalam dunia kreatif oleh-oleh, karena saya sebagai penulis, dari cerpenis dan novelis, yang lebih condong ke fiksi. Dari situlah meng-create sebuah gambar atau landmark Kota Jambi, misalnya Tugu Juang, Gentala, yang ada storinya.

Orang-orang sangat suka dengan permainan kata. Itulah basic tadi, dari penggabungan dunia tulisan dengan dunia grafis. Jadilah sebuah desain kaos.

Tribun: Dalam menjalankan bisnis dengan brand lokal, tantangan apa yang dihadapi?

Berlian: Tantangan yang dihadapi tentu banyak ya, apa lagi di masa pandemi Covid-19 ini. Ketika hotel lumpuh, wisata lumpuh, itu berpengaruh banget. Artinya, kita bisa tidak ada pemasukan, ada yang terjun bebas. Kami di tiga bulan pertama terjun bebas, karena hanya mengandalkan tourism.

Ketika tidak ada orang berkunjung, ya sudah, selesai, wassalam. Tapi ya namanya kita berjuang, berputar arah, shifting, berpindah haluan sebentar, itu tidak masalah. Yang penting kita masih survive, jangan pernah menyerah.

Tribun: Pelaku Ekonomi Kreatif ini tergabung dalam Kekraf. Mereka dari kalangan mana saja?

Berlian: Di Komite Ekonomi Kreatif ini kan banyak. Kita ada 16 subsektor, sekarang 17 subsektor sama Dinas Pariwisata. Nah, 16 subsektor itu di antaranya, aplikasi dan game, seni pertunjukan, seni musik, kriya, fashion, kuliner, desain komunikasi visual, desain produk, penerbitan, periklanan, macam-macam.

Mereka sudah ada komunitasnya, ada perkumpulannya, ada asosiasinya, semua berkumpul di Komite Ekraf Provinsi Jambi.

Kita bantu lebih besar lagi, menguatkan lagi, mendorong antara kami komite, pelaku ekonomi kreatif, dan goverment (pemerintah).

Tribun: Sejak kapan Kekraf dibentuk, apa tantangan yang dihadapi, serta bagaimana mengatasinya?

Berlian: Kami Komie Ekraf Provinsi Jambi dibentuk oleh Gubernur Jambi dengan SK Gubernur pada 2 Maret 2020. Itu langsung dapat tantangan. Ketika mau jalan, langsung dihajar pandemi. Ya sudahlah, baru dibentuk langsung dihajar pandemi. Tapi walaupun dihajar pandemi, kita tetap bikin acara-acara online.

Baca Berita Jambi lainnya

klik:

Baca juga: VIDEO Vaksin Sinovac Kadaluarsa? Begini Penjelasan Kementerian Kesehatan

Baca juga: Dramatis, Bandar Sabu di Mersam Berontak Saat Diamankan, 4 Petugas Polda Jambi Sempat Kewalahan

Baca juga: Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Senin 15 Maret 2021 - 22 Wilayah Hujan Lebat Disertai Angin dan Petir

Baca juga: Jadwal Lengkap Belajar dari Rumah TVRI hari Ini 15 Maret 2021, dari PAUD hingga Kelas 6 SD

Tapi sekarang kita mau buat event, misalnya seperti esport. Soalnya selama ini pemerintah kalau mau buat expo itu selalu mengandalkan tiga sektor yang seksi: kuliner, kriya, sama fashion.

Sementara di aplikasi, web, game, itu tidak masuk dalan ekonomi kreatif, padahal itu juga bisa menyumbangkan PAD.

Mereka yang sudah expert di bidangnya, komite ini wadah perurusannya, jadi kita ramai-ramai mendentumkan lagi, karena selama ini pemerintah mungkin belum paham atau belum tahu bahwa 16 subsektor ini juga mesti diurus, bukan hanya tiga subsektor.

Semuanya harus diperhatikan.

Tribun: Apa ekonomi kreatif yang paling diperhatikan Kekraf sekarang? Apakah potensi di digital dalam pengembangannya cukup baik?

Berlian: Dengan adanya kondisi pandemi, kita akan shifting ke digital. Ketika di rakor pariwisata saya sampaikan, digitalisasi ini sudah kudu.

Harus, mau tidak mau, masing-masing. Jika kita tidak mau ke situ, ya selesailah kita.
Mau dunia pariwisata, misalnya, sebelumnya berkunjung ke museum dengan tatap muka, sekarang berkunjung ke museum dengan virtual.

Contohnya, tidak perlu ke gunung, tapi bisa melihat Gunung Kerinci. Maka teknologi dan digitalisasi tadi harus disentuh pemerintah.

Ini bisa dicoba. Mau tidak mau, pemerintah juga harus respek, bahwa anak muda Jambi bisa diajak bareng-bareng.

Misalnya, virtual tourism ke Geopark Merangin. Di sana ada storinya, itu bentukan jutaan tahun yang lampau, daun menjadi batu, pohon-pohon menjadi fosil yang mengeras. Ini menarik sekali, dan bisa dijual baik di skala nasional mau pun internasional.

Tribun: Bagaimana agar pengembangan sektor tourism ini bisa lebih siap lagi? Apa lagi, sektor pariwisata ini menjadi satu di antara fokus yang sedang didorong pemerintah.

Berlian: Kita harus manfaatkan anak-anak muda. Contoh, dalam pameran atau expo, yang datang rata-rata siapa? Orang-orang tua, kan? Anak-anak mudanya ke mana? Itu karena anak-anak mudanya tidak dilibatkan. Padahal anak-anak mudanya keren-keren.

Di luar sana, anak muda yang dilibatkan, mereka yang bergerak. Meski mereka tidak dibayar, tapi mereka mau. Ambil contoh, Bandung layak mendapat prediket kota kreatif karena atmosfer di kota itu mendukung anak-anak muda untuk jadi kreatif. Jadi kota hidup dengan infrastruktur dengan munculnya orang-orang kreatif.

Tribun: Apa yang dibutuhkan Jambi untuk mendongkrak daya tarik pariwisata?

Berlian: Kalau kita bicara Jambi ini, berarti perlu city branding. Misalnya, dalam kuliner. Artinya sebagai orang yang baru datang ke Jambi, bagaimana diplomasi kulier ini bisa masuk ke alam bawah sadar.

Ketika bicara diplomasi budaya melalui kuliner, maka itu menjadi city branding.

Kuliner masuk dengan lima pancaindra. Itu dibicarakan terus, akhirnya branding-nya tidak hanya nasional tapi juga dunia.

Branding butuh marketing, marketing butuh branding, akhirnya muncullah selling (penjualan).

Tribun: Bagaimana agar brand sebuah daerah itu terbangun?
Berlian: Memang perlu mengajak pakar dan mengeluarkan bajet untuk mengangkat ini. Misalnya, burgo, tempoyak, padamaran, atau kuliner yang belum pernah atau jarang muncul.

Itu bisa ita naikkan lagi agar pemahaman orang, itu sebagai city branding-nya Provinsi Jambi. Mau tidak mau, terus-menerus harus digaungkan. Jangan hanya sekali festival selesai.

Kita harus berani klaim. Banyak hal yang kita lihat, karena Jambi punya potensi yang tidak kalah dengan yang lain.

Tribun: Dari Komite Ekraf Provinsi Jamb sendiri, bagaimana upaya menggerakkan ekonomi kreatif di Provinsi Jambi?

Berlian: Kami di Kekraf bergerak dari yang simpel saja.

Ada dana atau tidak ada dana, kita buat program. Teman-teman yang punya produk kita apresiasi, kita buat pameran kecil-kecil. Mudah-mudahan nanti pemerintah juga support, nanti kita akan tampilkan pameran untuk pelaku-pelaku ekraf yang di situ berbeda standnya dengan yang pemerintah.

Insya Allah, kalau tidak ada halangan kita targetkan setelah lebaran. Ini pun kami tetap menerapkan protokol kesehatan. Kita mau meningkatkan perhatian kepada pelaku ekraf ini. Melalui jalan ekraf ini kita juga bisa bantu orang.

Tribun: Selain pada city branding, Kekraf juga turut mendorong program di desa dan di dunia pendidikan, seperti apa program yang dijalankan?

Berlian: Iya nanti akan kerja sama dengan desainer interior

. Kita di Jambi rencana mau bikin event di tengah pasar. Yang pasar itu gelap kalau malam, itu bisa hidup. Itu menjadi program desa wisata tematik, kalau dilihat dari potensi yang ada, lebih ke local wisdom-nya yang diangkat.

Dananya dari mana? Bismillah saja.
Kekraf juga tidak bisa jalan sendiri. Ekonomi kreatif juga butuh akademisi dan goverment (pemerintah). Kami bekerja sama dengan Unaja dan UNH.

Selain untuk enterpreneurship, juga mendorong ke digital, sehingga mereka (mahasiswa) bisa membangun start up atau punya bisnis sebelum lulus. (are)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved